Pikiran menyebabkan keterikatan, keinginan, rasa
suka-duka, dan lain sebagainya. Saat tidur dan pikiran tak aktif lagi,
perasaan-perasaan semacam itu hilang semuanya, karena sesungguhnya semua ltu
memang berasal dari pikiran, bukan dari “Aku”. ___Atma Bodha 23
Dalam ayat ini, istilah yang digunakan Shankara, untuk
pikiran adalah buddhi, mind yang sudah mengalami proses penjernihan, sudah
halus, sudah lembut, sudah tidak kasar, tidak liar. Apa yang hendak ia
sampaikan? Bahwasanya, walau sudah tidak liar, pikiran tetaplah pikiran, masih
berkeinginan, masih terikat dan masih merasakan suka, duka, dan sebagainya.
Ayat ini “tidak pernah” diselami dengan baik. Ayat ini
sesungguhnya merupakan “ayat peringatan bagi mereka yang menganggap diri sudah
sadar. “Berhati-hatilah engkau. Keterikatan, keinginan, dualitas suka-duka, dan
lain sebagainya masih bisa menjeratmu.”
Selama kita masih berbadan, masih berpanca-indra dan
masih dalam keadaan jaga, that risk always there. Risiko itu selalu ada.
Yang terakhir, “daIam keadaan jaga” ini harus kita pahami
dengan betul. Karena, “saat tidur dan pikiran tak aktif lagi, perasaan-perasaan
semacam itu hilang semuanya.”
Lewat ayat ini, Shankara memberikan sebuah master key
kepada kita, kunci yang dapat membuka setiap “pintu diri”. Kunci yang dapat
digunakan setiap orang untuk membuka pintu diri:
“Saat tidur dan pikiran tak aktif lagi, perasaan-perasaan
semacam itu hilang semuanya.” Saat tidur, dan tentunya tidak bermimpi berarti
dalam keadaan “tidur pulas”, pikiran tak aktif lagi. Bahkan, istilah Sanskerta
yang digunakan adalah Tannaashe, yang berarti “mati” atau “musnah”.
Dalam keadaan “tidur pulas”, mind, buddhi, pikiran apa
pun sebutannya, musnah, mati! Dalam keadaan tidur pulas, tak ada lagi
keinginan. Tak ada keterikatan. Tak ada suka dan tak ada duka.
Keadaan tidur pulas meruntuhkan mind, tetapi
reruntuhannya masih ada. Bekas-bekasnya, pondasinya masih ada. Dan semua itu
merupakan potensi kebangkitan kembali keesokan harinya.
Dapatkah kita mempertahankan keadaan ”tidur pulas” dalam
hidup sehari-hari? Apa yang terjadi dalam keadaan tidur pulas? Gelombang otak
bervariasi antara Alpha, Theta, dan Delta. Naik-turunnya tidak lagi seperti
dalam keadaan Beta. Beberapa yogi yang pernah saya temui mampu berada dalam
keadaan Theta, walau sedang berbicara dengan kita. Ketika saya bertanya, “How
can you manage that, Sir?” Mereka hanya tersenyum,” To be honest, kami pun
tidak tahu. Bagaimana semua ini terjadi?” Hidup mereka sudah sangat meditatif.
Keadaan Alpha, Theta, atau Delta juga mudah dicapai lewat
meditasi. Saat itu, walau dalam keadaan jaga, otak manusia seolah-olah tidak
aktif lagi. Tidak “berpikir”. Ya, tidak aktif, tidak berpikir, tetapi tidak
kehilangan kesadarannya. Justru, kesadaran muncul saat otak bebas dari beban
pikiran.
Saya pernah melihat film dokumenter tentang stigmata,
sebuah pengalaman religius dalam Kristiani. Saat seorang wanita dalam film itu
memperoleh stigmata, dia masih bicara dengan seseorang, tetapi otaknya
menunjukkan no activity, tidak ada aktivitas. Padahal, selain berbicara, dia
juga sedang ”menderita”. Luka-luka di badannya pasti “menyakitkan”. Badannya
berdarah.
Pengalaman-pengalaman spiritual para santa, santo, wali,
pujangga, yogi membuktikan bahwa manusia bisa hidup “tanpa mind”. Dan, bahkan
dengan kualitas hidup yang lebih baik!
Penggunaan mind bisa diminimalkan, cukup untuk mengatur
anggaran belanja dan sebagainya, untuk hal-hal yang masih membutuhkan
perhitungan dan matematika, hingga pada suatu ketika, mind tidak dibutuhkan
sama sekali. Bila mind Anda sering-sering mengalami ”kematian”, entah lewat
“tidur pulas” atau lewat “meditasi”, lama-lama ia akan mati “beneran”.
Pikiran menyebabkan keterikatan, keinginan, rasa
suka-duka, dan lain sebagainya. Saat tidur dan pikiran tak aktif lagi,
perasaan-perasaan semacam itu hilang semuanya, karena sesungguhnya semua itu
memang berasal dari pikiran, bukan dari “Aku”.
Panas-dingin, asam-manis—semua berasal dari mind. Kita
ingin melihat salju di Eropa. Orang bule mencari matahari di Bali. And yet,
salju di Eropa dan matahari di Bali tidak mempengaruhi suhu badan kita. Tetap
saja sekian derajat, terkecuali memang jatuh sakit. Panas-dingin hanyalah
sebuah “perasaan” yang dirasakan mind.
Dalam ruang ber-AC ini, ada yang merasa kedinginan. Ada
yang biasa-biasa saja. Ada yang bahkan merasa gerah, “Sudah ber-AC koq masih
panas ya“ Cari termometer dan periksalah temperatur badan Anda. Yang merasa
kedinginan tidak menunjukkan penurunan suhu, sebagaimana yang merasa gerah
tidak menunjukkan peningkatan suhu. Tapi, perasaan dingin atau gerah itu tetap
ada. Siapa yang merasakannya? Siapa yang memberi kesan “seolah-olah” Anda
kepanasan atau kedinginan?
Sekitar awal tahun 1970-an, Hollywood meluncurkan film
pertama tentang reinkarnasi. Saya masih ingat judulnya: Reincarnation of Peter
Proud. Saat itu banyak yang mengkritik, “Hollywood sudah kehabisan tema.”
Sekarang, sekian banyak film tentang reinkarnasi, tentang
tema-tema yang pernah dianggap cheap imagery—khayalan belaka. Apa sebab
ketertarikan mind Barat terhadap reinkarnasi?
Mind Barat sudah jenuh memikirkan surga dan neraka. Tuhan
berada “di atas sana” juga semakin tidak masuk akal. Ketertarikan mayoritas
orang Barat terhadap reinkarnasi masih sebatas “masuk akal” dan “tidak masuk
akal”-nya sebuah konsep.
Shankara mengajak kita untuk melampaui akal, mind,
pikiran, buddhi atau apa saja sebutannya. Bahkan, istilah “pelampauan” pun
mungkin tidak tepat, karena sesungguhnya “Aku” bukanlah mind. Lalu, apa yang
harus “ku”-lampaui? Yang dibutuhkan hanyalah “pengenalan diri”, penemuan jati
diri. Aku bukan ini, bukan itu. Aku adalah…. Apa? How do I know? Kamu sendiri
yang mengetahuinya.
Setelah menyelami Atma Bodha, bila krisis identitas diri
kita masih belum selesai juga, maka solusi lain adalah Tantra. Bila tidak sadar
bahwasanya keterikatan, keinginan, dan sebagainya hanyalah produk mind dan
sesungguhnya tidak mempengaruhi “Aku”, maka Tantra mengatakan “go into it”.
Jalankan keinginanmu, keterikatanmu, hingga kau jenuh.
Misalnya, seorang perokok berat yang tidak bisa berhenti
rokok. Ya sudah, tidak perlu berupaya untuk berhenti merokok lagi, cobalah
ditambah secara drastis. Tadinya, hanya satu pak setiap hari. Mulai besok dua
pak. Lalu—tiga, empat, lima….. dua puluh… tiga puluh… sampai jenuh, atau
“sakit”, sehingga sudah tidak bisa merokok lagi. Tidak boleh. Cara ini tentu
mengandung risiko. Risiko maksimal adalah si perokok mati. Kematian seperti itu
tidak dianggap sia-sia oleh Tantra. Kalau mati karena kebiasaan merokok, pada
kelahiran berikutnya Anda akan membenci rokok. But what a waste of time! Satu
masa kehidupan dibuang hanya untuk mempelajari satu mata pelajaran, “berhenti
merokok”, Tolol banget, jika kita melakukan hal itu.
Beberapa produser, sutradara, dan penulis cerita di
Hollywood rupanya sudah memiliki kontak dengan “Bank Kesadaran”. Ada
“informasi-informasi” yang lolos dan tertangkap oleh mereka. Film-film garapan
mereka seperti Defending Your Life, Made in Heaven, Green Miles, Beloved, dan
sebagainya membuktikan bahwa mereka meditator. Film-film seperti itu adalah
hasil meditasi.
Dalam salah satu film di antaranya, mereka memunculkan
sosok seseorang seperti Dewa Indra. Semacam penguasa bumi kita. Ya, sosok
seperti ltu memang ada. Ada yang menyebutnya Dewa, ada yang menyebutnya Angel,
ada yang menyebutnya…. Ah, apa saja… Dialah pengurus dunia kita saat ini.
Dan, sang pengurus akan memasuki masa pensiun pada
tanggal 14 Januari nanti (maksudnya Januari tahun 2001 yang sudah berlalu—Ed.).
Sang Pengurus ini pun masih “menikmati” keinginan-keinginannya yang terpendam
selama masa hidupnya di dunia. Setelah dia pensiun, akan terbentuk pemerintahan
baru. Wajah baru, ketentuan-ketentuan baru. Ide-ide baru. Semacam reformasi,
setelah sekian abad dunia kita dikuasai oleh seorang “……” Hal ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pikir manusia. Dan, sesungguhnya
perubahan itu sudah mulai terasa.
Peralihan kekuasaan di “sana” selalu berjalan mulus.
Tidak seperti di “dalam” dunia kita ini. Tidak pula terjadi kudeta dan
sebagainya. Semua berjalan lancar sesuai dengan aturan main, dengan hukum alam.
Saya harus bercerita tentang semua ini, sehingga Anda
tidak tertarik untuk “menjadi” atau “diangkat” sebagai…….. Untuk apa? Alam itu
pun harus dilewati.
Beberapa waktu yang lalu, seorang teman lama menelepon
saya. Katanya, saya dan dirinya pernah berguru pada seseorang. Kemudian, “Guru
kita,” kata dia, “saat ini sudah berada di galaksi lain.” Selanjutnya, dia
mengaku sudah berhasil mengadakan kontak dengan Sang Guru tersebut. Dan
mendapatkan pesan untuk saya, “Sampaikan kepada Anand Krishna, bahwa dia harus
bertemu dengan saya lewat meditasi.”
Tak lupa pula dia menjelaskan tentang adanya
tingkatan-tingkatan pencerahan. Dan, bahwasanya chakra mahkota alam semesta
sedang terbuka, sehingga ada kemungkinan bagi 100 orang untuk mengalami
pencerahan. Pasalnya harus berhubungan dengan Guru tersebut dan memperoleh
tiket masuk darinya.
Ada yang tertarik? Kalau ada, I will transfer the ticket
to you. Tinggal membayar biaya balik nama saja. Gampang kan?
Kasihan, dia begitu percaya akan apa yang dia katakan,
karena apa yang dipercayainya akan “terjadi”. Bila dia menganggap dirinya
bagian dari sejarah triliunan tahun, maka untuk melampaui ruang dan waktu dia
harus membebaskan diri dari pengalaman hidup sekian triliun tahun pula. Padahal
membebaskan diri dari pengalaman satu masa kehidupan saja sudah sulit banget.
“Keterikatan” dengan masa lalu, dengan
pengalaman-pengalaman dari masa lalu, disebabkan oleh mind yang amat sangat
aktif, yang tidak mampu let go. Subconscious atau alam bawah sadar teman kita
tadi sudah pasti kuat sekali. Lalu bagaimana bisa memasuki alam meditasi?
Bagaimana memasuki “Kerajaan Allah” yang terbuka pintunya bagi “anak-anak
kecil” yang masih lugu, polos, yang tidak berurusan dengan alam bawah sadar,
atas sadar, tengah sadar, kiri sadar, dan kanan sadar?
Betapa hebatnya permainan mind. Itu sebabnya saya
berteriak terus, “No-mind no-mind no-mind….”
Saya pun tahu, seratus persen no-mind itu mustahil.
Selama masih hidup, tidak bisa begitu, tetapi apabila saya meng-“iya”-kan mind,
walau dengan catatan “hanya untuk keperluan tertentu, hanya untuk hal-hal kecil
dan murahan”, anda akan ikut menggunakannya untuk hal-hal yang sama sekali
tidak membutuhkan mind.
Para sufi tidak pernah lepas dari zikr “La ilaha ila
Allah”. Ini adalah salah satu cara untuk menafikkan mind, memberi tugas kepada
mind untuk menafikan dirinya. Tidak ada sesuatu di luar-Mu, Ya Allah, Ya Rabb.
Engkaulah satu-satunya Kebenaran. Tidak ada Kebenaran lain di luar-Mu…..
Yesus bersabda, “I and my Father are One”. Satu Ada-Nya,
Satu Ada-Nya…. “Aku” dan Bapa-“Ku” Satu Ada-Nya… Para resi pun melakukan japa
yang sama. Mereka pun senantiasa mengulang “So Hum ”— Itulah “Aku”!
Dengan berbagai cara, mereka berupaya untuk menafikan
mind, untuk melampaui keterbatasan ciptaan mind. Demikian, mereka mengakses Aku
Yang Tak Terbatas. Mereka menemukan “Diri”.
(Dari buku (Anand Krishna (2001). Atma Bodha Menggapai
Kebenaran Sejati Kesadaran Murni dan Kebahagiaan Kekal. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama)
Komentar
Posting Komentar