“La tathla ‘il ahdasta ‘alal asrari qabla tamkinihim”
– Jangan kamu angkat bicara tentang rahasia-rahasia ketuhanan, sebelum mereka/pendengar itu tetap pendirian mereka.
– Jangan kamu angkat bicara tentang rahasia-rahasia ketuhanan, sebelum mereka/pendengar itu tetap pendirian mereka.
Demikian pula Nabi ‘Isa a.s. berkata:
“La ta’luqud durra fi’anaqil khanaziri”
– Jangan anda gantungkan permata di leher babi
– Jangan anda gantungkan permata di leher babi
***
Perlu kami jelaskan kepada anda tentang pengertian
syareat, hal mana sama sekali tidak boleh terpisah dan terlepas pada itikad
hati, apakah itu anda lakukan atau tidak.
a) Syareat, ialah ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul
sehubungan dengan perintah dan larangan, tata cara melakukannya pada arti
zahir.
b) Tarekat, maksudnya, sengaja anda amalkan segala ilmu
karena Allah.
c) Hakekat ialah, menyangkut masalah batin yang dengan
suatu tanggapan selalu tertuju kepada Allah lewat sinar cahaya kebenaran yang
terpancang pada hati.
Syareat dan Hakekat itu kedua-duanya berlazim-laziman
(tidak terpisah cerai) yang maksudnya, tidak bisa terjadi yang zahir tanpa
dorongan batin. Begitu pula tidak adanya dorongan batin berarti tidak ada
terjadi yang zahir.
Begitulah apa yang diisyaratkan oleh para Ulama
AS-SYARI’ATU BILA HAQIQATIN ‘ ATHILATUN (Syareat tanpa Hakekat adalah sia-sia
dan Hakekat tanpa syareat adalah salah)
Berkata pula Al-Quthubur-rabbaniy Maulana Syekh Abdul
Qadir Jaelani q.s:
“Kullu haqiqatin la tu’ayyiduhas-syari’atu fahiya
zindiqatun”
– Tiap-tiap hakekat yang tidak dikuatkan dengan syareat adalah kufur zindiq.
– Tiap-tiap hakekat yang tidak dikuatkan dengan syareat adalah kufur zindiq.
Syekh Ibnu ‘Ubbad q.s. mencatat ucapan sebagian Arif
Billah berkata: “Siapa saja yang mengatakan bahwa hakekat berlawanan dengan
syareat, berarti orang itu kafir”.
Perlu anda ketahui juga bahwa hal-hal yang menyangkut
syareat dijelaskan dalam suatu ilmu yang disebutkan “Ilmu Fiqih” dan yang
menyangkut hal-hal yang batin/hakekat dijelaskan dalam suatu macam ilmu yang
dinamakan “Ilmu Tasauf”. Kedua-duanya ini bersumber dari ajaran Nabi kita
Muhammad s.a.w.
Imam Junaed r.a. berkata: “Barang siapa yang melulu
fiqih/sareat saja tanpa tasawuf adalah fasiq, siapa yang melulu tasawuf saja
tanpa fiqih adalah zindiq. Siapa yang mengumpulkan keduanya (sareat dan
hakekat/fiqih dan tasawuf) adalah benar”.
Adapun tentang sareat, tarekat dan hakekat ini adalah
dimisalkan sebiji kelapa.
Sareat laksana tempurung,
tarekat laksana isinya, dan
hakekat laksana minyak.
tarekat laksana isinya, dan
hakekat laksana minyak.
TEMPURUNG berfungsi menjaga ISI nya, sedang MINYAK adalah
sesuatu yang tersembunyi pada isi.
***
Menurut syarah Kitab Al-Hikam, Ibnu Ruslan mengemukakan
pendapatnya bahwa yang dimaksudkan dengan Ilmu Hakekat itu adalah suatu Ilmu
Laduni yang bersifat “nurani”. Ilmu tersebut itulah yang telah diajarkan kepada
semua roh-roh (di alam roh) sewaktu Tuhan berbicara kepada roh-roh itu,
“ALASTU BIRABBIKUM?” – Bukankah Aku ini Tuhanmu?
Maka segala rohpun menjawab, “BALAA YA RABBI” – Benar ya Tuhanku.
Itulah pula yang pernah diajarkan lagi kepada Nabi Adam a.s. sebagaimana firman-Nya, ‘WA ‘ALLAMA AADAMAL ASMA’A KULLAHA – Allah telah ajarkan kepada Adam semua nama-nama.
“ALASTU BIRABBIKUM?” – Bukankah Aku ini Tuhanmu?
Maka segala rohpun menjawab, “BALAA YA RABBI” – Benar ya Tuhanku.
Itulah pula yang pernah diajarkan lagi kepada Nabi Adam a.s. sebagaimana firman-Nya, ‘WA ‘ALLAMA AADAMAL ASMA’A KULLAHA – Allah telah ajarkan kepada Adam semua nama-nama.
Akan tetapi pengetahuan tersebut tersembunyi karena
manusia pada umumnya tercurah perhatiannya kepada keadaan yang gelap yaitu
hanya kepada yang lahir semata-mata, lebih mementingkan hawa nafsunya sendiri.
Bilamana semua tutupan kegelapan itu telah hilang sirna
kemudian menyatalah hakekat itu dengan terang dan jelas. Inilah juga yang
dimaksudkan oleh hadis Rasulullah, “Siapa yang mengamalkan ilmunya, Allah
wariskan kepadanya ilmu yang belum pernah diketahuinya/dipelajarinya sebelum
itu”.
Ada tuduhan sementara pihak bahwa para Sufi
menyembunyikan ilmunya, adalah tidak benar. Mereka menyatakan bahwa para Nabi
dan Rasul tidak pernah menyembunyikan apa yang disampaikan oleh Allah s.w.t.
Dengan adanya hadis-hadis Rasulullah yang telah
dikemukakan diatas jelas sekali bahwa para Arif Billah bukanlah hendak
menyembunyikan ilmunya (ilmu hakekat) namun penyampaian ilmu itu hendaklah
dengan hati-hati, sambil melihat tingkat kecerdasan, kegairahannnya, ketekunan mereka
dalam beragama.
Imam Hujjatul Islam Imam Ghazali r.a. dalam kitab “Ihya”
menegaskan, siapapun yang tidak memperoleh ilmu ini (ilmu batin) maka
dikhawatirkan mereka mati dalam kekafiran.
Orang-orang yang tetap kasih kepada dunia dan tetap pula
dalam kungkungan hawa nafsunya, tidak akan menemukan rasa “tahkik”/kemantapan
ilmu ini, meskipun dalam ilmu-ilmu lain dia berhasil. Setidak-tidaknya dia
tidak akan diberikan perasaan kemanisan ilmu.
Orang yang mengingkari ilmu ini, bagaimanapun juga tidak
pula akan bisa merasakan keindahan ilmu ini, dan tidak mungkin mereka bisa
mendapatkan “mukasyafah” (tebuka hijab/dinding) sebagaimana yang dialami oleh
para Shiddiqien dan Ahlul-Muqarrabien.
Mukasyafah adalah suatu gambaran tentang kebersihan hati,
sehingga memancar cahaya kebenaran hidup yang diiringi pula dengan “karomah”
dan “maqam wilayah” (kewalian). Untuk itulah hendaknya perlu adanya ketekunan,
mujahadah (kesungguhan) riyadloh (latihan), muroqobah (intipan) dan musyahadah
serta jangan sekali-kali mengingkari atau memusuhi para Ahlul-Karimah, malah
sebaliknya perlu mengambil pelajaran dari mereka itu. – Dari buku: Permata
Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman:196 – 201
Sayyidi Musthofa Al Bakry r.a. berkata, “Jalan yang
ditempuh oleh orang-orang Arif Billah ini, nyata sekali jalan yang diridhoi
oleh Allah s.w.t. Jalan mereka yang sebenarnya bukanlah jalan yang dapat diraba
oleh panca indera atau dilihat oleh mata, tetapi jalan tersebut hanyalah dengan
keyakinan hati dan perasaan – hal mana adalah gaib – sehingga jelasnya, jalan
yang mereka tempuh adalah dengan cara ILMU DZAUQI (perasaan) yang tidak mungkin
dapat diuraikan dengan kata dan lisan.
– Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman: 114
– Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman: 114
Kita yakin bahwa Arif-billah (Ahli Tasauf) adalah mereka
yang benar-benar sudah banyak mempunyai pengalaman batiniah, sudah merasakan
kenikmatan serta kesejukan berenang dan tenggelam dalam lautan Tasawuf, lautan
Hidrat Ketuhanan. Mereka laksana ikan di dalam air, mati dan hidupnya di air,
muka, belakang, atas dan bawah adalah air. Disanalah kebahagiaan yang hakiki
buat mereka.
Syekh Ahmad Al-Qassasi berkata dalam doa nya:
“Rabbid khilni fi lujjati bahri ahadiyyatika”
– Tuhanku, masukkanlah aku di dasar lautan ke-Esaan Zat-Mu
Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman: 48
– Tuhanku, masukkanlah aku di dasar lautan ke-Esaan Zat-Mu
Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman: 48
* Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis)
Pengarang: Syekh M. Nafis Bin Idris Al Banjarie 1200 H
Alih bahasa: K.H. Haderanie H.N
Penerbit: CV. Nur Ilmu
Jalan Simolawang III/19 Surabaya
Telp: (031) 3769000 – 70993031
Pengarang: Syekh M. Nafis Bin Idris Al Banjarie 1200 H
Alih bahasa: K.H. Haderanie H.N
Penerbit: CV. Nur Ilmu
Jalan Simolawang III/19 Surabaya
Telp: (031) 3769000 – 70993031
Komentar
Posting Komentar