Setelah gagal mencoba berjam-jam mencari jalan agar bisa menemukan kembali teman-temanku dan juga untuk bisa keluar dari dalam hutan ini aku memutuskan untuk berhenti sejenak, karena kelelahan akupun beristirahat diatas batu setinggi 3 meter dipinggiran alur sungai yang berair jernih ini. Terduduk lemas dibawah naungan daun-daun hutan yang menjuntai didepanku. Tanpa terasa hari telah menunjukkan pukul 6 sore. Didalam hutan yang lebat ini suasana lebih tampak gelap. Sepertinya aku terpaksa harus bermalam disini. Aku segera mencari ranting-ranting kering untuk bisa kujadikan api unggun, sebagai penerang dan juga sebagai pengusir nyamuk dan hewan buas..
Saat aku sedang terduduk lemas sambil menikmati secangkir kopi yang kubawa sebagai perlengkapan diranselku tiba-tiba ada suara yang memanggilku, "Anak muda, mengapa kamu berada disini seorang diri?" Aku menoleh kearah suara itu yang datangnya persis dibawahku. Tampak seorang pria tua yang kurus dengan kain putih yang dililitkan dikepalanya berdiri menatapku. Tapi caranya berpakaian terasa aneh, seperti orang yang hidup dijaman tempo dulu.
"Saya telah terpisah dari teman-teman seperjalanan saya Pak, saya telah kehilangan arah, saya telah tersesat didalam hutan ini".
Sambil terkekeh-kekeh beliau menghampiri saya. Dan akupun mulai menceritakan bagaimana ceritanya sehingga aku bisa berada disini. Pria tua itu berkata, "Saya tidak pernah mendengar bahwa didekat sini terdapat air terjun, nak!"
"Benar Pak. Mungkin masih harus ditempuh 1 atau 2 jam perjalanan kaki lagi menembus hutan belantara ini baru air terjun nya bisa dijumpai" jawabku.
"Darimana kalian bisa tau bahwa didaerah ini didekat sini didalam hutan belantara ini terdapat air terjun?" beliau bertanya.
"Dari informasi orang-orang yang katanya pernah kemari, dan juga dari hasil membaca informasinya". Sahutku..
Beliau tampak manggut-manggut. Aku menawarkan secangkir kopi, roti dan juga air minum kemasan yang kubawa, kepadanya. Beliau menerimanya dengan senang hati. Tiba-tiba, aku mencium sesuatu yang begitu menyengat, seperti bau dupa yang wangi. Entah darimana datangnya, mungkin dari aroma bunga yang terbawa dihembus angin, pikirku.
"Saya berasal dari kampung sebelah, dibalik bukit itu". Beliau menunjuk kesalah satu bukit yang tampaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami berada. "Siapa namamu, nak?"
"Agus, pak" jawabku.. "Sepertinya kita memang harus bermalam dulu disini. Hari telah begitu gelap. Besok pagi baru bisa melanjutkan perjalanan lagi", Pak tua ini menimpali..
Jadilah akhirnya kami berdua saya dan pak tua ini bermalam didalam hutan belantara yang gelab dan dingin ini, dengan sesekali terdengar suara hewan malam yang menyertai dan gemericik suara air sungai yang mengalir. Begitu tenang, asri sekaligus begitu menyeramkan. Sesekali aku pun terus menambahkan ranting kering agar api unggun nya tidak padam. Sambil meletakkan cangkir kopinya pak tua ini berkata padaku, "Anak muda, ketahuilah bahwa, Percikan Kehidupan yang sama yang ada didalam diri kamu juga terdapat didalam diri saya, didalam diri kita semua. Jiwa manusia yang sejati adalah Ruh Suci yang berasal dari Satu sumber, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Manusia harus hidup rukun satu sama lain dalam hidup bersama didunia ini dan menjauhkan pertengkaran, saling membenci, permusuhan dan peperangan. Perbuatan yang menjadi sumber pertikaian harus dijauhkan - Iri, dengki, tamak, suka bergunjing, mematikan nafkah orang lain, fitnah dan menghasut, semua ini hanya akan membawa kejurang kesengsaraan".
"Iya, benar sekali, Pak. Terimakasih", jawabku berseri-seri. Beliaupun melanjutkan.
"Jika kamu sungguh-sungguh percaya, serahkanlah tuntunan hidupmu kepadaNya. Biarkan Dia menuntun kamu kejalan yang benar agar kamu merasakan ketenangan, ketentraman, aman, dan damai, menuju pada Kebahagiaan Yang Abadi. Jangan tertipu dengan kepribadianmu yang sekarang ini, yang terbatas ini, Dia sendiri tidak dibatasi oleh apa pun. Serahkan dirimu, kebebasanmu. Dia akan merangkum kembali kamu kedalam pangkuanNya. Ketahuilah olehmu bahwa Percikan Cahaya Kehidupan yang ada didalam dirimu ini ada yang membawa yaitu utusanNya yang sejati yang menurunkan sinarNya, maka jika tidak dikembalikan oleh yang diutus pasti tidak akan dapat kembali keistana sinar, kehadiratNya ialah alam yang sejati. Untuk menempuh jalan kembali ini, kamu tidak dapat meminta petunjuk dari orang lain. Kamu hanya dapat meminta petunjuk dari Diri Sejatimu sendiri. Dialah juru penunjuk jalan penuntun bagi para musafir dijalan kebenaran. Inilah makna dari ajaran yang sejati”.
Suaranya terasa begitu tenang, dan menyembuhkan. Bau aroma dupa yang wangi kembali menyerang hidungku. Bulu romaku tampaknya mulai berdiri. Akupun sepertinya mulai lupa bahwa aku sedang tersesat dihutan belantara yang tidak kukenali ini. Aku mulai larut dalam percakapannya. "Bagaimana caranya, Pak?” aku mulai bertanya..
"Jangan kamu bingung dalam mencari Jalan, kebingunganmu itulah yang menyebabkan engkau tidak melihat Jalan, padahal Jalan itu telah ada didalam dirimu dan telah menjadi Satu denganmu. Jangan lupakan Dirimu, nak.. Diri Sejati, Suksma Sejatimu sendiri. Kenalilah Diri Sejatimu sendiri yang kekal dan tidak berwujud, tidak berupa dan tidak berbentuk tetapi bersatu denganmu yang menuntun kamu kejalan yang benar yang menjadi penuntun dan Gurumu”
"Benar Pak. Mungkin masih harus ditempuh 1 atau 2 jam perjalanan kaki lagi menembus hutan belantara ini baru air terjun nya bisa dijumpai" jawabku.
"Darimana kalian bisa tau bahwa didaerah ini didekat sini didalam hutan belantara ini terdapat air terjun?" beliau bertanya.
"Dari informasi orang-orang yang katanya pernah kemari, dan juga dari hasil membaca informasinya". Sahutku..
Beliau tampak manggut-manggut. Aku menawarkan secangkir kopi, roti dan juga air minum kemasan yang kubawa, kepadanya. Beliau menerimanya dengan senang hati. Tiba-tiba, aku mencium sesuatu yang begitu menyengat, seperti bau dupa yang wangi. Entah darimana datangnya, mungkin dari aroma bunga yang terbawa dihembus angin, pikirku.
"Saya berasal dari kampung sebelah, dibalik bukit itu". Beliau menunjuk kesalah satu bukit yang tampaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami berada. "Siapa namamu, nak?"
"Agus, pak" jawabku.. "Sepertinya kita memang harus bermalam dulu disini. Hari telah begitu gelap. Besok pagi baru bisa melanjutkan perjalanan lagi", Pak tua ini menimpali..
Jadilah akhirnya kami berdua saya dan pak tua ini bermalam didalam hutan belantara yang gelab dan dingin ini, dengan sesekali terdengar suara hewan malam yang menyertai dan gemericik suara air sungai yang mengalir. Begitu tenang, asri sekaligus begitu menyeramkan. Sesekali aku pun terus menambahkan ranting kering agar api unggun nya tidak padam. Sambil meletakkan cangkir kopinya pak tua ini berkata padaku, "Anak muda, ketahuilah bahwa, Percikan Kehidupan yang sama yang ada didalam diri kamu juga terdapat didalam diri saya, didalam diri kita semua. Jiwa manusia yang sejati adalah Ruh Suci yang berasal dari Satu sumber, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Manusia harus hidup rukun satu sama lain dalam hidup bersama didunia ini dan menjauhkan pertengkaran, saling membenci, permusuhan dan peperangan. Perbuatan yang menjadi sumber pertikaian harus dijauhkan - Iri, dengki, tamak, suka bergunjing, mematikan nafkah orang lain, fitnah dan menghasut, semua ini hanya akan membawa kejurang kesengsaraan".
"Iya, benar sekali, Pak. Terimakasih", jawabku berseri-seri. Beliaupun melanjutkan.
"Jika kamu sungguh-sungguh percaya, serahkanlah tuntunan hidupmu kepadaNya. Biarkan Dia menuntun kamu kejalan yang benar agar kamu merasakan ketenangan, ketentraman, aman, dan damai, menuju pada Kebahagiaan Yang Abadi. Jangan tertipu dengan kepribadianmu yang sekarang ini, yang terbatas ini, Dia sendiri tidak dibatasi oleh apa pun. Serahkan dirimu, kebebasanmu. Dia akan merangkum kembali kamu kedalam pangkuanNya. Ketahuilah olehmu bahwa Percikan Cahaya Kehidupan yang ada didalam dirimu ini ada yang membawa yaitu utusanNya yang sejati yang menurunkan sinarNya, maka jika tidak dikembalikan oleh yang diutus pasti tidak akan dapat kembali keistana sinar, kehadiratNya ialah alam yang sejati. Untuk menempuh jalan kembali ini, kamu tidak dapat meminta petunjuk dari orang lain. Kamu hanya dapat meminta petunjuk dari Diri Sejatimu sendiri. Dialah juru penunjuk jalan penuntun bagi para musafir dijalan kebenaran. Inilah makna dari ajaran yang sejati”.
Suaranya terasa begitu tenang, dan menyembuhkan. Bau aroma dupa yang wangi kembali menyerang hidungku. Bulu romaku tampaknya mulai berdiri. Akupun sepertinya mulai lupa bahwa aku sedang tersesat dihutan belantara yang tidak kukenali ini. Aku mulai larut dalam percakapannya. "Bagaimana caranya, Pak?” aku mulai bertanya..
"Jangan kamu bingung dalam mencari Jalan, kebingunganmu itulah yang menyebabkan engkau tidak melihat Jalan, padahal Jalan itu telah ada didalam dirimu dan telah menjadi Satu denganmu. Jangan lupakan Dirimu, nak.. Diri Sejati, Suksma Sejatimu sendiri. Kenalilah Diri Sejatimu sendiri yang kekal dan tidak berwujud, tidak berupa dan tidak berbentuk tetapi bersatu denganmu yang menuntun kamu kejalan yang benar yang menjadi penuntun dan Gurumu”
Saat ia berkata, ‘Jangan lupakan Dirimu, nak..’ nafasku seakan berhenti, pikiran berhenti.. bahkan dunia seakan telah berhenti berputar.. Kata-kata yang baru pertama sekali kudengar dan tak kumengerti ini telah mengguncangkan hatiku - jiwaku..
Ia terdiam beberapa saat, dan sambil menatapku tajam ia melanjutkan kembali kata-katanya.
“Ia yang mengetahui Diri Sejatinya tidak lagi tertipu dengan keadaan dunia yang berubah-ubah ini. Tidak lagi terombang-ambing oleh nafsu-nafsunya sendiri. Tidak lagi suka berperang, iri, dengki, tamak, suka bergunjing, fitnah dan menghasut. Ia terbebas dari ilusi, perbedaan agama, ras, dan dia melihat setiap manusia sebagai anggota keluarga Tuhan Yang Satu.
Ia yang telah menemukan dirinya, menemukan pula kesatuan dan persatuan antara segala sesuatu yang nampaknya berbeda. Ia mulai menyadari persaudaraan antar-umat manusia. Dan kesadaran itu membuatnya menjadi lembut, penuh dengan belas kasih dan bela rasa terhadap sesama makhluk.”
Ia yang telah menemukan dirinya, menemukan pula kesatuan dan persatuan antara segala sesuatu yang nampaknya berbeda. Ia mulai menyadari persaudaraan antar-umat manusia. Dan kesadaran itu membuatnya menjadi lembut, penuh dengan belas kasih dan bela rasa terhadap sesama makhluk.”
Lalu sambil memegang pundak saya beliau berkata,
“Sekarang tidurlah, biar besok pagi-pagi sekali kita dapat melanjutkan perjalanan dan aku akan menunjukkan padamu jalan agar kamu dapat keluar dari hutan belantara yang menyesatkan ini”
Dengan wajah berseri-seri penuh harap aku langsung menyambut ucapannya, “Benar ya Pak! tunjukkanlah saya jalan yang benar, agar saya dapat keluar dari kurungan hutan belantara yang menyesatkan ini”
Kamipun mulai berbaring diatas batu yang beralaskan seadanya yang beratapkan daun-daun hutan yang lebat yang menjuntai diatas kepala kami. Beristirahat karena hari telah larut malam tampaknya. Sambil mencoba untuk memejamkan mata aku merenungi kembali kata-katanya. Tanpa terasa air mataku pun jatuh bersama rasa kantukku yang datang..
Tiba-tiba, aku dikejutkan oleh sebuah seruan,
“Bangun! bangunlah, nak, hari telah pagi. Langit begitu cerah dan Matahari selalu bersinar.. Kamu telah tertidur begitu lama dihutan belantara yang menyesatkan ini. Pagi ini tidakkah kamu ingin Terbangun!”
Aku tersentak dari tidur lelapku.. ternyata, aku telah bermimpi.. Bermimpi tersesat dihutan belantara :)
Komentar
Posting Komentar