Syarat utama adalah viveka—kemampuan untuk memilah, untuk
menentukan mana yang mulia dan baik bagi diri kita, bagi evolusi kita, bagi
Jiwa—dan mana yang sekadar menyenangkan dan terasa nikmat bagi tubuh dan indra.
Viveka membuat kita sadar akan kebutuhan Jiwa, yaitu Kebahagiaan Sejati yang
bersumber pada Kesadaran Jiwa itu sendiri. Patanjali tidak menolak kenyamanan
tubuh, kenikmatan indra dalam takaran moderat, tidak berlebihan, tidak
kekurangan. Silakan mengurusi badan dan indra, tetapi dalam kerangka besar
kebutuhan Jiwa; dalam rangka mewujudkan misi Jiwa. Kenyamanan tubuh dan
kenikmatan indra tidak boleh berdiri sendiri. Semua itu mesti demi terwujudnya
Kesadaran Jiwa dan tercapainya Kebahagiaan Sejati. ____Yoga Sutra Patanjali
II.15
Dibawah ini adalah cerita Hola tanpa viveka yang membuat
dia mengalami lingkaran kelahiran dan kematian yang tidak berkesudahan.
“Duka-derita pada masa mendatang dapat, dan mesti
dihindari” ____Yoga Sutra Patanjali II.16
Di sini Patanjali membuktikan sekali lagi bahwa Yoga
bukanlah filsafat fatalistik. Jika klesa atau duka-derita pada masa lalu telah
menjadi “sebab” kelahiran kita kali ini, kita bisa berupaya untuk memastikan
bahwa tidak ada lagi benih-benih duka-derita atau klesa yang mengakibatkan
kelahiran ulang pada masa mendatang.
SIMPLY PUT, SEDERHANANYA, penderitaan masa kini yang
disebabkan oleh benih-benih duka-derita dari masa lalu memang unavoidable.
Tidak bisa dihindari. Tapi kita bisa memastikan bahwa, sekarang, pada masa
kini. tidak ada lagi benih-benih duka-derita yang dapat bertunas pada masa yang
akan datang.
Saat ini, kaki sudah terpeleset, kejatuhan tidak dapat
dihindari. Tapi tidak berarti sekali terpeleset, tetap terpeleset, terpeleset
hingga akhir zaman. Tidak. Terpeleset sekali “pada masa kini” sudah cukup.
Tidak perlu mengulangi pengalaman yang sama. Sekali terpeleset, sekali jatuh
sudah cukup.
Kita bisa belajar, mengambil hikmah dari pengalaman pahit
masa kini, dan memastikan untuk tidak mengulangi tindakan yang sama – tidak
mengulangi suatu perbuatan yang bisa menyebabkan duka-derita pada masa
mendatang.
JANGAN MENYEDERHANAKAN ARTI SUTRA INI! Sutra ini
“membuat” kita bertanggung jawab sepenuhnya atas kehidupan kita. Yoga tidak
mengajarkan kita untuk mencari pembenaran, alasan, apalagi kambing hitam—atas
penderitaan kita.
Duka-derita yang sedang kita alami saat ini disebabkan
oleh benih-benih akunya atau tidak mulia pada masa lalu. Benih-benih itu sedang
bertunas, berbuah. Kita tidak bisa menolak buah atau hasil perbuatan pada masa
lalu.
Kita juga tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, termasuk
keadaan, atas penderitaan kita saat ini. Kita sendiri bertanggung jawab atas
segala penderitaan kita saat ini. Tapi, tidak berarti kita tidak bisa mengubah
keadaan.
KESADARAN BAHWA “SAYA BERTANGGUNG JAWAB” atas penderitaan
saat ini, sesungguhnya justru “memberdayakan” diri kita untuk: Pertama,
menjalani, “melewatinya tanpa beraduh-aduh. Kedua memastikan bahwa sambil
melewatinya, kita tidak lagi mengumpulkan benih klesa atau duka-derita yang
bisa menyebabkan penderitaan pada masa yang akan datang.
Rasanya kita mesti kembali menyapa Hola untuk memahami
hal ini. Saya dengar Hola pernah menjadi konglomerat. Ia bekerja keras dan
berhasil. Bingo! Awalnya dia berpikir. Kalau kebutuhan sudah cukup, aku akan
berhenti bekerja keras seperti sekarang ini, dan menikmati hasil jerih payahku.
Sayang, pikiran tinggal pikiran. Setelah kebutuhannya mencapai puluhan kali Iipat dari apa yang pernah dibayangkan, dipikirkan olehnya, tetaplah ia bekerja seperti kerbau. Sekarang ia memiliki banyak perusahaan, banyak bisnis, “Staf, direktur, manajer, semua kurang asem. Mereka tidak memiliki semangat yang kumiliki.”
Sayang, pikiran tinggal pikiran. Setelah kebutuhannya mencapai puluhan kali Iipat dari apa yang pernah dibayangkan, dipikirkan olehnya, tetaplah ia bekerja seperti kerbau. Sekarang ia memiliki banyak perusahaan, banyak bisnis, “Staf, direktur, manajer, semua kurang asem. Mereka tidak memiliki semangat yang kumiliki.”
Gola berusaha mengingatkan dia, “Hola, bukankah kau
pernah berjanji akan take it easy setelah mencapai tujuanmu? Sekarang tujuan
yang terpikir olehmu sudah tertinggal di belakang. Kenapa mesti tetap
membanting tulang seperti ini?
“Taruhlah Staf tidak perfect…penghasilan berkurang 20-30,
atau bahkan hingga 50%. What do you care? Tabungan sudah sekian. Relaks, Hola!
Nikmati hasil jerih payahmu.”
HOLA MALAH BERANG, “KERAJAAN BISNIS ini telah kubangun di
atas coran darahku. Nggak pakai air, pasir, semen, dan batu – pakai darah dan
keringat. Darah dan keringatku tahu!”
Ya, sudah. Tapi, teguran Gola membuat dia agak rewind ke
belakang. Tidak mau mengaku sama Gola, tetapi dalam hati, Gola benar juga. Aku
ini sudah bukan kerbau lagi. Cara aku bekerja sudah seperti kerbau dan kuda
jadi satu. Kapan kunikmati hasil jerih payahku?
Baru mau ambil keputusan drastis, datanglah Bola. Seperti
biasa, ia punya proyek baru, proposal baru. Melihat angka-angka di atas kertas,
Hola rela menjadi kerbau plus kuda Iagi.
Kembali urusan kejar-mengejar, urusan kerbau dan kuda
dilakoni lagi. Suatu hari, di tengah segala urusan lari-melari itu, tiba-tiba
keberadaan memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak usianya. Jantung terasa
mau copot.
Hola masih sempat berpikir, Wah, ini jantungku mampus deh
aku. Terpikirkan pula segala harta kekayaannya, tabungannya, kerajaan bisnisnya,
dan lebih-lebih lagi, kata-kata Gola. Sialan, aku tidak sempat menikmati segala
hasil jerih payahku. Kalau ‘Lahir Lagi’, aku tidak mau bekerja keras seperti
ini, aku mau hidup santai saja. Plak, mampus si Hola!
PIKIRAN TERAKHlR HOLA, TIDAK MAU BEKERJA KERAS, MAU
SANTAI, menjadi benih bagi kehidupan berikutnya. Maka, “terjadi”-lah kelahiran
ulang di Siberia!
Contoh yang diberikan oleh I.K. Taimni dalam ulasannya
tentang Yoga Sutra ini saya improvisasi sedikit. Contoh ini sangat tepat untuk
menjelaskan bagaimana kita menjadi sebab kelahiran ulang, sekaligus memicu
konflik antara guna dan kekacauan pikiran serta perasaan.
Pikiran terakhir Hola, atau lebih tepatnya penyesalan
Hola terlambat. Seandainya ia mendengarkan nasihat Gola dan tidak terbawa rayuan
Bola, ceritanya sudah pasti beda.
Sialnya Hola, ia tidak segera menindaklanjuti nasihat
Gola, malah hanyut bersama Bola.
Kemudian penyesalan yang terlambat itu pun tidak tepat.
“Tidak mau bekerja keras” adalah sifat Tamas, bodoh dan malas, lahirlah dia di
Siberia, di Kutub Utara.
Demikian, tercapailah keinginan Hola. Terwujudlah,
pikiran dia untuk “tidak bekerja keras”. Tinggal di Siberia, di Kutub Utara,
mau bekerja keras pun untuk apa? Apa yang mau dikerjakan? Apa yang bisa
dikerjakan?
Hola bisa hidup bermalas-malasan. Selama puluhan tahun
hidupnya, Hola, yang sekarang berwujud Eskimo, santai-santai saja. Tak terpikir
oleh Eskimo Hola bahwa ada kemungkinan-kemungkinan lain dalam hidup ini. Hidup
ya hidup sebagai Eskimo, dan Siberia adalah Keseluruhan dari planet bumi. Kutub
Utara adalah dunianya.
Namun, semua itu berubah ketika datang Si Bola
berwujudkan keturunan Warga Paman Sam Sekarang, namanya Bola Samputra. Ia ikut
bersama tim eksplorasi. Pertama kali ke Siberia, ia pun melengkapi dirinya
dengan segala gadget mutakhir, tidak tahu bahwa Wi-Fi pun sebatas sekitar
bandara terdekat . Di tempat eksplorasi tidak ada kemudahan akan apa pun.
SINGKAT CERITA, BERTEMULAH BOLA SAMPUTRA dengan Hola
Eskimo. Law of Attraction bekerja, ada ketertarikan alami antara mereka.
Langsung click, cesss!
Seperti dulu masa kehidupan sebelumnya—Bola masih tetap
teguh pada dharma-nya sebagai perayu. Hola terkejut-kejut saja mendengar
berbagai cerita dari Bola tentang betapa indahnya, majunya, berkembangnya
negeri Paman Sam. Belum lagi segala macam gadget yang diperlihatkan oleh Bola
padanya. Hebat!
Hola menjadi sedih, sambil menarik napas panjang, ia
berujar, “Aku tidak tahu dosa apa sehingga aku lahir di tempat terpencil ini,
jauh dari negerimu. Bagiku Sohib, negerimu itu seperti negeri impian.
Dongeng-dongeng di sini berbicara tentang tempat-tempat indah seperti itu. Tak
kusangka memang ada. Bukan dongeng saja.”
Ia mulai bermimpi tentang negeri Paman Sam, tentang Cash,
Bill, Job, macam-macam. Coba lahir lagi, aku bisa menikmati hidup di negeri
Bola Samputra. Aku akan bekerja keras, mengumpulkan uang, membeli semua
peralatan seperti yang dimiliki Bola.
Itulah pikiran dia, pikiran Hola Eskimo yang terakhir –
sebelum plak, mampus. Jelas, sesuai dengan keinginan dan pikirannya yang
terakhir, DIA LAHIR KEMBALI DI NEGERI PAMAN SAM, bekerja keras seumur hidup,
seperti kuda, seperti kerbau, mengumpulkan segala macam peralatan mewah. Tapi,
ya itu, lagi-lagi lupa menikmati hidup. Sampai kena serangan jantung, dan
sebelum mati ia pun berpikir kembali, Lahir lagi mau hidup santai ahh.… Mampus.
Lahir lagi di Siberia, jadi Eskimo. Hidup santai, sampai
bertemu lagi dengan Bola Samputra, lalu tergiur oleh cerita-ceritanya. Wah,
betapa senang kalau bisa lahir di negeri Paman Sam. Kerja keras, beli
barang-barang mewah. Pikiran terakhir, mampus, mati, lahir lagi di negeri Paman
Sam.
JADI KUDA LAGI, KERBAU LAGI, MENYESAL LAGI, MAMPUS LAGI,
dan lahir lagi di Siberia. Begitu terus sampai ribuan tahun. Ngetem antara
Siberia dan negeri Paman Sam.
Inilah Lingkaran Samsara. Inilah lingkaran kelahiran dan
kematian yang tidak berkesudahan. lnilah Permainan Keberadaan—inilah Maya,
ilusi.
Hidup di negeri Paman Sam ibarat hidup bersama pasangan
bernama Raji—Rajas. Hidup di Siberia ibarat hidup bersama Tami—Tamas.
Antara agresivitas dan bermalas-malasan di antara dua
ekstrem inilah bandul kehidupan manusia bergoyang terus.
Seandainya kita menikmati “goyangan” seperti itu dari
satu masa kehidupan ke masa kehidupan berikutnya, ya sudah. Sekarang pun sudah
demikian. Goyangan inilah yang disebut vrtti.
Yoga mengajak kita untuk berhenti bergoyang dangdut
seperti itu. Sekarang, mau kita apa? Mau goyang terus? Mau berhenti? Patanjali
menjelaskan bahwa goyangan-goyangan seperti itu tidak menghasilkan apa-apa.
“Lampauilah goyangan Samsara” demikian kiranya seruan Patanjali.
(Dari buku (Anand Krishna. (2015). Yoga Sutra Patanjali
Bagi Orang Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Komentar
Posting Komentar