‘’Min’alaamaatil i’timaadi alal’amadi nuqshahnur rojaai’
indawujuudiz zalali’’
“Sebagian tanda berpegang keatas amal, yaitu:
Kurang harapannya kepada Allah ketika adanya kesalahan-kesalahan”.
Kurang harapannya kepada Allah ketika adanya kesalahan-kesalahan”.
Ini adalah kalam hikmah pertama kali yang dikemukakan
oleh Imam Ibnu At Thaillah Askandary. Pengertian dari kalam hikmah pertama ini
sbb:
1. Bahwa kita umat manusia sebagai makhluk
Allah swt, ada 3 tingkat:
a. Tingkatan Al-Ibaat
Orang-orang yang dalam tingkatan ini, mereka mengerjakan
sembahyang, puasa dan lain-lainnya dari ajaran-ajaran Agama, juga apabila
mereka menjauhkan larangan-larangan Allah, maksud mereka dengan melaksanakan
amal ibadat itu semoga dapat masuk surga, berbahagia didalamnya dan terlepas
dari azab siksaan neraka, atau maksud mereka ialah untuk kebahagiaan duniawi
dan ukrawi dan diselamatkan oleh Allah swt dengan sebab amal ibadatnya itu dari
macam-macam malapetaka, baik didunia maupun diakhirat.
b. Tingkatan Al-Muriiduuna
Orang-orang yang dalam tingkatan ini mereka berbuat taat
pada ajaran-ajaran Agama, tidak lain maksud mereka terkecuali untuk bagaimana
sampai kepada Allah, bagaimana agar terbuka segala sesuatu yang menutup hati
mereka, semoga kiranya hati mereka dilimpahkan rahasia-rahasia halus dan yang
baik-baik oleh Allah swt.
c. Tingkatan Al-Aarifuuna
Hamba-hamba Allah yang dalam tingkatan ini meskipun
mereka beramal ibadat begitu banyak tetapi sedikitpun mereka tidak melihat
bahwa mereka mengerjakan ibadat itu untuk maksud-maksud diatas, tidak terbayang
didalam hati mereka bahwa mereka beramal, tetapi hati mereka selalu tertuju
bahwa Allah swt yang berbuat segala sesuatu pada hakekatnya, mereka tenggelam
dalam lautan ridha qadar Ilahi dan mereka bergantung pada tali qadha Yang Maha Pengasih
dan Penyayang sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surat As-Shaffaat zuz
23 ayat 96;
“Wallaahu khalaqakum wamaata’maluuna”
‘’Dan sesungguhnya Tuhan yang telah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu’’.
‘’Dan sesungguhnya Tuhan yang telah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu’’.
Dan firman Allah dalam surat Al-Qashash zuz 20 ayat 68
“Warobbuka yakhluqu maa yasyaa uwa yaht-a-ru maa kaana
lahumul khiarotu subhaanallaahi wa ta’alaa’ammaa yusyrikuuna”
‘’Dan Tuhan engkau menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilihNya, mereka tidak dapat memilih. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan (dengan Tuhan itu)’’.
‘’Dan Tuhan engkau menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilihNya, mereka tidak dapat memilih. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan (dengan Tuhan itu)’’.
2. Menurut kalam hikmah diatas bahwa yang
dimaksud dengan ‘’tanda’’ yang kita bahas disini adalah buat tanda tingkat
pertama dan kedua maksudnya bahwa tingkatan pertama ‘’Al-Ibaad’’ dan tingkatan
yang kedua ‘’Al-Muriiduuna’’. Menurut kacamata ilmu tasawuf; termasuk belum
baik apabila dibandingkan dengan tingkatan ketiga, sebab apabila kita masih
dalam tingkatan pertama dan kedua maka akibatnya ialah sbb:
a. Pada tingkat pertama apabila seseorang itu
mengerjakan perbuatan maksiat dalam arti yang luas, seperti tidak menjalankan
perintah Allah swt, maka mengakibatkan kurang harapannya kepada Allah atas
maksudnya yaitu: bahagia disurga dan selamat dari azab dan siksaan neraka,
harapannya kepada Allah swt kuat dan bertambah apabila ia beramal, tetapi
apabila tidak maka harapannya yang tadi akan turun dan berkurang.
b. Demikian pula pada tingkatan
Al-Muriiduuna, dengan amal ibadat maka ia gembira, karena itu maka ibadatnyalah
yang menjadi sebab menyampaikan harapan-harapannya tetapi apabila ibadatnya
berkurang maka akan berkurang pula harapannya kepada Allah swt. Inilah
akibatnya apabila kita berpegang kepada amal tetapi tidak berpegang kepada
Allah.
Adapun tingkatan ketiga ini adalah tingkatan yang mulia
disisi Allah swt. Sebab apabila kita telah sampai pada tingkatan ini, kita akan
fana dan kita akan tenggelam didalam qadar, dan qadha Allah. Sama saja pada
kita apakah kita mengerjakan taat maka tidak terlihat oleh kita bahwa itu
adalah karena daya dan kekuatan kita ataukah kita pernah meninggalkan
ajaran-ajaran Agama, namun hati kita selalu mengharapkan keridhaannya kepada
Allah, apalagi karena ihsan yang kita kerjakan dan tidak pula berkurang taqwa
kita kepadaNya disebabkan kesalahan yang kita lakukan.
3. Karena itu jalan satu-satunya bagi kita
untuk sampai ketingkatan ketiga ini ialah:
Dengan ‘’MUJAAHADAH’’ yakni kita harus memerangi hawa nafsu kita dengan latihan-latihan seperti yang telah diatur oleh ilmu Tasawuf dan kita harus banyak ingat kepada Allah dalam segala gerak-gerik kita seperti yang diatur oleh ilmu tersebut, maka dengan latihan-latihan memerangi hawa nafsu dan selalu mengingat Allah swt kita akan sampai ketingkatan Al-Aarifuuna.
Dengan ‘’MUJAAHADAH’’ yakni kita harus memerangi hawa nafsu kita dengan latihan-latihan seperti yang telah diatur oleh ilmu Tasawuf dan kita harus banyak ingat kepada Allah dalam segala gerak-gerik kita seperti yang diatur oleh ilmu tersebut, maka dengan latihan-latihan memerangi hawa nafsu dan selalu mengingat Allah swt kita akan sampai ketingkatan Al-Aarifuuna.
Dari buku: Hakikat Hikmah Tauhid Dan Tasawuf (Al
Hikam)
Oleh: Al Imam Ibnu Athaillah Askandary
Syarah Oleh: Prof. Dr. K.H. Muhibbuddin Waly
Oleh: Al Imam Ibnu Athaillah Askandary
Syarah Oleh: Prof. Dr. K.H. Muhibbuddin Waly
Komentar
Posting Komentar