Novelis Legendaris Leo Tolstoy pernah menulis sebuah
cerita yang indah sekali, “The Three Hermits (3 Orang Pertapa – a.k.). Seorang
temannya, Nicholas Roerich menceritakan kembali sebagai berikut:
Para master yang bisa menciptakan sesuatu atau melenyapkan sesuatu, sebenarnya menggunakan hukum yang satu ini.
Seorang Yogi telah melampaui kesadaran jasmani, sehingga hukum gravitasi dan hukum-hukum lain terlampaui pula tidak bisa mengikat dirinya lagi. Ia yang menyadari jati-dirinya sebagai “jiwa yang melampaui batas waktu dan ruang” tidak akan terperangkap oleh hukum yang mengatur waktu dan jarak.
Tradisi-tradisi Timur Tengah menceritakan bahwa yang diciptakan pertama-tama adalah “cahaya”. Segala sesuatu yang lain tercipta dari cahaya awal itu. Para master, para nabi dalam setiap zaman selalu mengaitkan Tuhan dengan cahaya.
Dengan meditasi, seorang yogi mampu menyelaraskan kesadarannya dengan Kesadaran Ilahi. Bagi dia, perbedaan antara cahaya yang berwujud menjadi air, dan cahaya yang mewujud menjadi bumi sama sekali tidak berbeda. Terbebaskan dari kesadaran materi, terbebaskan dari tiga dimensi ruang dan dimensi keempat yaitu waktu, seorang master bisa mengubah badan kasatnya menjadi badan cahaya. Bagi dia, alam semesta ini bagaikan gumpalan cahaya yang satu adanya.
“Di suatu pulau, pernah tinggal tiga orang pertapa.
Mereka sudah tua, dan hidup mereka sangat sederhana. Dalam kesederhanaan itu,
doa mereka pun tidak berbelit-belit, “Kami bertiga, Engkau pun bertiga.
Berkatilah kami!” Doa yang sederhana ini mampu menghadirkan mukjizat.
Pada suatu ketika, seorang uskup yang pernah mendengar
tentang mereka dan mukjizat doa mereka mengunjungi pulau itu. Ia menemui mereka
dan menyampaikan bahwa cara mereka berdoa tidak pantas, bahkan salah. Dan ia
pun mengajarkan ‘cara berdoa yang benar’, sesuai dengan peraturan gereja.
Tidak lama kemudian, sang uskup meninggalkan pulau itu dengan perahu. Baru berlayar sebentar, ia melihat bola cahaya mendekati perahunya. Setelah cukup dekat, ia baru sadar bahwa cahaya tersebut dipancarkan oleh tiga pertapa yang sedang berlari-lari mendekati perahunya. Aneh, mereka berlari-lari diatas air!
Tidak lama kemudian, sang uskup meninggalkan pulau itu dengan perahu. Baru berlayar sebentar, ia melihat bola cahaya mendekati perahunya. Setelah cukup dekat, ia baru sadar bahwa cahaya tersebut dipancarkan oleh tiga pertapa yang sedang berlari-lari mendekati perahunya. Aneh, mereka berlari-lari diatas air!
“Maafkan kami, Bapak Uskup. Kami belum hafal cara berdoa
sebagaimana Bapak ajarkan tadi. Itu sebabnya, kami bertiga mengejar perahu
Bapak. Bisakah Bapak mengulanginya kembali, agar kami hafal?”
Sang uskup hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Bagaimana mereka bisa berjalan diatas air? Setelah termenung beberapa saat, ia
menjawab, “Sahabatku, kalian tidak perlu mengubah cara berdoa kalian. Teruskan
cara kalian!”
Bagaimana para pertapa tersebut bisa jalan diatas air?
Bagaimana Isa bisa bangkit kembali? Bagaimana Lahiri Mahasaya dan Sri Yukteswar
Bisa menunjukkan mukjizat?
Sains belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini, namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, istilah “mustahil” sudah hampir tidak dikenal lagi.
Menurut Veda, dunia benda ini digerakkan oleh suatu hukum – hukum maya, hukum relativitas dan dualitas. Tuhan adalah “Kehidupan Tunggal”, “Kesatuan Yang Sempurna”. Yang membuat-Nya tidak terasa, tidak terlihat demikian, adalah hukum maya, Ilusi Kosmis. Setiap penemuan dalam bidang sains hanya membuktikan apa yang sudah pernah dinyatakan oleh para rishi zaman dahulu.
Sains belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini, namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, istilah “mustahil” sudah hampir tidak dikenal lagi.
Menurut Veda, dunia benda ini digerakkan oleh suatu hukum – hukum maya, hukum relativitas dan dualitas. Tuhan adalah “Kehidupan Tunggal”, “Kesatuan Yang Sempurna”. Yang membuat-Nya tidak terasa, tidak terlihat demikian, adalah hukum maya, Ilusi Kosmis. Setiap penemuan dalam bidang sains hanya membuktikan apa yang sudah pernah dinyatakan oleh para rishi zaman dahulu.
“Law of Motion” atau “hukum gerak” yang ditemukan oleh
Newton, sebenarnya hanyalah penjabaran hukum maya. Setiap aksi akan menimbulkan
reaksi. Tidak akan pernah ada kekuatan tunggal. Setiap kekuatan pasti ada
kebalikannya. Jadi kekuatan itu selalu bersifat ganda.
Ambil saja contoh aliran listrik. Elektron dan proton merupakan kekuatan yang saling bertentangan. Bumi kita ini, bahkan atom, bagaikan magnit, memiliki dua kutub: positif dan negatif. Segala sesuatu dalam dunia benda ini memiliki dua sisi yang saling bertentangan. Setiap hukum, entah fisika, kimia ataupun hukum-hukum lain, bekerja pada prinsip dualitas.
Ambil saja contoh aliran listrik. Elektron dan proton merupakan kekuatan yang saling bertentangan. Bumi kita ini, bahkan atom, bagaikan magnit, memiliki dua kutub: positif dan negatif. Segala sesuatu dalam dunia benda ini memiliki dua sisi yang saling bertentangan. Setiap hukum, entah fisika, kimia ataupun hukum-hukum lain, bekerja pada prinsip dualitas.
Itu sebabnya, ilmu fisika tidak akan bisa mengenal
hukum-hukum yang melampaui dualitas tersebut. Alam semesta bekerja pada prinsip
dualitas. Dan alam ini takterbatas, kekal abadi, sehingga sains tidak akan
pernah bisa mengungkapkannya secara total. Para ilmuwan hanya bisa menemukan
hukum-hukum yang bekerja pada prinsip dualitas tidak bisa melampauinya. Mereka
telah menemukan hukum gravitasi. Mereka telah menemukan listrik, tetapi mereka
tidak akan pernah bisa menjelaskan ‘gravitasi’ itu sendiri sebetunya apa,
‘listrik’ itu apa.
Melampaui dualitas dan hukum-hukum yang bekerja dengan
prinsip dualitas adalah tujuan hidup manusia. Mereka yang masih terpengaruh
oleh maya akan selalu terombang-ambing antara dua kutub suka dan duka, pasang
dan surut, pagi dan malam, baik dan buruk, kelahiran dan kematian.
Siklus ini sangat menjenuhkan. Setelah beberapa ribu kali
mengalami kelahiran dan kematian, manusia mulai merasa jenuh. Baru muncul
keinginan dalam dirinya untuk melampaui maya, untuk melampaui kelahiran dan
kematian, untuk melampaui hukum dualitas.
Maya, berarti ilusi atau avidya – ketidaktahuan, kebodohan, ketololan, ketidaksadaran. Ketidaktahuan ini tidak bisa diatasi dengan analisis intelektual, tetapi hanya dengan suatu pengalaman pribadi, yaitu nirbikalpa Samadhi, meditasi.
Maya, berarti ilusi atau avidya – ketidaktahuan, kebodohan, ketololan, ketidaksadaran. Ketidaktahuan ini tidak bisa diatasi dengan analisis intelektual, tetapi hanya dengan suatu pengalaman pribadi, yaitu nirbikalpa Samadhi, meditasi.
Diantara sekian banyak misteri alam semesta, yang paling menakjubkan
adalah “cahaya”. Tidak seperti “gelombang suara” yang membutuhkan media untuk
transmisi, cahaya bisa menembus kehampaan ruang angkasa. Eter yang
disebut-sebut sebagai perantara cahaya, sebenarnya hanya suatu “hipotesis”.
Kekeliruan hipotesis itu terbukti dari penemuan-penemuan Einstein. Berarti
cahaya sepenuhnya bebas dari ketergantungan pada dunia benda, pada materi.
Einstein membuktikan bahwa dengan kecepatannya yang begitu tinggi, 186.000 mil per detik, dalam alam semesta yang senantiasa sedang berubah ini, cahayalah satu-satunya yang konstan, yang tidak berubah. Setidaknya, demikianlah menurut daya pikir kita yang serba terbatas. Dan berdasarkan kecepatan cahaya ini, kita menetapkan standar waktu dan ruang. Waktu dan jarak sangat relatif, dan dapat diukur dengan menggunakan standar kecepatan cahaya. Pena Einstein telah mengubah pemikiran manusia. Waktu sudah bukan sesuatu yang kekal abadi lagi. Terbukti sudah bahwa waktu tidak konstan, bahwa waktu itu relatif. Satu-satunya hal yang dapat disebut konstan hanyalah cahaya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Einstein sudah mulai merumuskan Unified Field Theory – Teori Kesatuan. Hukum gravitasi dan elektromagnetisme bisa diredusir menjadi suatu rumusan tunggal. Demikian, ia mulai mendekati penemuan para rishi zaman dahulu – yaitu hukum maya.
Einstein membuktikan bahwa dengan kecepatannya yang begitu tinggi, 186.000 mil per detik, dalam alam semesta yang senantiasa sedang berubah ini, cahayalah satu-satunya yang konstan, yang tidak berubah. Setidaknya, demikianlah menurut daya pikir kita yang serba terbatas. Dan berdasarkan kecepatan cahaya ini, kita menetapkan standar waktu dan ruang. Waktu dan jarak sangat relatif, dan dapat diukur dengan menggunakan standar kecepatan cahaya. Pena Einstein telah mengubah pemikiran manusia. Waktu sudah bukan sesuatu yang kekal abadi lagi. Terbukti sudah bahwa waktu tidak konstan, bahwa waktu itu relatif. Satu-satunya hal yang dapat disebut konstan hanyalah cahaya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Einstein sudah mulai merumuskan Unified Field Theory – Teori Kesatuan. Hukum gravitasi dan elektromagnetisme bisa diredusir menjadi suatu rumusan tunggal. Demikian, ia mulai mendekati penemuan para rishi zaman dahulu – yaitu hukum maya.
Teori relativitas penemuan Einstein telah mengembangkan
teori-teori baru. Ternyata atom bukanlah materi, tetapi energy. Dan energy atom
pada dasarnya adalah mind-stuff – pikiran.
Dalam karyanya, The Nature of the Physical World, Sir Arthur Staley Eddington menulis, “Dalam dunia fisika, kehidupan sehari-hari terlihat seperti permainan bayangan. Bayangan lengan saya berada di atas bayangan meja dan bayangan tinta tumpah diatas bayangan kertas. Semuanya ini hanya simbolik, berdasarkan simbol-simbol seorang ahli fisika. Lantas mind kitalah yang menerjemahkan symbol-simbol tersebut…
Jadi, bisa dikatakan bahwa dunia benda ini pada dasarnya adalah mind-stuff – benda-pikiran… Dunia benda, dunia luar hanyalah permainan bayangan belaka. Terbebaskan dari ilusi berarti terbebaskan pula dari substansi. Jadi, sebenarnya substansi itu adalah ilusi yang terbesar.”
Dalam karyanya, The Nature of the Physical World, Sir Arthur Staley Eddington menulis, “Dalam dunia fisika, kehidupan sehari-hari terlihat seperti permainan bayangan. Bayangan lengan saya berada di atas bayangan meja dan bayangan tinta tumpah diatas bayangan kertas. Semuanya ini hanya simbolik, berdasarkan simbol-simbol seorang ahli fisika. Lantas mind kitalah yang menerjemahkan symbol-simbol tersebut…
Jadi, bisa dikatakan bahwa dunia benda ini pada dasarnya adalah mind-stuff – benda-pikiran… Dunia benda, dunia luar hanyalah permainan bayangan belaka. Terbebaskan dari ilusi berarti terbebaskan pula dari substansi. Jadi, sebenarnya substansi itu adalah ilusi yang terbesar.”
Penemuan mikroskop electron semakin menambah wawasan
kita. Ternyata atom pun memiliki cahaya sebagai intisarinya.
Dalam karyanya, The Mysterious Universe, Sir James Jeans menyimpulkan, “Pengetahuan kita sedang menuju suatu kebenaran non-mekanis. Alam semesta ini lebih mirip dengan suatu ‘pikiran yang maha besar’ daripada suatu mesin raksasa.” Penemuan modern dalam bidang sains, semakin mendekati penemuan-penemuan dalam Veda.
Terlampaui sudah konsep kita tentang keabadian dunia benda. “Kematian” materi telah “melahirkan” zaman atom. Dan intisari atom adalah: cahaya. Dengan kecepatannya yang begitu tinggi, cahaya memang terasa “absolute”. Kenapa? Karena, tidak ada satu pun benda materi yang bisa mencapai kecepatan setinggi itu. Dan apabila kecepatan benda materi ditingkatkan, sehingga mencapai kecepatan cahaya, maka lahirlah suatu hukum baru – hukum mukjizat!
Dalam karyanya, The Mysterious Universe, Sir James Jeans menyimpulkan, “Pengetahuan kita sedang menuju suatu kebenaran non-mekanis. Alam semesta ini lebih mirip dengan suatu ‘pikiran yang maha besar’ daripada suatu mesin raksasa.” Penemuan modern dalam bidang sains, semakin mendekati penemuan-penemuan dalam Veda.
Terlampaui sudah konsep kita tentang keabadian dunia benda. “Kematian” materi telah “melahirkan” zaman atom. Dan intisari atom adalah: cahaya. Dengan kecepatannya yang begitu tinggi, cahaya memang terasa “absolute”. Kenapa? Karena, tidak ada satu pun benda materi yang bisa mencapai kecepatan setinggi itu. Dan apabila kecepatan benda materi ditingkatkan, sehingga mencapai kecepatan cahaya, maka lahirlah suatu hukum baru – hukum mukjizat!
Para master yang bisa menciptakan sesuatu atau melenyapkan sesuatu, sebenarnya menggunakan hukum yang satu ini.
Seorang Yogi telah melampaui kesadaran jasmani, sehingga hukum gravitasi dan hukum-hukum lain terlampaui pula tidak bisa mengikat dirinya lagi. Ia yang menyadari jati-dirinya sebagai “jiwa yang melampaui batas waktu dan ruang” tidak akan terperangkap oleh hukum yang mengatur waktu dan jarak.
Tradisi-tradisi Timur Tengah menceritakan bahwa yang diciptakan pertama-tama adalah “cahaya”. Segala sesuatu yang lain tercipta dari cahaya awal itu. Para master, para nabi dalam setiap zaman selalu mengaitkan Tuhan dengan cahaya.
Dengan meditasi, seorang yogi mampu menyelaraskan kesadarannya dengan Kesadaran Ilahi. Bagi dia, perbedaan antara cahaya yang berwujud menjadi air, dan cahaya yang mewujud menjadi bumi sama sekali tidak berbeda. Terbebaskan dari kesadaran materi, terbebaskan dari tiga dimensi ruang dan dimensi keempat yaitu waktu, seorang master bisa mengubah badan kasatnya menjadi badan cahaya. Bagi dia, alam semesta ini bagaikan gumpalan cahaya yang satu adanya.
Apa yang terjadi dalam alam mimpi? Belenggu ego yang
mengikat kesadaran kita dengan dunia benda terlepaskan, dan tiba-tiba waktu dan
ruang terlampaui. Kita bertemu dengan mereka yang sudah lama mati. Kita
mengunjungi tempat-tempat yang jauh dan biasanya tak terjangkau. Memori masa
dari masa lalu pun muncul kepermukaan. Apa yang dialami oleh orang awam dalam
mimpi dapat dialami oleh seorang master dalam keadaan terjaga.
Bahkan ia dapat menyusun kembali struktur cahaya dan mengubah suatu situasi, sehingga malapetaka pun bisa terhindari. Inilah tujuan hidup manusia – melampaui ilusi yang membelenggu dirinya.
Bahkan ia dapat menyusun kembali struktur cahaya dan mengubah suatu situasi, sehingga malapetaka pun bisa terhindari. Inilah tujuan hidup manusia – melampaui ilusi yang membelenggu dirinya.
Tidak lama setelah memasuki Ordo Swami, pada tahun 1915
saya mengalami sesuatu yang aneh. Perang Dunia 1 tengah mengguncang tatanan
dunia. Pada suatu hari, dalam alam meditasi, tiba-tiba kesadaran saya pindah
kebadan seorang komandan perang. Suara dan asap tembakan seolah-olah membelah
langit. Saya berada dalam kapal perang yang sedang ditembaki meriam. Kapal saya
mulai tenggelam. Bersama beberapa teman yang masih hidup saya berusaha
menyelamatkan diri, tetapi akhirnya tertembak juga.
“Mati sudah saya.” Baru terpikir demikian, tiba-tiba kesadaran saya kembali ke badan kasat saya lagi. Saya hampir tidak percaya bahwa saya masih hidup. Tarik nafas, buang nafas. Ya, saya masih hidup.
“Tuhan, saya ini sudah mati atau masih hidup?” Dan saya melihat cahaya yang sangat menyilaukan. Ada pula suara lembut yang terdengar, “Cahaya tidak mengenal kelahiran dan kematian. Kamu terbentuk dari Cahaya-Ku Yang Kekal Abadi. Kelahiran dan kematian ibarat impian kosmis belaka. Bangkitlah anak-Ku, bangkitlah. Tinggalkan alam tidur, keluarlah dari alam mimpi!”
“Mati sudah saya.” Baru terpikir demikian, tiba-tiba kesadaran saya kembali ke badan kasat saya lagi. Saya hampir tidak percaya bahwa saya masih hidup. Tarik nafas, buang nafas. Ya, saya masih hidup.
“Tuhan, saya ini sudah mati atau masih hidup?” Dan saya melihat cahaya yang sangat menyilaukan. Ada pula suara lembut yang terdengar, “Cahaya tidak mengenal kelahiran dan kematian. Kamu terbentuk dari Cahaya-Ku Yang Kekal Abadi. Kelahiran dan kematian ibarat impian kosmis belaka. Bangkitlah anak-Ku, bangkitlah. Tinggalkan alam tidur, keluarlah dari alam mimpi!”
Penemuan-penemuan para saintis bagaikan anak tangga bagi
peningkatan kesadaran manusia. Semuanya itu dikehendaki oleh Tuhan dan baru
terjadi, baru ditemukan. Penemuan-penemuan modern dalam bidang sains
membuktikan bahwa segala sesuatu dalam alam ini, hanyalah manifestasi Kekuatan
Tunggal – yaitu cahaya yang digerakkan oleh Intelejensia Ilahi.
Ambil saja contoh layar perak – layar lebar dan gambar yang di proyeksikan diatasnya. Dengan trik-trik tertentu, apapun dapat direkam dan diproyeksikan. Badan astral seseorang dapat digambarkan seolah-olah sedang keluar dari badan kasat. Seseorang bisa berjalan di atas air, bisa bangkit kembali dari kematian bahkan kita bisa memutar balik film itu, sehingga hukum-hukum alam terasa dikacaukan. Dengan menggunakan keahliannya, seorang fotografer bisa menghadirkan gambar-gambar yang sungguh menakjubkan.
Ambil saja contoh layar perak – layar lebar dan gambar yang di proyeksikan diatasnya. Dengan trik-trik tertentu, apapun dapat direkam dan diproyeksikan. Badan astral seseorang dapat digambarkan seolah-olah sedang keluar dari badan kasat. Seseorang bisa berjalan di atas air, bisa bangkit kembali dari kematian bahkan kita bisa memutar balik film itu, sehingga hukum-hukum alam terasa dikacaukan. Dengan menggunakan keahliannya, seorang fotografer bisa menghadirkan gambar-gambar yang sungguh menakjubkan.
Semesta ini bagaikan suatu pertunjukan film yang
disutradarai oleh Yang Maha Esa. Dia pula yang menulis ceritanya dan
mengumpulkan para pelakunya. Persis seperti film yang diproyeksikan diatas
layar, semesta ini juga hanyalah kombinasi antara cahaya dan bayangan-bayangan.
Perbedaan-perbedaan yang terasa, gerakan-gerakan yang terlihat, semuanya
bersifat ilusif.
Seorang penonton bisa melihat bahwa gambar-gambar diatas layar itu diproyeksikan oleh sorotan cahaya. Persis demikian pula semesta ini, adegan-adegan berwarna yang terlihat oleh mata kasat sesungguhnya berasal dari Cahaya Ilahi. Untuk menghibur ciptaan-Nya, Tuhan menghadirkan sandiwara kehidupan diatas panggung alam semesta. Ada yang dijadikan pelaku, ada yang dijadikan penonton.
Seorang penonton bisa melihat bahwa gambar-gambar diatas layar itu diproyeksikan oleh sorotan cahaya. Persis demikian pula semesta ini, adegan-adegan berwarna yang terlihat oleh mata kasat sesungguhnya berasal dari Cahaya Ilahi. Untuk menghibur ciptaan-Nya, Tuhan menghadirkan sandiwara kehidupan diatas panggung alam semesta. Ada yang dijadikan pelaku, ada yang dijadikan penonton.
Pada suatu hari, saya menyempatkan diri nonton film
berita. Melihat adegan-adegan perang yang penuh dengan kekerasan, saya menjadi
sedih, “Tuhan, mengapa Engkau membiarkan penderitaan semacam ini?”
Tiba-tiba ada suara lembut yang muncul dari dalam diri saya sendiri, “Perhatikan, sesaat lagi pertunjukan ini akan berakhir. Gambar-gambar yang kamu lihat itu ilusif. Begitu pula dengan perang yang kamu anggap nyata. Kamu sedang menyaksikan sebuah pertunjukan dalam pertunjukan.”
Tiba-tiba ada suara lembut yang muncul dari dalam diri saya sendiri, “Perhatikan, sesaat lagi pertunjukan ini akan berakhir. Gambar-gambar yang kamu lihat itu ilusif. Begitu pula dengan perang yang kamu anggap nyata. Kamu sedang menyaksikan sebuah pertunjukan dalam pertunjukan.”
Saya masih belum puas, masih sedih. Sementara, Suara
Ilahi meneruskan. “Tanpa cahaya dan tanpa bayangan, semesta ini tidak akan ada.
Kadang kebaikan yang Berjaya, kadang kejahatan. Kebahagiaan di alam ini
bersifat temporer, sementara. Itu sebabnya, manusia bergulat untuk memperoleh
kebahagiaan yang kekal dan abadi. Tanpa penderitaan, ia tidak akan menyadari
asal-usulnya, jati-dirinya. Yang membuat dia sadar adalah penderitaan. Ia yang
bijak bisa keluar dari penderitaan ini. Apa yang kamu anggap kematian hanyalah
ilusi. Seorang pelaku sandiwara yang sadar tidak akan takut, karena peluru yang
mengenai dirinya bukanlah peluru beneran. Anak-anak-Ku adalah putra-putri
cahaya. Mereka tidak akan tidur untuk selamanya. Mereka akan terjaga!”
Sebelumnya saya pernah membaca begitu banyak tentang
maya, tetapi tidak pernah menghayatinya, menyadarinya sebagaimana saya sadari
hari itu, lewat pengalaman pribadi. Nilai-nilai kita, pemahaman kita akan
langsung berubah dan mengalami peningkatan, apabila kita sadar bahwa alam
semesta ini hanyalah panggung sandiwara, dan kebenaran diri kita berada di
baliknya. Setelah menyelesaikan bab ini, saya duduk diatas ranjang, dalam
postur teratai (duduk bersila dengan kedua kaki saling melipat). Kamar saya
agak remang-remang, disinari oleh dua lampu meja. Begitu mengangkat kepala,
saya melihat bintik-bintik cahaya keemasan di atas saya. Sesaat kemudian,
bagaikan guyuran air hujan, cahaya itu menyirami saya.
Dan badan saya seperti kehilangan bobotnya. Sepertinya saya tidak berada di atas ranjang lagi, dan sedang melayang-layang. Badan yang terasa sangat ringan mengayun-ayun kekanan dan kekiri. Sekitar saya, tak sesuatupun berubah. Perabotan dan dinding-dinding kamar masih sama. Tetapi, titik-titik cahaya di atas saya bertambah terus, sampai pada suatu saat langit-langit kamar tidak terlihat lagi. Yang terlihat hanyalah gumpalan cahaya.
Dan badan saya seperti kehilangan bobotnya. Sepertinya saya tidak berada di atas ranjang lagi, dan sedang melayang-layang. Badan yang terasa sangat ringan mengayun-ayun kekanan dan kekiri. Sekitar saya, tak sesuatupun berubah. Perabotan dan dinding-dinding kamar masih sama. Tetapi, titik-titik cahaya di atas saya bertambah terus, sampai pada suatu saat langit-langit kamar tidak terlihat lagi. Yang terlihat hanyalah gumpalan cahaya.
“Demikianlah cara bekerjanya film kosmis.” Sepertinya
cahaya yang telah menggumpal itu mengeluarkan suara, “Sorotan cahaya yang di
proyeksikan di atas ranjangmu menciptakan badanmu, wujudmu. Jangan lupa,
wujudmu sebenarnya adalah cahaya!”
Saya berusaha menggerakkan lengan saya. Bisa bergerak,
tetapi sepertinya tidak berbobot. Muncul rasa bahagia yang tak terungkapkan.
Persis sama seperti sorotan cahaya yang memproyeksikan film di atas layar.
Cukup lama juga saya menikmati pertunjukkan “film wujud” saya, dalam “teater kamar” saya yang remang-remang. Pengalaman yang indah sekali.
Saya baru menyadari sepenuhnya bahwa semuanya ini hanyalah permainan cahaya. Saya melihat keatas, kearah gumpalan cahaya dan mengatakan, “Cahaya Ilahi, cukup sudah pertunjukkan ini. Sekarang tariklah saya, kembali kepada-Mu.”
Namun yang terjadi justru sebaliknya, saat itu juga saya merasakan kembali bobot badan saya. Cahaya Ilahi pun lenyap dari pandangan. Rupanya, belum tiba saatnya bagi saya untuk menyatu kembali dengan Sumber Cahaya Ilahi tersebut.
Cukup lama juga saya menikmati pertunjukkan “film wujud” saya, dalam “teater kamar” saya yang remang-remang. Pengalaman yang indah sekali.
Saya baru menyadari sepenuhnya bahwa semuanya ini hanyalah permainan cahaya. Saya melihat keatas, kearah gumpalan cahaya dan mengatakan, “Cahaya Ilahi, cukup sudah pertunjukkan ini. Sekarang tariklah saya, kembali kepada-Mu.”
Namun yang terjadi justru sebaliknya, saat itu juga saya merasakan kembali bobot badan saya. Cahaya Ilahi pun lenyap dari pandangan. Rupanya, belum tiba saatnya bagi saya untuk menyatu kembali dengan Sumber Cahaya Ilahi tersebut.
Dari buku: Meniti Kehidupan Bersama Para Yogi, Fakir dan
Mistik
Otobiografi Paramhansa Yogananda
Dikisahkan kembali oleh: Anand Krishna
Halaman 311 – 330 – Bab 30
Otobiografi Paramhansa Yogananda
Dikisahkan kembali oleh: Anand Krishna
Halaman 311 – 330 – Bab 30
* Otobiografi Seorang Yogi bukanlah buku biasa.
Buku spiritual yang klasik ini sangat berharga. Sejak pertama diterbitkan pada
tahun 1946, sudah jutaan eksemplar yang terjual diseluruh dunia, dan telah
diterjemahkan kedalam lebih dari dua puluh bahasa, termasuk Bahasa Indonesia.
Bila kita mengikuti pesan-pesan didalamnya, berarti kita memulai sebuah
petualangan besar dalam kehidupan.
Paramhansa Yogananda adalah salah seorang Yogi
pertama yang meninggalkan India untuk mengajar di Barat. Pada mulanya ia
mengunjungi seluruh pelosok Amerika, menyampaikan ceramah di aula-aula terbesar
yang selalu dipenuhi oleh para pendengarnya. Setelah kunjungan singkat ketanah
kelahirannya, ia mendiami sebuah rumah ditepi pantai dan menulis buku ini.
Karya ini membantu meluncurkan, dan senantiasa mengilhami revolusi spiritual di
Barat. ___Kris Haahs, Ph.D
Komentar
Posting Komentar