“Kearifan tanpa kasih sayang adalah kering, dingin dan
jauh;
kasih sayang tanpa kearifan adalah sentimentil.
Kearifan dan kasih sayang sama-sama penting”.
Salah satu kritikan terhadap Zen mengatakan bahwa Zen terlalu mementingkan diri sendiri. Orang bertanya, tidakkah itu namanya mementingkan diri, kalau seseorang terlalu suntuk memikirkan keselamatan dirinya sendiri sementara banyak penderitaan lain yang terjadi di dunia ini?
Kearifan dan kasih sayang sama-sama penting”.
Salah satu kritikan terhadap Zen mengatakan bahwa Zen terlalu mementingkan diri sendiri. Orang bertanya, tidakkah itu namanya mementingkan diri, kalau seseorang terlalu suntuk memikirkan keselamatan dirinya sendiri sementara banyak penderitaan lain yang terjadi di dunia ini?
Memang demikianlah adanya. Namun apakah pengertian dari
“keselamatan diri sendiri?”
Bisakah saya mempraktikkan ajaran Zen demi keselamatan diri saya sendiri?
Tidakkah bertolak belakang kalau praktik Zen memang demikian?
Bisakah saya mempraktikkan ajaran Zen demi keselamatan diri saya sendiri?
Tidakkah bertolak belakang kalau praktik Zen memang demikian?
Disini, kasih sayang mesti mencakup keterlibatan, dan
keterlibatan hanya mungkin kalau orang dapat melihat ke hampaan lima skandha.
* Lima skandha: tidak ada yang bisa dipertahankan,
segalanya tidak tetap dan kekal.
Kata skandha secara harfiah berarti “kelompok”, “gabungan” atau “kumpulan” ; mungkin istilah modern “system” lebih cocok mewakili pengertian kata ini *
Kata skandha secara harfiah berarti “kelompok”, “gabungan” atau “kumpulan” ; mungkin istilah modern “system” lebih cocok mewakili pengertian kata ini *
Lima skandha adalah hal yang membentuk kemanusiaan
manusia. Prajna berarti kebangkitan pikiran yang tidak terikat pada apapun.
Kebangkitan pikiran disini berarti “melihat kepada kekosongan lima skandha”.
Guru Zen Hakuin, dalam syairnya In Praise of Zazen,
mengatakan hal yang sama dengan cara berbeda: “Diri yang sebenarnya adalah
tidak-diri, diri kita adalah tidak-diri”.
Membangkitkan pikiran berarti tidak ada diri yang akan
dibangkitkan, tidak ada diri yang akan diselamatkan. Melihat kekosongan lima
skandha berarti melihat hakikat diri yang bersifat khayali, akar dan penyebab
segala bentuk keegoisan.
Orang bisa memiliki rasa kasih sayang atau benar-benar
merasa terlibat dengan orang lain kalau dia telah melihat dirinya sebagai
tidak-diri. Menjauhi sikap mementingkan diri sendiri, aktivitas yang
menyebabkan kita mampu melihat diri sebagai tidak-diri adalah aktivitas yang
paling tidak mementingkan diri sendiri. Agar bisa melihat diri sebagai
tidak-diri memerlukan syarat, yakni orang tidak lagi menyatakan “aku yang
pertama”, “aku yang paling penting”, “aku yang perlu”. Anda memang bisa menukar
kata “aku” disini dengan sebab, bendera, tanah air, keluarga, perusahaan,
hal-hal ideal atau Tuhan sekalipun, namun kata “aku” lah yang tampaknya paling
mendasar dari semua itu.
Nisargadatta Maharaj, seorang tokoh India yang meninggal
di awal era 1980-an, mengatakan;
“Jangan pernah mengira anda telah mencintai orang lain
sebagaimana anda mencintai diri sendiri. Kalau anda belum menganggap orang lain
satu dengan diri anda, maka anda tidak akan bisa mencintai mereka…. Cinta anda
pada orang lain adalah hasil pengetahuan diri, bukan pemicu munculnya
pengetahuan itu. Tanpa adanya kesadaran-diri, tidak ada kebaikan yang tulus dan
murni”.
Kesadaran diri adalah kesadaran bahwa diri sebenarnya
adalah tidak-diri.
Kasih sayang hanya mungkin ketika kita mampu membiarkan
orang lain sama pentingnya dengan kita dalam hal kesejahteraan dan keselamatan.
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa cinta adalah merasa satu dengan orang lain
dalam suka cita, dan kasih sayang adalah merasa satu dengan orang lain dalam
duka cita.
Agar bisa mengasihi, agar bisa membiarkan orang lain
memperoleh keselamatan sebagaimana yang juga kita inginkan, “keakuan” yang ada
dalam diri kita harus diperlonggar. Ketika seseorang berusaha keras membantu
dan menguasai, maka sikap mementingkan diri sendiri akan selalu muncul. Ketika
kita mencoba melihat kehampaan kelima skandha, hati kita akan luluh, batas yang
memisahkan kita dari yang lain akan lebur. Dengan cara inilah, kasih sayang
bisa tumbuh bersemi.
Saya pernah bertanya pada seorang Lama Tibet (tokoh agama
Tibet).
“Apakah yang dikatakan Buddhisme?”
Dia menjawab, “Buddhisme adalah mengembangkan kearifan dan kasih sayang”.
Saya bertanya lagi, “Bagaimana cara mengembangkan kasih sayang ini?”
Dia menjawab, “Melalui kearifan”.
Lalu saya bertanya lagi, “Bagaimana pula cara mengembangkan kearifan?”
Dia menjawab, “Dengan melihat segala sesuatu sebagai kehampaan”.
Dia menjawab, “Buddhisme adalah mengembangkan kearifan dan kasih sayang”.
Saya bertanya lagi, “Bagaimana cara mengembangkan kasih sayang ini?”
Dia menjawab, “Melalui kearifan”.
Lalu saya bertanya lagi, “Bagaimana pula cara mengembangkan kearifan?”
Dia menjawab, “Dengan melihat segala sesuatu sebagai kehampaan”.
***
(Dari buku: Zen and The Sutras – Jalan Menuju Pencerahan
Halaman: 62 – 65 Oleh: Albert Low)
Halaman: 62 – 65 Oleh: Albert Low)
* Albert Low adalah guru dan direktur the Montreal Zen Center.
Lahir di Inggris pada 1928. Dia mulai mempraktikkan Zen pada 1961 dan pada 1966
menjadi murid Roshi Philip Kapleau.
* Zen adalah kata Jepang yang didasarkan pada ideogram
China ch’an, yang merupakan aliterasi dari kata Sansekerta dhyana.
Komentar
Posting Komentar