Pada awalnya seorang yang bijak merupakan pembimbing
seorang murid. Segera setelah memungkinkan, guru ini melepaskan si murid,
sebagai orang yang memperoleh hikmahnya sendiri, dan kemudian ia melanjutkan
kerja dirinya.
Para GURU PALSU dalam sufisme, sebagaimana dimana saja,
tidaklah sedikit. Maka para Sufi dihadapkan pada situasi aneh, sebab sementara
GURU PALSU bisa jadi tampak seperti asli (karena ia berusaha keras untuk
berpenampilan seperti yang diinginkan muridnya), sedangkan Sufi sejati
seringkali tidak seperti apa yang dikira oleh Salik yang belum terlatih dan
belum bisa membedakan.
Rumi mengingatkan, “Jangan menilai seorang Sufi sebagai
seseorang yang bisa dilihat, sobat. Berapa lama, seperti seorang anak kecil,
engkau hanya lebih menyukai kacang dan roti?”
GURU PALSU sangat memperhatikan penampilan, dan
mengetahui bagaimana membuat seorang murid mengira bahwa ia adalah orang besar,
bahwa ia memahaminya, bahwa dirinya memiliki rahasia-rahasia besar yang yang
akan diungkap.
Seorang Sufi memiliki banyak rahasia, tetapi ia harus
menjadikan rahasia-rahasia tersebut berkembang dalam diri murid. Sufisme
merupakan sesuatu yang diberikan kepadanya.
GURU PALSU akan menjaga para pengikutnya agar tidak
menjauh dari dirinya untuk selama-lamanya, tidak mengatakan kepada mereka,
bahwa mereka tengah diberikan latihan yang harus berakhir secepat mungkin,
sehingga mereka bisa merasakan perkembangan mereka sendiri dan melanjutkan
hidup sebagai orang-orang yang tercerahkan.
Rumi menyeru kepada para skolastik, teolog dan pengikut
GURU PALSU, “Kapan kalian berhenti menyembah dan mencintai timbanya? Kapan kaki
mulai mencari airnya?”
Hal-hal lahiriah merupakan sesuatu yang biasanya dinilai
oleh kebanyakan orang.
“Ketahuilah perbedaan antara warna anggur dan warna
gelasnya.”
Dari buku: Mahkota Sufi
Menembus Dunia Ekstra Dimensi
Oleh: Idries Shah
Halaman: 162
Menembus Dunia Ekstra Dimensi
Oleh: Idries Shah
Halaman: 162
Komentar
Posting Komentar