Langsung ke konten utama

Jalan Penyerahan Diri Adalah Yang Tertinggi Sekaligus Tersulit

(Setelah ribuan tahun, kitab kebijaksanaan kuno Vigyana Bhairava Tantra pertama kali dibabarkan untuk umum oleh OSHO. Belakangan buku ini di publish dengan judul “The Book of Secret”. Vigyana Bhairava Tantra berisi 112 teknik yang diberikan oleh Shiva kepada Parvati. Berikut ini kutipan dari bab 2 yang berisi jawaban yang diberikan oleh OSHO tentang Teknik Penyerahan Diri/Surrender)

Pertanyaan 2 :

PADA JALAN PENYERAHAN DIRI (SURRENDER), BAGAIMANA SEORANG PENCARI DAPAT SAMPAI KEPADA TEKNIK YANG PALING TEPAT DARI SERATUS DUA BELAS METODE INI?

Question 2 :

ON THE PATH OF SURRENDER, HOW DOES THE SEEKER COME TO THE RIGHT TECHNIQUE OUT OF ONE HUNDRED AND TWELVE METHODS?

Di jalan kehendak ada banyak metode – ada seratus dua belas metode. Di jalan penyerahan diri, berserah diri adalah metode itu sendiri, tidak ada metode lain – ingat ini. Semua metode adalah bukan-penyerahan diri, karena metode itu bergantung pada dirimu sendiri. Engkau dapat melakukan sesuatu; tekniknya ada, sehingga engkau melakukannya. Di jalan penyerahan diri, engkau tidak ada lagi, sehingga engkau tidak dapat melakukan apa-apa. Engkau telah melakukan yang terakhir, yang tertinggi: engkau telah berserah diri. Di jalan penyerahan diri, berserah diri adalah satu-satunya metode.

On the path of will there are methods – these one hundred and twelve methods. On the path of surrender, surrender itself is the method, there are no other methods – remember this. All methods are non-surrendering, because a method means depending on yourself. You can do something; the technique is there, so you do it. On the path of surrender, you are no more, so you cannot do anything. You have done the ultimate, the last: you have surrendered. On the path of surrender, surrender is the only method.

Semua ini seratus dua belas metode memerlukan kehendak tertentu; mereka membutuhkan dirimu untuk melakukan sesuatu. Engkau memanipulasi energimu, engkau menyeimbangkan energimu, engkau menciptakan sebuah pusat dalam kekacauanmu. Engkau melakukan sesuatu. Upayamu adalah signifikan, mendasar, diperlukan. Sementara di jalan penyerahan diri hanya satu hal yang diperlukan – engkau berserah diri. Kita akan mendalami keseratus dua belas metode ini, sehingga sangat baik untuk mengatakan sesuatu tentang penyerahan diri karena ia tidak memiliki metode.

All these one hundred and twelve methods require a certain will; they require something to be done by you. You manipulate your energy, you balance your energy, you create a center in your chaos. You do something. Your effort is significant, basic, required. On the path of surrender only one thing is required – you surrender. We will go deep into these one hundred and twelve methods, so it is good to say something about surrender because it has no method.

Di dalam seratus dua belas metode ini sama sekali tidak ada metode penyerahan diri. Mengapa Shiva tidak mengatakan apapun tentang berserah diri? Karena tidak ada yang dapat dikatakan. Bhairavi sendiri, Devi sendiri, telah mencapai Shiva tanpa melalui metode apapun. Dia hanya berserah diri. Jadi ini harus dicatat. Dia menanyakan semua pertanyaan ini bukan untuk dirinya sendiri, semua pertanyaan ini ditanyakan adalah untuk seluruh kemanusiaan. Dia telah mencapai Shiva. Dia sudah berada di pangkuan-nya; Shiva sudah memeluknya. Dia telah menjadi satu dengan-nya, tapi ia masih bertanya.

In these one hundred and twelve methods there will be nothing about surrender. Why has Shiva not said anything about surrender? Because nothing can be said. Bhairavi herself, Devi herself, has reached Shiva not through any method. She has simply surrendered. So this must be noted. She is asking these questions not for herself, these questions are asked for the whole humanity. She has attained Shiva. She is already in his lap; she is already embraced by him. She has become one with him, but still she is asking.

Jadi ingat satu hal, Devi tidak bertanya untuk dirinya sendiri; tidak perlu. Dia bertanya untuk seluruh umat manusia. Tapi jika ia telah mencapainya, mengapa ia bertanya kepada Shiva? Tidak bisakah ia berbicara sendiri kepada kemanusiaan? Devi telah mencapainya melalui jalur penyerahan diri, jadi ia tidak mengetahui apapun tentang metode. Dia sendiri telah mencapainya melalui cinta; cinta sudah cukup. Cinta tidak perlu apa-apa lagi. Devi telah sampai melalui cinta, jadi ia tidak mengetahui apa-apa tentang metode, tentang teknik. Itulah sebabnya ia bertanya.

So remember one thing, she is not asking for herself; there is no need. She is asking for the whole humanity. But if she has attained, why is she asking Shiva? Can she herself not speak to the humanity? She has come through the path of surrender, so she doesn’t know anything about method. She herself has come through love; love is enough unto itself. Love doesn’t need anything more. She has come through love, so she doesn’t know anything about any methods, techniques. That is why she is asking.

Jadi Shiva mengaitkan seratus dua belas metode. Dia tidak akan berbicara tentang penyerahan diri karena penyerahan diri bukan metode. Engkau berserah diri hanya ketika setiap metode telah menjadi sia-sia, ketika tidak ada metode apapun lagi yang dapat membantumu mencapainya. Engkau telah mencoba yang terbaik. Engkau telah mengetuk setiap pintu dan tidak ada pintu yang terbuka, dan engkau telah melewati semua rute dan tidak ada rute yang tercapai. Engkau telah melakukan apapun yang dapat engkau lakukan, dan sekarang engkau merasa tidak berdaya. Dalam ketidakberdayaan yang total penyerahan diri terjadi. Jadi di jalan penyerahan diri tidak ada metode.

So Shiva relates one hundred and twelve methods. He also will not talk about surrender because surrender is not a method really. You surrender only when every method has become futile, when you cannot reach by any method. You have tried your best. You have knocked on every door and no door opens, and you have passed through all the routes and no route reaches. You have done whatsoever you can do, and now you feel helpless. In that total helplessness surrender happens. So on the path of surrender there is no method.

Tapi apakah berserah diri itu dan bagaimana cara kerjanya? Dan jika jalan penyerahan diri dapat membuahkan hasil, lalu mengapa membutuhkan seratus dua belas metode ini? Lalu mengapa melakukan metode yang tidak penting? – Pikiran akan bertanya. Lalu baiklah! Jika penyerahan diri membuahkan hasil, lebih baik berserah diri. Mengapa mencari-cari metode? Dan siapa yang tahu apakah suatu metode akan sesuai denganmu atau tidak? Dan mungkin saja membutuhkan waktu seumur hidup untuk mencari tahu. Sehingga sangat baik untuk berserah diri, tetapi itu sulit. Berserah diri adalah hal yang paling sulit di dunia.

But what is surrender and how does it work? And if surrender works, then what is the need of one hundred and twelve methods? Then why go into them unnecessarily? – the mind will ask. Then okay! If surrender works, it is better to surrender. Why go on hankering after methods? And who knows whether a particular method will suit you or not? And it may take lives to find out. So it is good to surrender, but it is difficult. It is the most difficult thing in the world.

Metode tidak sulit. Mereka mudah; engkau dapat melatih dirimu. Tapi untuk berserah diri engkau tidak dapat melatih dirimu sendiri … tidak ada pelatihan! Engkau tidak dapat bertanya bagaimana caranya untuk berserah diri; ini pertanyaan yang sangat tidak masuk akal. Bagaimana engkau dapat bertanya bagaimana caranya berserah diri? Bagaimana engkau dapat bertanya bagaimana caranya mencintai?

Methods are not difficult. They are easy; you can train yourself. But for surrender you cannot train yourself… no training! You cannot ask how to surrender; the very question is absurd. How can you ask how to surrender? Can you ask how to love?

Entah ada cinta atau tidak ada, tetapi engkau tidak dapat bertanya bagaimana caranya mencintai. Dan jika seseorang memberitahumu dan mengajarkanmu bagaimana caranya mencintai, ingat, maka engkau tidak akan pernah mampu mencintai. Begitu teknik untuk mencintai diberikan kepadamu, engkau akan melekat pada teknik. Itulah sebabnya para aktor tidak dapat mencintai. Mereka mengetahui begitu banyak teknik, begitu banyak metode – dan kita semua adalah aktor. Begitu engkau mengetahui trik bagaimana untuk mencintai, maka cinta tidak akan berbunga. Kemudian engkau dapat membuat pemalsuan, penipuan. Dengan penipuan itu engkau berada di luarnya, tidak terlibat. Engkau terlindungi.

Either there is love or there is not, but you cannot ask how to love. And if someone tells you and teaches you how to love, remember, then you will never be capable of love. Once a technique is given to you for love, you will cling to the technique. That is why actors cannot love. They know so many techniques, so many methods – and we are all actors. Once you know the trick how to love, then love will not flower because you can create a facade, a deception. And with the deception you are out of it, not involved. You are protected.

Cinta adalah menjadi benar-benar terbuka, rentan. Hal ini berbahaya. Engkau menjadi tidak aman. Kita tidak bisa bertanya bagaimana caranya untuk mencintai, kita tidak bisa bertanya bagaimana caranya untuk berserah diri. Hal ini terjadi! Cinta terjadi, berserah diri terjadi. Cinta dan berserah diri adalah sesuatu yang mendalam. Tapi apakah ini? Dan jika kita tidak bisa tahu bagaimana caranya berserah diri, setidaknya kita dapat tahu bagaimana menjaga diri kita sendiri dari penyerahan diri, bagaimana kita dapat mencegah diri kita sendiri dari berserah diri. Itu dapat diketahui dan itu dapat membantu.

Love is being totally open, vulnerable. It is dangerous. You become insecure. We cannot ask how to love, we cannot ask how to surrender. It happens! Love happens, surrender happens. Love and surrender are deeply one. But what is it? And if we cannot know how to surrender, at least we can know how we are maintaining ourselves from surrendering, how we are preventing ourselves from surrendering. That can be known and that is helpful.

Bagaimana mungkin engkau belum berserah diri juga? Apakah teknik tidak-menyerahkan diri-mu? Jika engkau belum jatuh cinta juga, maka masalah yang sebenarnya bukan bagaimana untuk mencintai. Masalah sebenarnya adalah untuk menggali lebih dalam untuk mengetahui bagaimana engkau dapat hidup tanpa cinta, apakah trikmu, apakah teknikmu, apakah strukturmu, struktur pertahananmu, bagaimana engkau dapat hidup tanpa cinta. Itu dapat dipahami, dan harus dipahami.

How is it that you have not surrendered yet? What is your technique of non-surrendering? If you have not fallen in love yet, then the real problem is not how to love. The real problem is to dig deep to find out how you have lived without love, what is your trick, what is your technique, what is your structure – your defense structure, how you have lived without love. That can be understood, and that should be understood.

Hal pertama: kita hidup dengan ego, dalam ego, berpusat di ego. Aku tanpa mengetahui siapa aku. Aku terus mengumumkan, “aku” dan “ke-aku-an” ini adalah palsu, karena aku tidak tahu siapa diriku. Dan kecuali aku tahu siapa diriku, bagaimana aku dapat mengatakan “aku”? “Aku” ini adalah “aku” palsu. “Aku” palsu ini adalah ego. Ini adalah pertahanan. Ini yang melindungimu dari penyerahan diri.

First thing: we live with the ego, in the ego, centered in the ego. I am without knowing who I am. I go on announcing, ”I am.” This ”I-am-ness” is false, because I do not know who I am. And unless I know who I am, how can I say ”I”? This ”I” is a false ”I”. This false ”I” is the ego. This is the defense. This protects you from surrendering.

Engkau tidak dapat berserah diri, tapi engkau dapat menyadari adanya mekanisme pertahanan ini. Jika engkau menyadari hal itu, ia akan larut. Kemudian secara bertahap, itu tidak lagi diperkuat, dan suatu hari engkau akan merasa, “Aku bukan ini.” Pada saat engkau merasa “Aku bukan ini,” penyerahan diri terjadi. Jadi cobalah untuk mencari tahu apakah itu adalah dirimu. Sungguh, apakah ada pusat didirimu yang dapat engkau sebut sebagai “aku”? Menyelam lah jauh ke dalam dirimu, cobalah untuk mencari tahu di mana “aku” ini, dimana tempat tinggal ego.

You cannot surrender, but you can become aware of this defense measure. If you have become aware of it, it dissolves. By and by, you are not strengthening it, and one day you come to feel, ”I am not.” The moment you come to feel ”I am not,” surrender happens. So try to find out whether you are. Really, is there any center in you that you can call your ”I”?. Go deep down within yourself, go on trying to find out where is this ”I”, where is the abode of this ego.

Rinzai pergi ke guru-nya dan ia berkata, “Beri aku kebebasan!” Guru-nya berkata, “Bawa dirimu. Jika engkau melakukannya, aku akan membuatmu bebas. Tapi jika engkau tidak melakukannya, maka bagaimana aku dapat membuatmu bebas? Engkau sudah bebas. Dan kebebasan itu,” guru-nya berkata, “adalah bukan kebebasanmu. Sebenarnya, kebebasan itu adalah kebebasan dari ‘dirimu’ sendiri. Jadi pergi dan cari tahulah dimana ‘aku’ ini, dimana dirimu, lalu datanglah kepadaku. Ini adalah meditasi. Pergi dan bermeditasi lah.”

Rinzai went to his master and he said, ”Give me freedom!” The master said, “Bring yourself. If you are, I will make you free. But if you are not, then how can I make you free? You are already free. And freedom,” his master said, ”is not your freedom. Really, freedom is freedom from ‘you’. So go and find out where this ‘I’ is, where you are, then come to me. This is the meditation. Go and meditate.”

Kemudian Rinzai pergi dan bermeditasi selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan kemudian ia datang kembali. Lalu ia berkata, “Aku bukan tubuh. Hanya ini yang aku temukan.” Lalu sang guru mengatakan, “Sejauh ini kamu sudah terbebaskan. Pergi lagi. Coba cari tahu lagi.” Kemudian ia mencoba, bermeditasi, dan ia menemukan bahwa “Aku bukan pikiranku, karena aku dapat mengamati pikiranku. Jadi pengamat berbeda dari yang diamati – aku bukan pikiranku” Dia datang kembali dan berkata, “Aku bukan pikiranku” Lalu guru-nya mengatakan, “Sekarang engkau hampir terbebaskan. Sekarang pergi lagi dan cari tahu siapa dirimu.”

So the disciple Rinzai goes and meditates for weeks, months, and then he comes. Then he says, ”I am not the body. Only this much I have found.” So the master says, ”This much you have become free. Go again. Try to find out.” Then he tries, meditates, and he finds that ”I am not my mind, because I can observe my thoughts. So the observer is different from the observed – I am not my mind.” He comes and says, ”I am not my mind.” So his master says, ”Now you are three-fourths liberated. Now go again and find out who you are.”

Kemudian Rinzai berpikir, “Aku bukan tubuhku. Aku bukan pikiranku.” Dia telah membaca, mempelajari, mendapat informasi, jadi ia dapat memikirkan, “Aku bukan tubuhku, bukan pikiranku, jadi aku pasti adalah jiwaku, ATMA ku.” Tapi ia kemudian bermeditasi, dan akhirnya menemukan bahwa tidak ada atman, tidak ada jiwa, karena atma ini tidak lain hanyalah informasi – doktrin, kata-kata, filsafat.

So he was thinking, ”I am not my body. I am not my mind.” He had read, studied, he was well informed, so he was thinking, ”I am not my body, not my mind, so I must be my soul, my ATMA.” But he meditated, and then he found that there is no atman, no soul, because this atma is nothing but your mental information – just doctrines, words, philosophies.

Kemudian suatu hari dia berlari dan berkata, “Sekarang diriku tidak ada lagi!” Lalu guru-nya berkata “Apakah aku sekarang akan mengajarkanmu metode untuk kebebasan?” Rinzai berkata, “Aku bebas karena aku tidak ada lagi. Tidak ada lagi yang diperbudak. Aku hanyalah kekosongan yang luas, ketiadaan.”

So he came running one day and he said, ”Now I am no more!” Then his master said, ”Am I now to teach you the methods for freedom?” Rinzai said, ”I am free because I am no more. There is no one to be in bondage. I am just a wide emptiness, a nothingness.”

Hanya ketiadaan yang dapat bebas. Jika engkau adalah sesuatu, engkau akan berada dalam perbudakan. Hanya kekosongan, ruang kosong, yang bisa bebas. Maka engkau tidak dapat mengikatnya. Rinzai berlari dan mengatakan, “Aku tidak ada lagi. Aku tidak bisa ditemukan dimana-mana.” Ini adalah kebebasan. Dan untuk pertama kalinya ia menyentuh kaki guru-nya – untuk pertama kalinya! Sebenarnya tidak, karena ia telah menyentuhnya berkali-kali sebelumnya. Tapi sang guru berkata, “Untuk pertama kalinya engkau telah menyentuh kakiku.”

Only nothingness can be free. If you are something, you will be in bondage. If you are, you will be in bondage. Only a void, a vacant space, can be free. Then you cannot bind it. Rinzai came running and said, ”I am no more. Nowhere am I to be found.” This is freedom. And for the first time he touched his master’s feet – for the first time! Not actually, because he had touched them many times before also. But the master said, ”For the first time you have touched my feet.”

Rinzai menanyakan, “Mengapa engkau mengatakan untuk pertama kalinya? Aku telah menyentuh kakimu berkali-kali.” Guru-nya berkata, “Tapi engkau ada di sana, jadi bagaimana engkau dapat menyentuh kakiku sementara engkau sudah berada di sana?” Bagaimana engkau dapat menyentuh kakiku ketika engkau berada disana? Sang “aku” tidak akan pernah bisa menyentuh kaki siapa pun. Meskipun itu terlihat seperti menyentuh kaki seseorang, itu adalah menyentuh kakinya sendiri, hanya dengan cara yang melingkar. “Engkau telah menyentuh kakiku untuk pertama kalinya,” guru-nya berkata “karena sekarang engkau tidak ada lagi. Dan ini juga merupakan yang terakhir kalinya,” guru-nya berkata. “Yang pertama dan yang terakhir.”

Rinzai asked, ”Why do you say for the first time? I have touched your feet many times.” The master said, ”But you were there, so how could you touch my feet while you were already there? While you are there how can you touch my feet?” The ”I” can never touch anybody’s feet. Even though it apparently looks like it touches somebody’s feet, it is touching its own feet, just in a round-about way. ”You have touched my feet for the first time,” the master said, ”because now you are no more. And this is also the last time,” the master said. ”The first and the last.

Penyerahan diri terjadi ketika engkau tidak ada lagi, jadi ENGKAU tidak dapat berserah diri. Itu sebabnya penyerahan diri tidak dapat menjadi teknik. Engkau tidak dapat berserah diri – dirimu adalah halangan tersebut. Bila engkau tidak ada, maka ada penyerahan diri. Jadi engkau dan penyerahan diri tidak bisa hidup bersama, tidak ada koeksistensi antara engkau dan penyerahan diri. Entah engkau yang ada atau penyerahan diri yang ada. Jadi cari tahu dimana dirimu, siapa dirimu. Penyelidikan ini menciptakan banyak hasil yang mengejutkan.

Surrender happens when you are not, so YOU cannot surrender. That is why surrender cannot be a technique. You cannot surrender – you are the hindrance. When you are not, surrender is there. So you and surrender cannot cohabit, there is no coexistence between you and surrender. Either you are or surrender is. So find out where you are, who you are. This inquiry creates many, many surprising results.

Ramana Maharshi sering mengatakan, “Selidiki ‘Siapakah aku?” Namun itu telah disalah pahami. Bahkan murid-murid terdekatnya belum memahami makna sesungguhnya. Mereka berpikir bahwa ini adalah sebuah penyelidikan untuk benar-benar mengetahui “Siapakah aku?” Bukan seperti itu! jika engkau terus menerus menanyakan “Siapakah aku?” Engkau pasti sampai pada kesimpulan bahwa engkau bukanlah apa-apa. Jadi ini bukan benar-benar penyelidikan untuk mencari tahu “Siapakah aku?” Sungguh, ini adalah penyelidikan untuk melarutkan diri.

Ramana Maharshi used to say, ”Inquire ‘Who am I ?’” It was misunderstood. Even his nearest disciples have not understood the meaning of it. They think that this is an inquiry to find out really ”Who am I?” It is not! if you go on inquiring ”Who am I?” you are bound to come to the conclusion that you are not. This is not really an inquiry to find out ”Who am I?” Really, this is an inquiry to dissolve.

Aku telah memberikan banyak teknik ini, untuk menyelidiki ke dalam diri “Siapakah aku?” Kemudian sebulan atau dua bulan kemudian, mereka akan datang kepadaku dan mengatakan, “Aku masih belum menemukan ‘Siapakah aku?’ Pertanyaannya masih sama; tidak ada jawaban.“

I have given many this technique, to inquire within ”Who am I?” Then a month or two months later, they will come to me and say, ”I have still not found ‘Who am I?’ The question is still the same; there is no answer.”

Jadi aku memberitahu mereka, “Lanjutkan. Suatu hari jawabannya akan datang.” Dan mereka berharap bahwa jawabannya akan datang. Tidak akan ada jawaban. Hanya pertanyaan itu yang akan larut. Tidak akan ada jawaban bahwa “Engkau adalah ini.” Hanya pertanyaannya yang akan larut. Bahkan tidak akan ada lagi yang bertanya “Siapakah aku?” Dan kemudian engkau akan tahu.

So I tell them, ”Continue. Someday the answer will come.” And they hope that the answer will come. There is going to be no answer. It is only that the question will dissolve. There is not going to be an answer, that ”You are this.” Only the question will dissolve. There will be no one to ask even ”Who am I?” And then you know.

Ketika “aku” tidak ada, maka “Aku” yang sebenarnya terbuka. Ketika ego tidak ada, engkau untuk pertama kalinya menghadapi keberadaanmu yang sesungguhnya. Engkau adalah kekosongan. Kemudian engkau dapat melakukan penyerahan diri; maka engkau memasrahkan diri. Kini engkau berserah diri. Jadi tidak akan ada teknik, atau hanya teknik-teknik negatif seperti penyelidikan diri untuk mempertanyakan “Siapakah aku?” ini.

When the ”I” is not, the real ”I” opens. When the ego is not, you are for the first time encountering your being. That being is void. Then you can surrender; then you have surrendered. You are surrender now. So there can be no techniques, or only negative techniques like this inquiry into ”Who am I?”

Bagaimana penyerahan diri bekerja? Jika engkau berserah diri, apa yang terjadi? Kita mencoba memahami bagaimana metode ini bekerja. Kita akan menyelam lebih jauh ke dalam metode, dan kita akan mencoba untuk mengetahui bagaimana mereka bekerja. Mereka memiliki dasar ilmiah untuk bekerja.

How does surrender work? If you surrender, what happens? We will come to understand how methods work. We will go deep into methods, and we will come to know how they work. They have a scientific basis of working.

Ketika engkau berserah diri engkau menjadi seperti sebuah lembah; ketika engkau memiliki ego engkau seperti puncak gunung. Ego berarti engkau berada di atas orang lain, engkau adalah seseorang. Yang lain mungkin dapat mengenalimu, mungkin juga tidak – Itu adalah soal lain. Engkau mengetahui bahwa engkau berada di atas semua orang. Engkau seperti sebuah puncak; tidak ada yang dapat memasukimu.

When you surrender you become a valley; when you are an ego you are like a peak. Ego means you are above everyone else, you are somebody. The others may recognize you, may not recognize you – that is another thing. You recognize that you are above everyone. You are like a peak; nothing can enter you.

Ketika seseorang berserah diri, orang tersebut menjadi seperti lembah. Dia menjadi dalam, tidak tinggi. Maka seluruh keberadaan mulai tercurah kepadanya dari mana-mana. Dia menjadi hanya seperti vakum, hanya kedalaman, jurang, tak bertepi. Seluruh keberadaan mulai tercurah kepadanya dari segala arah. Engkau dapat mengatakan bahwa Ketuhanan melingkupinya dari mana-mana, memasukinya melalui setiap pori-porinya, Memenuhinya secara total.

When one surrenders, one becomes like a valley. One becomes depth, not height. Then the whole existence begins to pour into him from everywhere. He is just a vacuum, just a depth, an abyss, bottomless. The whole existence begins to pour from everywhere. You can say God runs from everywhere to him, enters him from every pore, fills him totally.

Penyerahan diri ini, untuk menjadi lembah, jurang, dapat dirasakan dalam banyak cara. Ada penyerahan diri kecil; ada penyerahan diri besar. Bahkan dalam penyerahan diri kecil engkau pun merasakan itu. Berserah diri kepada seorang master adalah penyerahan diri kecil, tetapi engkau dapat mulai merasakannya karena segera saja sang master akan mulai mengalirimu. Jika engkau berserah diri kepada master, tiba-tiba engkau merasakan energi-nya mengalir ke dalam dirimu. Jika engkau tidak dapat merasakan energi mengalir ke dalam dirimu, maka ketahuilah dengan baik bahwa engkau belum berserah diri bahkan dalam cara yang kecil.

This surrender, this becoming a valley, an abyss, can be felt in many ways. There are minor surrenders; there are major surrenders. Even in minor surrenders you feel it. Surrendering to a master is a minor surrender, but you begin to feel it because the master begins to flow into you immediately. If you surrender to a master, suddenly you feel his energy flowing into you. If you cannot feel energy flowing into you, then know well you have not surrendered even in a minor way.

Ada begitu banyak cerita yang menjadi tidak berarti bagi kita karena kita tidak mengetahui bagaimana hal itu dapat terjadi. Mahakashyap mendatangi Buddha, dan Buddha hanya menyentuh kepala-nya dengan tangan-nya, dan hal itu pun terjadi. Lalu Mahakashyap mulai menari. Kemudian Ananda bertanya kepada Buddha, “Apa yang terjadi padanya? Dan saya telah selama empat puluh tahun bersama denganmu! Apakah dia gila? Atau ia hanya membodohi orang lain? Apa yang terjadi padanya? Dan aku telah menyentuh kakimu sebanyak ribuan kali.”

There are so many stories which have become meaningless for us because we do not know how they happened. Mahakashyap came to Buddha, and Buddha just touched his head with his hand, and the thing happened. And Mahakashyap began to dance. So Ananda asked Buddha, ”What has happened to him? And I have been for forty years with you! Is he mad? Or is he just fooling others? What has happened to him? And I have touched your feet thousands and thousands of times.”

Tentu saja, untuk Ananda, Mahakashyap ini entah akan terlihat seperti gila atau seolah-olah hanya menipu. Dia telah bersama dengan Buddha selama empat puluh tahun, tapi ada masalah disini. Dia adalah seorang kakak dari Buddha; Itulah masalahnya. Ketika Ananda datang ke Buddha empat puluh tahun sebelumnya, hal pertama yang ia katakan kepada Buddha adalah ini: “Aku kakakmu, dan ketika engkau telah menginisiasi aku, aku akan menjadi muridmu. Jadi izinkan aku meminta tiga hal sebelum aku menjadi muridmu, karena setelah ini aku tidak bisa meminta. Satu, aku akan selalu bersamamu. Beri aku janji ini, sehingga engkau tidak akan mengatakan kepadaku, ‘Pergilah ke tempat lain.” Aku akan mengikutimu.

Of course, to Ananda, this Mahakashyap will either look like he is mad or as if he is just deceiving. He was with Buddha for forty years, but there was a problem. He was his elder brother, Buddha’s elder brother; that was the problem. When Ananda came to Buddha forty years before, the first thing he said to Buddha was this: ”I am your elder brother, and when you will initiate me, I will become your disciple. So allow me three things before I become your disciple, because then I cannot demand. One, I will always be with you. Give me this promise, that you will not say to me, ‘Go somewhere else.’ I will follow you.

“Kedua, aku akan tidur di kamar yang sama di mana engkau tidur. Engkau tidak bisa mengatakan kepadaku, ‘Pergilah.’ Aku akan menyertaimu seperti bayanganmu sendiri. Dan ketiga, jika aku membawa orang setiap saat, bahkan di tengah malam, engkau harus menerimanya. Engkau tidak bisa mengatakan, ‘Ini bukan waktunya.” Dan berikan aku tiga janji ini sementara aku masih kakakmu, karena begitu aku menjadi muridmu aku akan harus mengikutimu. Engkau masih lebih muda dari aku, jadi beri aku janji ini.”

”Secondly, I will sleep in the same room where you sleep. You cannot say to me, ‘Go out.’ I will be with you like your shadow. And thirdly, if I bring anyone at any time, even at midnight, you will have to answer him. You cannot say, ‘This is not the time.’ And give me these three promises while I am still your elder brother, because once I become your disciple I will have to follow you. You are still younger than me, so give me these promises.”

Jadi Buddha berjanji, dan ini yang menjadi masalahnya. Selama empat puluh tahun Ananda bersama dengan Buddha, tapi ia tidak pernah bisa berserah diri, karena ini bukanlah semangat penyerahan diri. Ananda bertanya, berkali-kali, “Kapan aku akan mencapainya?” Buddha mengatakan, “Kecuali setelah kematianku, engkau tidak akan dapat mencapainya.” Dan Ananda dapat mencapai pencerahan hanya ketika Buddha meninggal.

So Buddha promised, and this became the problem. For forty years Ananda was with Buddha, but he could never surrender, because this is not the spirit of surrender. Ananda asked many, many times, ”When am I going to attain?” Buddha said, ”Unless I die, you will not attain.” And Ananda could attain only when Buddha died.

Apa yang terjadi dengan Mahakashyap ini secara tiba-tiba? Apakah Buddha parsial – parsial untuk Mahakashyap? Dia tidak demikian! Dia mengalir, mengalir terus menerus. Tapi engkau harus menjadi lembah, rahim, untuk menerima-nya. Jika engkau berada di atasnya, bagaimana engkau dapat menerima? Energi yang mengalir itu tidak dapat datang kepadamu, itu akan melewatkanmu. Jadi berlututlah. Bahkan dalam penyerahan diri kecil dengan seorang master, energi akan mulai mengalir. Tiba-tiba, Segera, engkau menjadi sebuah kendaraan dari daya kekuatan yang besar.

What happened to this Mahakashyap suddenly? Is Buddha partial – partial to Mahakashyap? He is not! He is flowing, constantly flowing. But you have to be a valley, a womb, to receive him. If you are above him, how can you receive? That flowing energy cannot come to you, it will miss you. So bow down. Even in a minor surrender with a master, energy begins to flow. Suddenly, immediately, you become a vehicle of a great force.

Ada beribu-ribu cerita … hanya dengan sebuah sentuhan, hanya dengan sebuah pengelihatan, seseorang menjadi tercerahkan. Hal itu tidak rasional bagi kita. Bagaimana itu mungkin? Hal ini mungkin! Bahkan sebuah pengelihatan dari seorang master ke dalam mata-mu akan mengubah seluruh keberadaanmu, tetapi engkau dapat berubah hanya ketika matamu telah kosong, seperti-lembah. Jika engkau dapat menyerap tampilan master, segera engkau akan menjadi berbeda.

There are thousands and thousands of stories… just by a touch, just by a look, someone became enlightened. They do not appear rational to us. How is this possible? This is possible! Even a look from the master into your eyes will change your total being, but it can change only if your eyes are just vacant, valley-like. If you can absorb the look of the master, immediately you will be different.

Jadi penyerahan diri kecil ini yang terjadi sebelum engkau berserah diri sepenuhnya. Penyerahan diri kecil ini mempersiapkanmu untuk penyerahan diri secara total. Setelah engkau mengetahui bahwa melalui penyerahan diri engkau menerima sesuatu yang tidak diketahui, luar biasa, tak terduga, bahkan yang tidak pernah engkau impikan, maka engkau telah siap untuk penyerahan diri besar. Dan itu adalah pekerjaan seorang master – untuk membantumu dalam penyerahan diri kecil sehingga engkau dapat mengumpulkan keberanian untuk penyerahan diri besar, untuk penyerahan diri sepenuhnya, secara total.

So these are minor surrenders that happen before you surrender totally. And these minor surrenders prepare you for the total surrender. Once you have known that through surrender you receive something unknown, unbelievable, unexpected, never even dreamed of, then you are ready for a major surrender. And that is the work of the master – to help you in minor surrenders so that you can gather courage for a major surrender, for a total surrender.

Vigyana Bhairava Tantra. Chapter 2. Question 2.
Posted by Kriya Yoga Nusantara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salah Satu Syair Rumi Tentang Reinkarnasi

Sebagai tahapan yang harus dilalui wujud lahir, tingkatan wujud berikutnya akan berproses sesuai dengan rancangan wujud sebelumnya. Dengan jalan seperti ini muncullah ribuan perubahan. Dan tiap perubahan selalu lebih baik dari sebelumnya. Sadarilah selalu wujudmu saat ini karena jika kau berpikir tentang wujudmu di masa lalu, maka kau akan memisahkan dirimu dari Diri Sejatimu. Inilah semua keadaan yang tetap yang kau saksikan dalam kematian. Lalu mengapa harus kau palingkan mukamu dari kematian? Ketika tahapan kedua lebih baik dari tahapan pertama, maka matilah dengan senyum suka cita. Dan arahkan pandanganmu ke depan untuk menempati wujud baru yang lebih baik dari wujud sebelumnya. Sadarilah, dan jangan tergesa-gesa. Kau harus mati terlebih dulu sebelum memperbaiki diri. Laksana sang surya, hanya jika kau tenggelam di Barat, maka di Timur, kau akan menyaksikan wajahmu yang cerlang gemilang.  ( Jalaluddin Rumi ) Tulisan Di Batu Nisan Jalaluddin...

Kata-Kata Indah Dari Osho

Kita telah hidup dalam pikiran selama begitu banyak kehidupan, dan kita telah menjadi selaras dengan kegelapannya, dengan keburukannya, kesia-siaannya. Ketika engkau bertindak tanpa pikiran, seluruh keberadaanmu bergetar. Engkau bergerak di jalur yang berbahaya. Pikiran berkata, “Waspada! Pikirkan dulu, baru kemudian bertindak.” Tetapi jika engkau berpikir dulu dan baru kemudian melakukan sesuatu, perbuatanmu akan selalu mati, basi. Ini akan keluar dari pikiran, ini tidak akan menjadi nyata dan otentik. Maka engkau tidak bisa mencintai, Maka engkau tidak bisa bermeditasi, Maka engkau tidak bisa benar-benar hidup dan engkau tidak bisa mati. Engkau menjadi hantu, keberadaan yang palsu. Cinta mengetuk hatimu dan engkau berkata, “Tunggu! Aku akan memikirkannya.” Kehidupan terus mengetuk pintumu dan engkau berkata, “Tunggu! Aku akan memikirkannya.” OSHO, A Bird on the wing, Chpt 9, Save the cat “Kuasai hanya satu hal: dirimu sen...

Osho, aku ingin berdoa kepada Tuhan. Tolong ajari aku caranya

“Prayer means gratefulness, prayer means no complaint. Prayer means ”I am thankful for all that has been given to me; more I could not have asked for.” In that very prayerfulness one becomes graceful”. ___Osho Doa berarti rasa syukur, doa berarti tidak ada keluhan. Doa berarti “Saya bersyukur untuk semua yang telah diberikan kepada saya; lebih saya tidak bisa meminta.” Dalam penuh rasa syukur itu orang menjadi graceful.. ------------------------------------------- “Osho, aku ingin berdoa kepada Tuhan. Tolong ajari aku caranya” Osho: “JANGAN MEREPOTKAN ALLAH, DIA PUNYA MASALAH SENDIRI. Tidakkah anda lihat apa pun yang Dia ciptakan adalah mati? Anda menyimpan masalah anda kepada diri sendiri. Mengapa orang harus ingin berdoa kepada Allah? ALLAH TIDAK MEMBUTUHKAN DOA-DOA ANDA. Anda mungkin memerlukan doa-doa itu — tapi mereka tidak akan sesuatu yang lebih dari suara keinginan anda, tuntutan anda, mengekspresikan keluhan anda. Itulah apa yang dilakukan orang atas nama d...