Ini adalah Pembicaraan Paramhansa Yogananda dengan
seorang sadhu, dalam masa pencariannya akan seorang Guru bagi dirinya:
Tiba-tiba saya mendengar suara seseorang:
“Tuhan itu Maha Sederhana, Gampang. Segala sesuatu yang
lain sulit. Jangan mencari Kebenaran Hakiki dalam dunia benda yang relatif dan
berubah-ubah ini.”
Saya menoleh kebelakang dan menemukan seorang sadhu,
seorang pertapa yang biasanya selalu mengembara dan tidak memilih tempat
tinggal yang tetap.
“Kata-kata anda telah menjernihkan pikiran saya yang
kusut.” Saya menyampaikan rasa terima kasih saya.
“Hanya segelintir manusia yang dapat memahami Dia.
Kebanyakan manusia bergulat dengan apa yang mereka anggap baik dan buruk. Hanya
sesekali waktu ada orang yang dapat keluar dari maya, dari ilusi dualitas, dan
menemukan Kesatuan dibalik kebhinekaan”
“Kata-kata Bapak penuh dengan keyakinan” demikian
komentar saya.
“Sejak lama saya melakukan introspeksi diri. Memang
introspeksi diri merupakan pekerjaan yang sulit, tetapi itulah jalan
satu-satunya menuju kebijaksanaan. Menyelami diri sendiri, mengawasi
pikiran-pikiran yang liar—itu yang saya lakukan selama ini. Setelah ego dan
keangkuhan terkikis habis, sepertinya matematika alam mulai bekerja—kesadaran
diri meningkat, dan terjadilah pencerahan.
Jalan lain, jalan yang menyesatkan adalah ‘ekspresi
diri’. Mengekspresikan konsep-konsep semu, tanpa melakukan ‘introspeksi diri’
sebelumnya, hanya memperkuat ego, membuat kita semakin angkuh. Kita mulai
beranggapan bahwa Tuhan dapat dikonsepkan dan bahwa konsep kita itu benar.”
“Bapak betul. Keangkuhan kita justru menghalangi
pandangan kita, sehingga Kebenaran tidak terlihat sama sekali.” Saya mulai
menikmati dialog itu.
“Kebenaran itu tidak akan terlihat, sebelum kita
membebaskan diri dari konsep-konsep semu. Kita harus menaklukkan diri kita
sendiri. Dan itu lebih sulit daripada menaklukkan musuh di luar. Mereka yang
tidak menyadari semua ini adalah orang-orang tolol, bodoh, sedang tidur
lelap—mereka menyia-nyiakan hidup ini.”
“Pak, lantas bagaimana cara menyadarkan mereka?” Saya
bertanya.
“Ia yang telah memperoleh pencerahan, yang telah
menemukan dirinya, menemukan pula kesatuan dan persatuan antara segala sesuatu
yang nampaknya berbeda. Setidaknya Ia mulai menyadari persaudaraan antar-umat
manusia. Dan kesadaran itu membuatnya menjadi lembut, penuh dengan belas kasih
dan bela rasa terhadap sesama makhluk.”
“Sepertinya setiap orang yang telah memperoleh pencerahan
merasakan hal yang sama.” Saya mengomentari dia.
“Yang tidak merasakan demikian, sebenarnya masih belum
memperoleh pencerahan. Melihat penderitaan orang lain, apabila jiwanya tidak
tergugah, maka pada akhirnya ia sendiri akan menderita.”
Wajah beliau menjadi semakin lembut.
“Ia yang menemukan dirinya, semakin mengasihi sesamanya.
Bebas dari rasa angkuh dan Kasih Ilahi mulai berkembang dalam dirinya.”
(Dari buku: Meniti Kehidupan Bersama Para Yogi, Fakir Dan
Mistik
Otobiografi Paramhansa Yogananda Halaman: 47 — 50
Dikisahkan kembali oleh: Anand Krishna)
Otobiografi Paramhansa Yogananda Halaman: 47 — 50
Dikisahkan kembali oleh: Anand Krishna)
Komentar
Posting Komentar