Langsung ke konten utama

Renungan Gita: Setelah Mati Masuk Surga, Tercebur Neraka atau Gentayangan?

“Bagi mereka yang masih terikat (dengan hasil), adalah tiga macam hasil perbuatan yang diperolehnya setelah kematian, yakni; yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan, dan gabungan dari keduanya (antara yang menyenangkan dan tidak menyenangkan). Namun, bagi seorang samnyasin (yang tidak terikat dengan hasil perbuatannya), yang demikian itu tidak ada.”

Bhagavad Gita 18:12 dikutip dari buku (Anand Krishna. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

“Hasil setelah kematian” adalah pengalaman Jiwa setelah ia tak berbadan lagi. Hasil inilah yang biasa disebut pengalaman surga yang menyenangkan; pengalaman neraka yang tidak menyenangkan; dan, pengalaman gentayangan yang kadang bisa menyenangkan, kadang tidak.

PENGALAMAN SURGA, NERAKA, DAN. . . di antara keduanya atau gabungan dari keduanya — pengalaman gentayangan — adalah sesuatu yang dialami oleh Jiwa karena ia masih terikat pada gugusan pikiran dan perasaannya. Walau tidak berbadan, tidak memiliki kendaraan, ia masih memiliki memori tentang pengalaman berkendaraan. Memori ini, ingatan ini adalah bagian dari gugusan pikiran dan perasaan, sebagaimana juga keinginan, obsesi, harapan, impian dan sebagainya.

Dengan berkendaraan “badan halus mental dan emosional” gugusan pikiran serta perasaan inilah, Jiwa menjelajahi alam pikiran dan perasaan itu sendiri.

Ada yang mengalami hal-hal yang menyenangkan — surga. Ada yang merasa bersalah atas tindakan-tindakannya yang tidak tepat dan merugikan sesama makhluk — neraka. Ada juga yang sedemikian terikat dengan keluarga, kawan, kerabat, rumah, kantor, dan sebagainya yang “tertinggal” — maka ia bergentayangan di sekitarnya. Yang terakhir ini, sesungguhnya paling sengsara, karena evolusinya tertunda untuk waktu yang tidak tertentu, dan bisa cukup lama.

Mereka yang mengalami “surga”, pada suatu ketika akan jenuh, kemudian memilih kendaraan badan baru dan mengalami kelahiran ulang. Mereka yang mengalami “neraka” pun demikian, pengalaman kelahiran ulang menjadi penting untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya.

NAMUN, MEREKA YANG GENTAYANGAN berada dalam keadaan limbo, tidak ke mana-mana. Mereka tidak mampu menentukan arah, mau ke mana. Maka, tetap berada sekitar tempat-tempat di mana mereka pernah mengalami “kehidupan ber-badan”.

Untuk itu, leluhur kita menemukan cara paling tepat, yakni dengan “cepat-cepat” memperabukan jasad yang sudah tidak bernyawa. Dengan cara itu, tali keterikatan antara Jiwa dan badan terputuskan — dan Jiwa bisa melanjutkan evolusinya, dalam pengertian bisa segera memilih “pengalaman baru”. Adapun upacara-upacara setelah “kematian” — semuanya, tanpa kecuali adalah semata untuk membantu Jiwa supaya tidak gentayangan.

Jika kendaraan badan yang ditinggal tidak cepat-cepat terurai dan masing-masing elemen yang membuatnya tidak kembali ke asalnya, maka Jiwa bisa tetap terikat dengannya.

PARA PENGGALI KUBURAN-KUBURAN LAMA yang sudah tidak bertuan, ahli-waris pun sudah bosan mengurusnya atau tidak memiliki cukup dana untuk merawatnya, sering menemukan jasad-jasad yang relatif masih utuh, bahkan kuku dan rambutnya masih bertumbuh.

Kemudian, untuk menghibur diri atau mencari keuntungan, jasad-jasad tersebut dijadikan komoditas untuk dijual, “Lihat, jasad si fulan ini masih utuh. Ajaib! Mukjizat di awal abad ke 21!”

Tidak, janganlah “membeli” bualan itu. Hal tersebut hanyalah membuktikan bila Jiwa yang sudah tidak berbadan masih gentayang dan berada di sekitar badan yang telah ditinggalkannya sekian lama.

Jika Anda bisa dan mau membantu, maka sebaiknya jasad-jasad itu segera dikremasikan supaya Jiwa terbebaskan dari keterikatan yang sangat menyengsarakan. Ia menderita karena sudah tidak dapat menggunakan badan tersebut, Walau sudah berusaha sekuat tenaga untuk kembali memasukinya.

Namun, setelah jasad dikremasikan, terputuslah tali-keterikatan yang mengikat Jiwa. Tidak ada alasan baginya untuk tetap gentayangan. Ia akan melanjutkan perjalanannya.

(Dikutip dari buku: (Anand Krishna. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salah Satu Syair Rumi Tentang Reinkarnasi

Sebagai tahapan yang harus dilalui wujud lahir, tingkatan wujud berikutnya akan berproses sesuai dengan rancangan wujud sebelumnya. Dengan jalan seperti ini muncullah ribuan perubahan. Dan tiap perubahan selalu lebih baik dari sebelumnya. Sadarilah selalu wujudmu saat ini karena jika kau berpikir tentang wujudmu di masa lalu, maka kau akan memisahkan dirimu dari Diri Sejatimu. Inilah semua keadaan yang tetap yang kau saksikan dalam kematian. Lalu mengapa harus kau palingkan mukamu dari kematian? Ketika tahapan kedua lebih baik dari tahapan pertama, maka matilah dengan senyum suka cita. Dan arahkan pandanganmu ke depan untuk menempati wujud baru yang lebih baik dari wujud sebelumnya. Sadarilah, dan jangan tergesa-gesa. Kau harus mati terlebih dulu sebelum memperbaiki diri. Laksana sang surya, hanya jika kau tenggelam di Barat, maka di Timur, kau akan menyaksikan wajahmu yang cerlang gemilang.  ( Jalaluddin Rumi ) Tulisan Di Batu Nisan Jalaluddin...

Kata-Kata Indah Dari Osho

Kita telah hidup dalam pikiran selama begitu banyak kehidupan, dan kita telah menjadi selaras dengan kegelapannya, dengan keburukannya, kesia-siaannya. Ketika engkau bertindak tanpa pikiran, seluruh keberadaanmu bergetar. Engkau bergerak di jalur yang berbahaya. Pikiran berkata, “Waspada! Pikirkan dulu, baru kemudian bertindak.” Tetapi jika engkau berpikir dulu dan baru kemudian melakukan sesuatu, perbuatanmu akan selalu mati, basi. Ini akan keluar dari pikiran, ini tidak akan menjadi nyata dan otentik. Maka engkau tidak bisa mencintai, Maka engkau tidak bisa bermeditasi, Maka engkau tidak bisa benar-benar hidup dan engkau tidak bisa mati. Engkau menjadi hantu, keberadaan yang palsu. Cinta mengetuk hatimu dan engkau berkata, “Tunggu! Aku akan memikirkannya.” Kehidupan terus mengetuk pintumu dan engkau berkata, “Tunggu! Aku akan memikirkannya.” OSHO, A Bird on the wing, Chpt 9, Save the cat “Kuasai hanya satu hal: dirimu sen...

Osho, aku ingin berdoa kepada Tuhan. Tolong ajari aku caranya

“Prayer means gratefulness, prayer means no complaint. Prayer means ”I am thankful for all that has been given to me; more I could not have asked for.” In that very prayerfulness one becomes graceful”. ___Osho Doa berarti rasa syukur, doa berarti tidak ada keluhan. Doa berarti “Saya bersyukur untuk semua yang telah diberikan kepada saya; lebih saya tidak bisa meminta.” Dalam penuh rasa syukur itu orang menjadi graceful.. ------------------------------------------- “Osho, aku ingin berdoa kepada Tuhan. Tolong ajari aku caranya” Osho: “JANGAN MEREPOTKAN ALLAH, DIA PUNYA MASALAH SENDIRI. Tidakkah anda lihat apa pun yang Dia ciptakan adalah mati? Anda menyimpan masalah anda kepada diri sendiri. Mengapa orang harus ingin berdoa kepada Allah? ALLAH TIDAK MEMBUTUHKAN DOA-DOA ANDA. Anda mungkin memerlukan doa-doa itu — tapi mereka tidak akan sesuatu yang lebih dari suara keinginan anda, tuntutan anda, mengekspresikan keluhan anda. Itulah apa yang dilakukan orang atas nama d...