Menurut Pangestu ada beberapa macam kematian manusia.
Pertama, mati secara tidak sempurna, yaitu badan kasarnya
rusak, tetapi badan halusnya atau jiwanya tetap hidup terus dan melayang-layang
didalam alam halus atau alam kafiruna.
Kedua, mati secara sempurna. Kesempurnaan mati ini adalah
tercapainya persatuan antara Roh Suci dengan Suksma Sejati, pada saat badan
jasmaninya menghembuskan napas yang penghabisan alias mati biasa dan siap untuk
ditanam.
Ada juga manusia yang telah bertunggal dengan Sang Suksma
Sejati, atau telah mencapai kesempurnaan hidup, dan disebut telah mati selama
hidup. Roh Suci orang ini telah meleburkan diri dalam Suksma Sejati, hingga
tidak lagi diperlukan angen-angen untuk mengingat-ingat intisari syahadat.
Suksma Sejati sendirilah yang langsung mempergunakan alat-alat pelaksana, seperti
tangan, kaki, mulut dan sebagainya, karena angen-angen sudah hilang, perasaan
dan keinginan juga ikut hilang. Apa yang kita sebut sehari-hari jiwa, malahan
sudah tidak ada lagi pada manusia yang mencapai tingkatan kesempurnaan hidup.
Walaupun badan jasmani kasar masih hidup, tetapi badan jasmani halus atau
jiwanya lebur tidak terpakai lagi. Nafsu-nafsu masih ada, tetapi karena sudah
tidak terhubungkan dengan angen-angen dan perasaan, maka kekuatannya hanya
melulu dipergunakan untuk kekuatan badan, dan kekuatan badan ini dikuasai oleh
kehendak dan kekuasaan Sang Suksma Sejati. Memang badan jasmaninya masih tetap
makan, minum dan tidur, serta masih lengkap susunan daya kerjanya, tetapi
perasaannya telah diganti dengan suasana tenang, tenteram dan bahagia, tanpa
dipengaruhi oleh keadaan yang berubah-ubah.
***
Mengenai manusia yang mati secara tidak sempurna,
Pangestu lebih jauh mengajarkan bahwa badan jasmani kasarnya akan rusak, tetapi
badan jasmani halusnya tetap hidup. Karena manusia ini lupa akan Suksma Kawekas,
ia lalu tersesat kealam kafiruna, Tri Purusa digambarkan sebagai masih
terbungkus oleh badan jasmani halus dan terbawa kemana-mana bersama-sama
jiwanya. Karena badan jasmani halus tersusun dari keempat anasir seperti halnya
badan jasmani kasar, maka semua nafsu-nafsu masih lengkap. Ia masih
terbawa-bawa oleh nafsu makan, minum, tidur, dan mau mengerjakan sesuatu.
Tetapi karena badan jasmani kasar tidak ada lagi, keinginan itu tidak
terlaksana, misalnya mau minum, tetapi gelas berisi air tidak dapat dipegang,
dan airnya tidak dapat ditelan. Demikian juga ia ingin makan, tetapi tidak
terlaksana sebab tidak memiliki lagi sarana untuk mengambil, mengunyah dan
menelan, dan sebagainya.
Badan jasmani halus tidak rusak atau sakit, sekali pun tidak makan, minum atau bernapas. Badan jasmani halus sanggup mendapatkan tambahan unsur tanpa makan, minum atau bernapas. Panca indera yang halus masih lengkap, hingga simati dapat menangkap rangsangan dari dunia sekitarnya. Pikiran dan ingatan masih utuh, hingga ia masih dapat berpikir dan mengingat-ingat keadaan yang lampau. Perasaan juga masih ada.
Jiwa simati didalam alam kafiruna berada dalam kesengsaraan. Yaitu terombang-ambing oleh gelombang perasaan seperti sedih, takut, was-was, gelisah, gembira, benci, kecewa, suka ria dan lain sebagainya. Akunya pun masih ada.
Badan jasmani halus tidak rusak atau sakit, sekali pun tidak makan, minum atau bernapas. Badan jasmani halus sanggup mendapatkan tambahan unsur tanpa makan, minum atau bernapas. Panca indera yang halus masih lengkap, hingga simati dapat menangkap rangsangan dari dunia sekitarnya. Pikiran dan ingatan masih utuh, hingga ia masih dapat berpikir dan mengingat-ingat keadaan yang lampau. Perasaan juga masih ada.
Jiwa simati didalam alam kafiruna berada dalam kesengsaraan. Yaitu terombang-ambing oleh gelombang perasaan seperti sedih, takut, was-was, gelisah, gembira, benci, kecewa, suka ria dan lain sebagainya. Akunya pun masih ada.
“Ketahuilah, setelah sampai waktunya, badan kasarmu akan
rusak. Badan kasarmu kembali keasalnya, adapun roh mu kembali keasal tujuan
makhluk, yaitu kembali kepada Allah. Akan tetapi yang seperti itu hanyalah
jikalau memperoleh tuntunan-Ku. Aku tidak akan menuntun engkau kalau engkau
lupa dan tidak percaya kepada-Ku” (Suksma Sejati)
* Mengenai istilah yang tidak dimengerti dalam tulisan
ini, seperti angen-angen, Roh Suci, Suksma Sejati, Suksma Kawekas dan Tri Purusa
dapat dilihat/dibaca pada tulisan “Gambaran Lukisan Kereta Kuda - Untuk
mengingatkan tugas hidup manusia yang terpenting”
(Dari buku: Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Pangestu, oleh
Sularso Sopater)
Komentar
Posting Komentar