Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Zen and the Sutras - Jalan Menuju Pencerahan

Kesadaran diri adalah kesadaran bahwa diri sebenarnya adalah tidak-diri

“Kearifan tanpa kasih sayang adalah kering, dingin dan jauh; kasih sayang tanpa kearifan adalah sentimentil. Kearifan dan kasih sayang sama-sama penting”. Salah satu kritikan terhadap Zen mengatakan bahwa Zen terlalu mementingkan diri sendiri. Orang bertanya, tidakkah itu namanya mementingkan diri, kalau seseorang terlalu suntuk memikirkan keselamatan dirinya sendiri sementara banyak penderitaan lain yang terjadi di dunia ini? Memang demikianlah adanya. Namun apakah pengertian dari “keselamatan diri sendiri?” Bisakah saya mempraktikkan ajaran Zen demi keselamatan diri saya sendiri? Tidakkah bertolak belakang kalau praktik Zen memang demikian? Disini, kasih sayang mesti mencakup keterlibatan, dan keterlibatan hanya mungkin kalau orang dapat melihat ke hampaan lima skandha. * Lima skandha: tidak ada yang bisa dipertahankan, segalanya tidak tetap dan kekal. Kata skandha secara harfiah berarti “kelompok”, “gabungan” atau “kumpulan” ; mungkin istilah modern “system” lebi...

Prajna Paramita Hridaya: Inti Kearifan Sempurna

“Mulailah, mulailah Tidak ada yang tahu kata terakhir, Dasar lautan bergelora Dari kekosongan muncullah domba-domba kayu” (Puisi Kematian) *** Kasih bodhisattva, dari kearifan prajna yang terdalam, memandang kekosongan kelima skandha yang terkekang oleh ikatan penderitaan, kemudian dia tahu: di sini segala wujud hanyalah kekosongan, Kekosongan satu-satunya wujud yang ada. Perasaan, pikiran dan pilihan, kesadaran-diri tidak ada bedanya. Disini Dharma hanyalah kekosongan; segalanya kehampaan total. Tidak ada yang lahir atau mati, tidak ada yang ternoda atau suci, tidak ada yang cermerlang atau kabur. Di dalam kekosongan tak ada bentuk, tak ada perasaan, Pikiran atau pilihan, tidak pula kesadaran. Tidak ada mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran; Tidak ada warna, suara, aroma, sentuhan atau yang bisa diolah pikiran, atau yang bisa disadari. Tidak ada kelalaian maupun akhir kebodohan, Tidak ada pula segala yang lahir dari kelalaian; Tidak ada kesombongan,...

Pencerahan

Inti ajaran Sutra Mahayana adalah pencerahan, yang diistilahkan Bassui dengan “melihat Sutra tanpa kata”. Tentunya sangat jelas bahwa kita mungkin saja mencapai pencerahan tanpa pernah mendengar Sutra, Buddha atau pencerahan itu sendiri. Dalam salah satu tafsiran paling terkenal tentang apa itu pencerahan, dikisahkan bahwa Guru Zen Hui Neng mengalami pencerahan hanya karena mendengar seorang biksu membaca Sutra Intan. Sampai saat itu, dia belum pernah mendengar Buddhisme atau pencerahan. Disepanjang sejarah umat manusia, tidak terhitung jumlah orang yang mengalami pencerahan spontan seperti ini, pencerahan tanpa adanya bantuan kitab suci. Memang ada orang-orang beruntung yang menang dalam lotere, namun tugas kita dalam hidup adalah berusaha, bukan menunggu keberuntungan. Sungguh bodoh kalau kita hanya duduk dan menunggu receh jatuh dari langit, dan sama bodohnya jika kita hanya berdiam diri menunggu pencerahan terjadi dalam diri kita. Seperti halnya kita harus beru...

Kekosongan pun sebenarnya sebuah kekosongan

Dikisahkan—Seorang Pendeta Kelima dalam sebuah biara mengatakan: “Barang siapa mampu menulis syair yang menggambarkan kedalaman capaian diri, niscaya syair akan membantunya.” Pemimpin biara menulis: “Raga adalah pohon bodhi, pikiran bagaikan cermin yang jernih Setiap waktu kita mesti menjernihkannya Menyingkirkan debu penghalang cahaya” Kita dapat memaknai syair sebagai berikut: Kalau saya mampu mempertahankan kemurnian pikiran dan ketenangan batin, maka segala sesuatunya akan berjalan sebagaimana mestinya. Debu yang dimaksud disini adalah debu pikiran dan pendapat, konsep dan ide, segala macam bentuk keraguan yang keluar masuk pikiran sehari-hari. Pemimpin biara tadi ingin mengatakan bahwa pikiran, sebagai realitas paling asali, adalah dasar dari segala tindakan kita, dan hanya amalan-amalan spiritual yang dapat menjaga kemurnian pikiran ini dari debu-debu yang akan mengotorinya. Pikiran bagaikan cermin, yang memantulkan benda di depannya sebagaimana adanya. Saat ...