Menurut penulis lontar ini, yang berbicara lewat Yesus
sesungguhnya adalah Tuhan sendiri.
Dan Tuhan tidak menghendaki pengorbanan manusia atau hewan. Tuhan bukan seorang Vampire penghisap darah. Ia tidak membutuhkan darah manusia ataupun darah binatang. Justru binatang dan segala sesuatu dalam dunia ini diamanatkan kepada manusia.
Dan Tuhan tidak menghendaki pengorbanan manusia atau hewan. Tuhan bukan seorang Vampire penghisap darah. Ia tidak membutuhkan darah manusia ataupun darah binatang. Justru binatang dan segala sesuatu dalam dunia ini diamanatkan kepada manusia.
Pada masa itu, masih sering terjadi ekses-ekses dalam hal
persembahan. Pengorbanan makhluk hidup – bukan hanya binatang tetapi juga
manusia – masih merupakan suatu kebiasaan.
Kalau anda mempelajari sejarah peradaban manusia, anda
akan menemukan kebiasaan seperti ini dalam setiap kebudayaan. Dari pengorbanan
manusia, kemudian menjadi pengorbanan hewan. Gotama Buddha dan Isa atau Yesus
menolak pengorbanan makhluk hidup. Untuk apa ?? Untuk siapa ???
Kalaupun Nabi Muhammad membenarkan pengorbanan hewan, itu
bersifat sangat kontekstual. Pada jaman itu, orang-orang Arab suka berlomba
dalam hal pengorbanan. Siapa yang dapat mengorbankan lebih banyak ternak? Nabi
Muhammad justru menyederhanakan tradisi tersebut. Tidak perlu berlomba, se ekor
hewan pun sudah cukup. Kemudian beliau juga menentang kebiasaan mereka memiliki
harem – penuh dengan para istri dan selir. Kadang-kadang jumlahnya ratusan. Ia
berupaya menguranginya, “empat saja”. Tidak berarti anda wajib nikah empat
kali. Begitu pula, jika sekarang anda sudah sadar bahwa yang dikorbankan
seharusnya KEBINATANGAN ANDA, KELIARAN PIKIRAN ANDA dan NALURI HEWANI ANDA,
maka mengorbankan domba dan sapi yang tidak bersalah menjadi tidak relevan
lagi. Kecuali anda belum sadar akan naluri hewani dalam diri anda, kecuali anda
belum sadar bahwa yang justru harus dikorbankan adalah naluri itu. Kecuali anda
belum bisa memahami arti yang lebih luas dari ajaran-ajaran para Nabi dan
kitab-kitab suci, silahkan, korbankan terus domba dan sapi. Semoga pada suatu
ketika mata anda terbuka. Semoga pada suatu ketika anda sadar bahwa sejarah
anda yang penuh dengan percikan darah, kekerasan, dan kekejaman itu disebabkan
oleh pengertian anda yang salah tentang agama dan nilai-nilai luhur yang ada
didalamnya.
Kehidupan ini sangat berharga. Jangan mengakhiri nyawa,
karena kita tidak dapat mengembalikannya. Jangankan nyawa manusia, nyawa seekor
semut pun tidak dapat dikembalikan. Penulis lontar ini mengatakan bahwa Tuhan
bersabda lewat Isa, “Hukuman Ilahi akan menimpa siapa pun yang merampas
nyawa seorang anakku.”
Yang menghukum bukan Allah. Ada undang-undang, ada
peraturan Ilahi yang mengatur semuanya itu. Hukum Ilahi disini merupakan
terjemahan kata “kama” atau karma”. Setiap aksi mengundang reaksi. Manusia
tidak bisa terbebaskan dari hukum sebab-akibat. Jangan kira anda akan
terbebaskan. Jangan kira anda akan lolos.
“Man is naught before the Eternal Judge, as the animal is
naught before man.”
Disini sesungguhnya Isa sedang menyindir mereka yang
masih memberikan pengorbanan ternak dan lain sebagainya, “Sebagaimana
hewan-hewan itu tidak berdaya dihadapanmu, begitu pula kau tidak berdaya
dihadapan Tuhan, Sang Hakim Abadi.”
“Wherefore I say unto you, leave your idols and perform
not rites which separate you from your Father, associating you with the priests
from whom the heavens have turned away.”
Dan Yesus menganjurkan agar kita melepaskan patung-patung
yang kita puja. Bukan hanya patung Shiva dan patung Vishnu dan patung Buddha,
tetapi juga dogma-dogma, doktrin-doktrin yang telah anda bakukan, telah anda
“patung” kan. Pendek kata, peraturan-peraturan yang sudah tidak relevan lagi.
Karena, semuanya itu justru menjauhkan kita dari Tuhan. Semuanya itu hanya
mendekatkan kita dengan lembaga-lembaga keagamaan bikinan manusia, bukan dengan
esensi agama itu sendiri.
“For it is they who have led you from the true God and
whose superstitions and cruelties conduce to the perversion of your soul and
the loss of all moral sense.”
Ironis memang, tetapi sampai saat ini pun yang terjadi
persis demikian. Yang diangkat, yang duduk sebagai pemimpin umat, belum
memahami inti ajaran agamanya. Ia sendiri tersesat dan menyesatkan umatnya.
Mengikuti para pemimpin seperti itu, jiwa kita tidak berkembang – malah
merosot. Begitu pula dengan akhlak kita, dengan moralitas kita.
Dari Buku: ISA – Hidup Dan Ajaran Sang Masiha
( Berdasarkan Lontar-Lontar Kuno di Tibet, India, dan Mesir )
Oleh: Anand Krishna
Dari Buku: ISA – Hidup Dan Ajaran Sang Masiha
( Berdasarkan Lontar-Lontar Kuno di Tibet, India, dan Mesir )
Oleh: Anand Krishna
Komentar
Posting Komentar