Bahaya terbesar dan dalam arti tertentu juga dosa
terbesar bagi manusia terletak di dalam kecenderungan untuk meninggalkan bagian
ruhaniahnya, melupakan bahwa ia “dihormati oleh Tuhan.”
Mereka begitu sibuk dengan urusan-urusan duniawinya sehingga lupa untuk mengembangkan dirinya yang sejati,
bagian yang diberikan sebagai hadiah istimewa dari Tuhan, yang “ditiupkan
kepadanya dari nafas-Nya sendiri (Q.S. 15: 29), seperti dinyatakan Alquran beberapa
kali. Amanah Ilahi, “kebaikan yang dipercayakan” itulah unsur yang paling
penting dan pada saat yang sama paling membahayakan di dalam manusia, seperti
dikatakan Q.S. 33: 72 “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada gunung-gunung
dan langit dan tanah dan mereka tidak menerimanya, tetapi manusia menerimanya,
dan sesungguhnya ia bebal, kejam.”
Karena manusia tidak tahu apa yang sedang diterimanya,
atau betapa beratnya beban yang akan ditanggung (dan sesungguhnya para teolog
Muslim dan mistikus telah mempertimbangkan dengan seksama di sepanjang zaman,
apa persisnya “amanah yang dipercayakan” ini).
Bagi Jalaluddin Rumi amanah adalah pemberian tanggung
jawab, pilihan bebas, kemampuan manusia mengenal aspek-aspek ruhaniah adanya
dan mengembangkannya. Orang yang melupakan atau meninggalkan amanah berada
dalam posisi yang berbahaya; mereka mungkin berlari mengejar ratusan pengejaran
yang berbeda, tetapi selama mereka tidak peduli pada pemberian Ilahi yang indah
yang mereka bawa di dalam dirinya, yang tersembunyi seperti piala emas di dalam
sebuah karung yang penuh dengan jerami, atau sebutir permata ditumpukan kotoran
– selama mereka meninggalkannya atau bahkan tidak menyadarinya, maka tak ada
yang berharga.
___Dari buku DUNIA RUMI – Hidup dan Karya Penyair Besar
Sufi
Halaman: 113 – 114 Oleh: Annemarie Schimmel. Penerbit: Pustaka Sufi
Halaman: 113 – 114 Oleh: Annemarie Schimmel. Penerbit: Pustaka Sufi
***
Apapun yang kita pikirkan dapat binasa.
Yang tidak dimasuki oleh pikiran, itulah Tuhan.
Yang tidak dimasuki oleh pikiran, itulah Tuhan.
Hewan-hewan kecil yang hidup di bawah tanah tidak
mempunyai mata atau telinga,
karena mereka tidak membutuhkannya. Demikian pula, Allah membiarkan orang tertentu tanpa indra batin alat untuk mencapai-Nya, karena Dia tahu bahwa mereka lebih bahagia di dalam kegelapan dunia ini dan hanya akan mendapat malu jika mereka dapat melihat apa yang ada di belakangnya.
karena mereka tidak membutuhkannya. Demikian pula, Allah membiarkan orang tertentu tanpa indra batin alat untuk mencapai-Nya, karena Dia tahu bahwa mereka lebih bahagia di dalam kegelapan dunia ini dan hanya akan mendapat malu jika mereka dapat melihat apa yang ada di belakangnya.
Allah adalah harta rahmat, yang tiada habisnya,
sebagaimana Dia adalah harta karun keindahan. Keindahan ini mencerminkan diri
di dalam dunia, yang dapat dilihat sebagai sebuah cermin bagi-Nya, asalkan
orang melihat pada sisi yang berpaling kearah Tuhan, karena sisi belakangnya
tidak berharga, sekalipun hiasan-hiasan yang ada pada sisi cermin itu mungkin
tampak menarik bagi orang yang hanya melihat permukaan.
Komentar
Posting Komentar