Ujud Zat-Nya adalah mustahil untuk dibicarakan dan
dicari, karena sudah ada kepastian
“laisa kamistlihi syai”un” – tidak ada seumpama-Nya.
Firman Allah s.w.t : “Laisa kamistlihi syai’un wahu
as-sami ‘ulbashir”
– Tidak ada seumpama-Nya/persamaan-Nya dengan sesuatu dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. – ( Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman: 45 )
– Tidak ada seumpama-Nya/persamaan-Nya dengan sesuatu dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. – ( Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman: 45 )
Tauhiduz Zat (Ke-Esaan Zat)
——————————————
Pasal ini adalah pasal ke empat yang menjelaskan tentang TAUHIDUZ ZAT yaitu menyatakan ke-Esaan Allah pada Zat-Nya.
——————————————
Pasal ini adalah pasal ke empat yang menjelaskan tentang TAUHIDUZ ZAT yaitu menyatakan ke-Esaan Allah pada Zat-Nya.
Maqam atau tingkatan inilah maqam yang tertinggi dan
tidak ada lagi tingkatan yang lebih tinggi dari ini.
Pada tingkatan inilah titik puncak pengetahuan makhluk
tentang Allah s.w.t. atau tujuan terakhir dari perjalanan menuju Allah,
pelabuhan dan Bandar terakhir dalam perjalanan.
Pada tingkatan inilah akan dapat dirasakan suatu
kelezatan yang tidak dapat digambarkan oleh kata-kata dan suara, oleh huruf dan
angka.
Tidak ada yang mampu untuk melebihi tingkatan ini
meskipun para Nabi-Nabi yang diutus (mursal), sekalipun malaikat muqarrabien.
Tiada satupun makhluk ini yang dapat mencapai tingkatan KUNHI ZAT (keadaan
Zat). Sebagaimana yang di firmankan oleh Allah:
“Wa yuhadz-dzirukumullahu nafsahu”
– Allah mencegah kamu untuk mengenali KUNHI ZATNYA
– Allah mencegah kamu untuk mengenali KUNHI ZATNYA
Begitu pula hadis Rasulullah s.a.w :
“Kullukum fi dzatillahi ahmaqu”
– Kamu semua tetap tidak bisa mengerti tentang KUNHI ZAT Allah swt
– Kamu semua tetap tidak bisa mengerti tentang KUNHI ZAT Allah swt
Catatan:
Pengertian “menyatakan” tentang ke-Esa-an Zat jangan disamakan dengan pengertian “mengenal KUNHI ZAT”. Menurut kalangan ‘Arif Billah, kita dilarang “mengenal KUNHI ZAT” dan tidak mungkin mencapainya.
Pengertian “menyatakan” tentang ke-Esa-an Zat jangan disamakan dengan pengertian “mengenal KUNHI ZAT”. Menurut kalangan ‘Arif Billah, kita dilarang “mengenal KUNHI ZAT” dan tidak mungkin mencapainya.
Syekh ‘Abdul wahab sya’roni q.s. dalam rangka memberikan
penjelasan arti tentang ucapan guru beliau, Syekh Sayyid ‘Ali Alkhawwash r.a.
beliau berkata sebagai berikut:
“Tidak ada seorangpun diantara makhluk ini yang dapat
menggambarkan dalam hatinya serta menemukan KUNHI ZAT ALLAH TA’ALA, karena
Allah itu bukan sesuatu “ain” yang bisa diperkirakan oleh akal atau yang bisa
dipandang oleh pandangan hati dan mata kepala, bahkan Dia sebenarnya bukan
sesuatu ‘ain yang dapat dikenali atau yang pernah dikenal”.
Dengan demikian, apabila sudah dipahami hendaklah
menyembah-Nya dengan persembahan atau ibadat yang benar.
Saya tegaskan sekali lagi bahwa tidak ada seorangpun yang
dapat mencapai TAUHIDUZ ZAT kecuali Rasulullah Muhammad s.a.w. sendiri serta
para wali pengikut beliau.
(Ingat ! yang dimaksudkan pada alinea ini adalah TAUHIDUZ
ZAT bukan KUNHI ZAT).
Kaipiyat (cara) menyatakan TAUHIDUZ ZAT itu adalah :
“Kita pandang dengan mata kepala dan mata hati bahwasanya tidak ada yang maujud ini kecuali wujud Allah, fana segala zat apapun termasuk zat kita sendiri dibawah Zat Allah yang berdiri dengan sendirinya”.
“Kita pandang dengan mata kepala dan mata hati bahwasanya tidak ada yang maujud ini kecuali wujud Allah, fana segala zat apapun termasuk zat kita sendiri dibawah Zat Allah yang berdiri dengan sendirinya”.
Semua yang lain dari pada Allah atau “aghyar” ini, tidak
akan ada kalau tidak “diadakan”. Sedang segala yang diadakan (maujud) ini QO’IM
BI WUJUDILLAH (berdiri dengan ujud Allah).
Segala yang “diadakan” (maujud) ini tentu tadinya tidak
ada dan akan kembali kepada tidak ada. Jelaslah bahwa maujud ini di apit oleh
KETIDAK ADAAN. Pada hakekatnya berarti tidak ada atau khayal (kosong) dan waham
(persangkaan)semata-mata, dinisbahkan (dibandingkan) dengan nyatanya WUJUD
ALLAH.
Kata Syekh Shiddieq Bin Amirkhan rahimahullah:
“Adanya semua yang lain dari pada Allah (aghyar)ini
adalah laksana kenyataan yang kita lihat di dalam mimpi. Apabila kita bangun
tidur barulah kita sadar bahwa semuanya itu sebenarnya tidak ada”.
Seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah :
“An-nasu niyamun fa idza matu intabahu”
– Semua manusia sebenarnya dalam tidur. Apabila mereka mati barulah itu yang dinamakan bangun/terjaga.
– Semua manusia sebenarnya dalam tidur. Apabila mereka mati barulah itu yang dinamakan bangun/terjaga.
Di kalangan ahli tasawuf menjelaskan bahwa mati itu ada
dua macam.
1) Yang dinamakan “mati hissi”, yaitu mati dalam arti
berpisah nyawa dengan badan.
2) Yang di namakan “mati ma’nawi” mati sepanjang
pengertian semata-mata.
Mati yang kedua (mati ma’nawi) inilah yang di isyaratkan
oleh Rasulullah s.a.w. dengan sabda beliau:
“Mutu Qobla antamutu, waman arada ay-yanzhuro ila
mayyitin yamsyi ‘ala wajhil ardlifal yan hur ila abi bakrin”
Artinya: Matilah kamu sebelum mati, siapa yang ingin
melihat mayit yang berjalan dipermukaan bumi, lihatlah Abu Bakar.
Mati ma’nawi ini diartikan pula dengan mati segala nafsu
ammarah (nafsu yang selalu menyuruh kepada jalan yang jelek dan nafsu yang
hanya mementingkan semata-mata urusan perut dan kesenangan duniawi). Mati yang
kita maksudkan disini ialah FANA dalam arti hakiki.
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
“Ala kullu syai’in ma khalallahu bathilun”
– Artinya: Ketahuilah, segala sesuatu yang lain dari pada Allah adalah batil.
– Artinya: Ketahuilah, segala sesuatu yang lain dari pada Allah adalah batil.
“Kullu man ‘alaiha fanin wa yabqo wajhu rabbika dzul
jalali wal ikrami”
– Artinya: Semua orang adalah fana, sedang yang kekal abadi hanyalah Zat Allah, Tuhanmu (Hai Muhammad) yang memiliki kebenaran dan kemuliaan.
– Artinya: Semua orang adalah fana, sedang yang kekal abadi hanyalah Zat Allah, Tuhanmu (Hai Muhammad) yang memiliki kebenaran dan kemuliaan.
“Kullu syai’in halikun illa wajhahu”
– Artinya: Semua segala sesuatu ini binasa, kecuali Zat-Nya.
– Artinya: Semua segala sesuatu ini binasa, kecuali Zat-Nya.
***
Firman Allah s.w.t : “Kepunyaan Allah Barat dan Timur,
kemanapun hadapmu disanalah Zat Allah. (halaman 111)
“Wahuwa ma’akum ainama kuntum”
– Dia (Allah) bersama kamu, kemanapun/dimanapun kamu berada. (halaman 111)
– Dia (Allah) bersama kamu, kemanapun/dimanapun kamu berada. (halaman 111)
Nabi Muhammad s.a.w bersabda:
“Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu”
– Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal Tuhannya. (Halaman 134)
– Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal Tuhannya. (Halaman 134)
“Man ‘ arafallaha kalla lisanuhu”
– Siapa yang dapat mengenal Allah, kelulah lidahnya. (Halaman 116)
– Siapa yang dapat mengenal Allah, kelulah lidahnya. (Halaman 116)
“Subhanaka ma ‘ arafnaka haqqa ma’rifatika”
– Tidaklah kami dapat mengenal-Mu dengan pengenalan yang setepat-tepatnya. (Halaman 115)
– Tidaklah kami dapat mengenal-Mu dengan pengenalan yang setepat-tepatnya. (Halaman 115)
Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis)
Halaman: 102 – 106
Pengarang: Syekh M. Nafis Bin Idris Al Banjarie 1200 H
Alih bahasa: K.H. Haderanie H.N
Penerbit: CV. Nur Ilmu
Jalan Simolawang III/19 Surabaya
Telp: (031) 3769000 – 70993031
Halaman: 102 – 106
Pengarang: Syekh M. Nafis Bin Idris Al Banjarie 1200 H
Alih bahasa: K.H. Haderanie H.N
Penerbit: CV. Nur Ilmu
Jalan Simolawang III/19 Surabaya
Telp: (031) 3769000 – 70993031
Komentar
Posting Komentar