Seorang novelis Rusia, saya lupa namanya, mungkin
Dostoyevsky pernah menulis cerpen (cerita pendek) yang indah sekali, manis
sekali. Saya membumbuinya sedikit:
Tetapi Ia tidak putus asa,”Dari sekian banyak gereja, pastor dan pendeta, masa iya tidak satu pun memahami ajaranku dengan benar?”
Akhirnya, Ia menemukan satu gereja yang terletak didusun terpencil, jauh dari kota. Bangunannya amat sangat sederhana. Dan pastor yang mengurusnya juga kelihatan ramah, masih belum tercemar oleh polusi kota-kota besar.
Kebetulan hari itu, Minggu…
Umat Kristiani tengah mengikuti kebaktian. Yesus menunggu diluar gereja itu. Ia tidak ingin menganggu mereka. Ia menunggu sampai selesainya misa. Lalu melihat mereka mulai keluar, Ia mendekati mereka, ”Temanku, aku senang sekali melihat kesederhanaan kalian. Setelah keliling dunia, baru kutemukan gereja seperti ini.”
Ada yang menanggapinya dan mengucapkan, ”Terima kasih”. Ada juga yang tidak menanggapinya dan hanya menganggukkan kepala. Satu diantara mereka memperhatikan jubah Yesus, ”Sepertinya kau orang baru didusun ini. Jubahmu itu lucu, seperti jubah Yesus.”
Seribu Sembilan ratus tahun setelah disalibkan, pada
suatu ketika Yesus melihat kebawah. Ia menemukan sekian banyak gereja tersebar
diseluruh dunia. Sampai kepelosok-pelosok, sampai kedusun-dusun terpencil pun
ada saja bangunan gereja. Ada saja seorang pastor atau seorang pendeta yang
mengurusnya.
Ia berpikir,”Keadaan didunia sudah berubah. Kali ini
kalau aku turun, mereka pasti akan menerimaku dengan tangan terbuka.” Dan Ia
pun langsung menghadap Allah, ”Bapa, biarkan aku turun sekali lagi. Sepertinya
mereka sudah siap untuk menerimaku.”
Allah Bapa tersenyum,”Isa, anakKu, apa yang membuat kamu
berpikir demikian?’
Yesus menjawab, “Karena sudah ada sekian banyak gereja,
tempat ibadah yang tersebar diseluruh dunia. Sampai kedesa-desa terpencil pun
ada paling tidak seorang pastor, ada paling tidak seorang pendeta yang mengabdi
dan melayani umat. Kiranya mereka sudah sadar.”
Allah Bapa menanggapi Isa Yang Ia Sayangi,”Jangan
cepat-cepat mengambil kesimpulan. Jumlah gereja, pastor dan pendeta tidak
menjamin kesadaran mereka. Sungguh sangat tidak sadar para manusia di
bumi. Agama pun telah mereka jadikan komoditas. Ada yang memakainya untuk
kepentingan politik. Ada yang menggunakannya sebagai alat untuk memecah belah
umat, lalu menguasai mereka. Sudahlah, jangan lagi memikirkan manusia di bumi.”
Isa tetap saja bersikeras,”Mohon Tuhan, beri aku satu
kesempatan lagi. Beri mereka satu kesempatan lagi. Saya dengar, mereka sedang
menanti-nanti kedatanganku.”
Terpaksa, Allah mengabulkan permohonan Isa. Dan Isa pun
langsung turun ke dunia.
Melihat gereja-gereja yang megah dan kehidupan para
pastor maupun pendeta yang mewah, Ia bingung,”Bagian mana ajaranku yang mereka
pakai?”
Ia mengelilingi seluruh dunia. Gereja mana yang harus Ia kunjungi? Tiba-tiba Ia merasa kesepian. Ditengah keramaian dunia, Ia berdiri “sendiri”. Diantara kerumunan massa yang mengaku Kristen, Ia mencari-cari umatnya.
Sementara Ia selalu menekankan bahwa,”Manusia tidak hidup karena roti saja.” Bahwa diluar urusan perut, kedudukan, kekayaan dan ketenaran masih banyak urusan lain. Sekarang, mereka yang “mengaku” pastor dan pendeta, justru menjanjikan “rejeki”, “kursi” dan entah apa lagi, untuk menarik umat!
Ia mengelilingi seluruh dunia. Gereja mana yang harus Ia kunjungi? Tiba-tiba Ia merasa kesepian. Ditengah keramaian dunia, Ia berdiri “sendiri”. Diantara kerumunan massa yang mengaku Kristen, Ia mencari-cari umatnya.
Sementara Ia selalu menekankan bahwa,”Manusia tidak hidup karena roti saja.” Bahwa diluar urusan perut, kedudukan, kekayaan dan ketenaran masih banyak urusan lain. Sekarang, mereka yang “mengaku” pastor dan pendeta, justru menjanjikan “rejeki”, “kursi” dan entah apa lagi, untuk menarik umat!
Tetapi Ia tidak putus asa,”Dari sekian banyak gereja, pastor dan pendeta, masa iya tidak satu pun memahami ajaranku dengan benar?”
Akhirnya, Ia menemukan satu gereja yang terletak didusun terpencil, jauh dari kota. Bangunannya amat sangat sederhana. Dan pastor yang mengurusnya juga kelihatan ramah, masih belum tercemar oleh polusi kota-kota besar.
Kebetulan hari itu, Minggu…
Umat Kristiani tengah mengikuti kebaktian. Yesus menunggu diluar gereja itu. Ia tidak ingin menganggu mereka. Ia menunggu sampai selesainya misa. Lalu melihat mereka mulai keluar, Ia mendekati mereka, ”Temanku, aku senang sekali melihat kesederhanaan kalian. Setelah keliling dunia, baru kutemukan gereja seperti ini.”
Ada yang menanggapinya dan mengucapkan, ”Terima kasih”. Ada juga yang tidak menanggapinya dan hanya menganggukkan kepala. Satu diantara mereka memperhatikan jubah Yesus, ”Sepertinya kau orang baru didusun ini. Jubahmu itu lucu, seperti jubah Yesus.”
Yesus memperkenalkan dirinya, “Aku memang Yesus dan baru
saja datang ke dusun ini.”
Mereka yang mendengarnya menganggap dia orang gila,
“Yesus? Berani-beraninya kau mengaku dirimu Yesus?”
“Bukan mengaku, aku memang Yesus.”
Mereka menyimpulkan bahwa Ia gila. Mereka tidak
mengenalinya.
Yesus berupaya meyakinkan mereka, “Kenalilah aku. Akulah Yesus yang kalian sembah dan puja. Namakulah yang kalian muliakan dalam gereja. Kedatangankulah yang kalian nanti-nantikan. Dan aku sengaja memilih dusun ini, memilih gereja kalian, untuk kujadikan rumahku, selama berada di dunia.”
Yesus berupaya meyakinkan mereka, “Kenalilah aku. Akulah Yesus yang kalian sembah dan puja. Namakulah yang kalian muliakan dalam gereja. Kedatangankulah yang kalian nanti-nantikan. Dan aku sengaja memilih dusun ini, memilih gereja kalian, untuk kujadikan rumahku, selama berada di dunia.”
“Kalau tidak gila, kamu pastilah seorang nabi palsu, yang
memang sudah diramalkan dalam Alkitab.”
Begitulah sambutan yang diterima oleh Kristus, dari umat
Kristiani !
Sementara, melihat keramaian diluar Sang Pastor pun keluar, “Ada apa ini?”
Sementara, melihat keramaian diluar Sang Pastor pun keluar, “Ada apa ini?”
“Lihat Romo, orang ini mengaku dirinya Yesus.”
Sang pastor memperhatikan sorotan tajam mata Yesus, lalu
menundukkan kepalanya, “Orang ini ingin menyesatkan kalian. Biarkan saya yang
menghadapinya. Kalian boleh pulang.”
Ia mengajak Yesus masuk kedalam gereja. Lalu mengunci
pintu dari dalam. Tinggal Yesus dan Sang Pastor – berdua saja. Sang Pastor
bersungkam (menyalami –ag) dan mencium kaki Yesus, “Tuhan, maafkan saya.”
Yesus tambah bingung, “Berarti kau mengenali aku.”
“Tentu, Tuhan. Saya mengenali Tuhan.”
“Lalu kenapa tidak menyatakan demikian kepada jemaatmu?
Kenapa pernyataanmu diluar lain – berbeda?”
“Maaf, Tuhan, tetapi saya takut.”
“Takut? Takut apa, anakku? Apa yang kau takuti?”
Yesus betul-betul tidak memahami maksudnya. Sang Pastor
menjawab, “Begini Tuhan, dulu hampir dua ribu tahun yang lalu, ketika
mendatangi dunia ini, Tuhan mengobrak-abrik Bait Allah. Tradisi-tradisi lama
yang sudah usang Tuhan dobrak.”
“Lalu?” – Tanya Yesus.
“Mohon, Tuhan tidak melakukannya lagi. Kalau Tuhan
mengobrak-abrik gereja-gereja yang tersebar diseluruh dunia ini, kalau Tuhanku
mendobrak tradisi-tradisi yang telah kami pertahankan selama hampir dua ribu
tahun, maka semuanya akan hancur lebur. Tak satu pun gereja akan tersisa. Tidak
satu pun pastor atau pendeta akan lolos. Usaha kita selama ini akan sia-sia.”
“Usaha? Usaha, kau katakan?”
Yesus bisa marah. Ia sangat manusiawi. Dulu, waktu
melihat orang-orang Israel meng “usaha” kan tempat Allah, Ia pun pernah marah.
“Maaf, Tuhan, maaf. Itulah sebabnya, Tuhan. Tolonglah,
jangan kemari lagi. Di dunia ini, semuanya sudah berjalan lancar. Para pastor
sudah mapan. Para pendeta sudah hidup senang. Jumlah gereja pun bertambah
terus. Biarkan kami yang mengurus gereja, Tuhan. Kami tidak ingin
merepotkan Tuhan lagi.”
Hari itu Yesus baru menyadari bahwa umat manusia masih
tetap sama. Tidak terjadi perubahan apa pun juga. Malah semakin licik – semakin
edan!
--------------------------------------------
Memang demikian adanya. Seorang Yesus di antara kita
tidak akan tahan melihat upaya peng “usaha” an agama dan lembaga-lembaga
keagamaan. Bukan hanya agama Nasrani, agama apa saja. Diberbagai kelompok ada
para “politisi” yang berpikiran picik dan tidak memiliki akhlak, dan siap meng
“usaha” kan apa saja. Agama dan umat agama pun dijadikan komoditas.
Dalam keadaan seperti sekarang ini, apakah Isa atau Nabi
Muhammad atau Siddhartha atau Zarathustra atau Krishna – siapa saja yang
“datang kembali” – akan mengobrak-abrik system yang sudah keropos ini.
Bayangkan, para politisi kita sudah terbiasa menggunakan “ayat-ayat suci” demi kepentingan mereka. Maknanya dimanipulasi. Hal-hal yang kontekstual dijadikan absolut dan begitu saja dikenakan pada situasi kontemporer. Sementara esensi agama sendiri terlupakan. Inti pesannya terabaikan. Keindahan ajaran-ajaran agama tercemari oleh ulah manusia.
Bayangkan, para politisi kita sudah terbiasa menggunakan “ayat-ayat suci” demi kepentingan mereka. Maknanya dimanipulasi. Hal-hal yang kontekstual dijadikan absolut dan begitu saja dikenakan pada situasi kontemporer. Sementara esensi agama sendiri terlupakan. Inti pesannya terabaikan. Keindahan ajaran-ajaran agama tercemari oleh ulah manusia.
Kisah para nabi dan riwayat hidup mereka sering
dimanipulasi. Fakta sejarah ditutup-tutupi. Yesus, Isa adalah salah satu
diantara sekian banyak nabi yang kisah kehidupannya, kemungkinan besar telah
dimanipulasi. Kisah kehidupan Isa yang kita warisi lewat Alkitab terasa tidak
komplit. Ada masa 18 tahun yang disebut “the lost years”. Yesus atau Isa yang
baru berusia sebelas – duabelas tahun, tiba-tiba tidak ada ceritanya lagi. Lalu
para pewarta Injil bercerita tentang Yesus yang sudah hampir berusia 30 tahun.
Apa yang terjadi selama belasan tahun yang “hilang” dari rekaman sejarah? Atau,
setidaknya “hilang” dari rekaman Alkitab?
Ada yang berspekulasi bahwa kisah kehidupan Yesus selama
18 tahun itu memang sengaja dihilangkan.Alasan mereka pun cukup kuat:
Yesus ingin ditampilkan sebagai “Manusia Sempurna” yang dari “sana” nya sudah
begitu! Lalu, apa yang terjadi selama 18 tahun itu sengaja ditutup-tutupi,
karena ternyata selama 18 tahun itu ada catatan-catatan yang mengisahkan bahwa
Yesus pun mengembara untuk menuntut ilmu. Ia belajar mendalami dirinya, dari
berbagai master, dari berbagai guru, diberbagai tempat. Banyak sekali yang
sudah menulis tentang “the lost years” atau “the missing years” tersebut,
khususnya dalam bahasa Inggris, Jerman dan Perancis. Banyak versi yang saling
bertentangan mulai bermunculan. Dalam bahasa Indonesia, setahu saya, belum
pernah ada yang menulisnya.
Saya ingin menulis tentang “tahun-tahun yang hilang”
tersebut dari sumber yang paling bagus. Dan tentunya paling otentik. Lalu saya
menemukan 4 sumber utama:
Manuskrip kuno yang ditemukan di biara Himis, Leh
(Laddakh) dipegunungan Himalaya. Penemunya adalah warga Rusia, Nicolas
Notovitch. Ia menemukannya sekitar tahun 1878. Lalu menerjemahkannya dalam
bahasa Perancis. Pada tahun 1895, untuk pertama kali, Violet Crispe
menerjemahkannya dalam bahasa Inggris. Manuskrip ini saya jadikan sumber utama.
Dan menempati bagian pertama buku ini.
Diperkirakan manuskrip ini ditulis kurang-lebih enam bulan setelah yesus disalibkan. Berarti, kemungkinan besar manuskrip ini merupakan Injil tertua, biografi Nabi Isa, kisah kehidupan Yesus, yang paling otentik, karena injil-injil lain ditulis puluhan tahun setelah Yesus disalibkan.
Sumber saya adalah, “The Unknown Life of Jesus Christ” oleh Nicolas Notovitch – sebuah buku langka, terbitan tahun 1916. Penerbitnya adalah Indo-American Book Company, AS.
Diperkirakan manuskrip ini ditulis kurang-lebih enam bulan setelah yesus disalibkan. Berarti, kemungkinan besar manuskrip ini merupakan Injil tertua, biografi Nabi Isa, kisah kehidupan Yesus, yang paling otentik, karena injil-injil lain ditulis puluhan tahun setelah Yesus disalibkan.
Sumber saya adalah, “The Unknown Life of Jesus Christ” oleh Nicolas Notovitch – sebuah buku langka, terbitan tahun 1916. Penerbitnya adalah Indo-American Book Company, AS.
Surat yang ditulis oleh seorang anggota kelompok Essene
di Yerusalem kepada anggota kelompok yang sama di Alexandria (Mesir). Penulis
ini mengaku sebagai sahabat Yesus dan bahwa Yesus pun seorang anggota kelompok
Essene.
Diperkirakan surat ini ditulis tujuh tahun setelah Yesus disalibkan dan diterbitkan pertama kali dalam bentuk buku pada tahun 1873, dalam bahasa Latin. Terjemahan dalam bahasa Inggris muncul pada tahun 1907. Menurut Versi Latin, surat tersebut diterjemahkan dari lontar yang ditemukan di Mesir.
Sumber yang saya pakai adalah “The Crucification by an Eyewitness” yang diterbitkan oleh Chicago Indo-American Book Co. AS, 1907.
Diperkirakan surat ini ditulis tujuh tahun setelah Yesus disalibkan dan diterbitkan pertama kali dalam bentuk buku pada tahun 1873, dalam bahasa Latin. Terjemahan dalam bahasa Inggris muncul pada tahun 1907. Menurut Versi Latin, surat tersebut diterjemahkan dari lontar yang ditemukan di Mesir.
Sumber yang saya pakai adalah “The Crucification by an Eyewitness” yang diterbitkan oleh Chicago Indo-American Book Co. AS, 1907.
Kutipan dari Bhavishya Purana – salah satu kitab suci umat
Hindu. Setahu saya, sampai saat ini belum ada terjemahan lengkap dalam bahasa
Inggris. Kendati demikian, sumber ini paling sering dikutip. Banyak sekali
penulis Barat yang mengutipnya. Diperkirakan, ditulis sekitar 200 an tahun
setelah Masehi ( ? ).
“Injil Thomas” – salah satu lontar yang ditemukan didekat
kota Nag Hammadi di Mesir, pada tahun 1945.
Isa bukanlah kejadian “kristiani” atau kejadian “muslim”
atau kejadian “hindu” dan kejadian “buddha”. Isa berarti “pencerahan” –
kesadaran akan Jati Diri. Dan pencerahan tidak dapat diberi label “agama”.
Pencerahan adalah “hasil” agama, buah kepercayaan dan iman.
Menghadapi buku seperti ini, gereja tidak perlu cemas.
Saya seorang pecinta Yesus. Dan upaya saya ini bertujuan untuk menempatkan
Yesus diatas panggung dunia yang bersifat universal. Sudah waktunya Yesus
dimiliki oleh setiap orang, setiap makhluk. Jangan menyempitkan ruang geraknya.
Gereja sangat sempit bagi seorang Yesus. Isa bukanlah monopoli kelompok
Kristiani. Ia adalah milik orang Muslim, milik orang Hindu, milik orang Buddhis
– milik kita semua.
Betapa indahnya dunia ini, jika para pencinta Yoga menerima Yesus sebagai seorang Yogi. Lalu umat Muslim menerimanya sebagai seorang nabi. Dan umat Buddhis menerimanya sebagai seorang thera, seorang bodhisattva. Sudah waktunya Ia diterima sebagai avatar, Buddha, mesias, nabi. Dan penerimaan kita hendaknya sungguh-sungguh, tidak hanya basa-basi.
Demikian harapan saya…
Betapa indahnya dunia ini, jika para pencinta Yoga menerima Yesus sebagai seorang Yogi. Lalu umat Muslim menerimanya sebagai seorang nabi. Dan umat Buddhis menerimanya sebagai seorang thera, seorang bodhisattva. Sudah waktunya Ia diterima sebagai avatar, Buddha, mesias, nabi. Dan penerimaan kita hendaknya sungguh-sungguh, tidak hanya basa-basi.
Demikian harapan saya…
Dari Buku: ISA – Hidup Dan Ajaran Sang Masiha
( Berdasarkan Lontar-Lontar Kuno di Tibet, India, dan Mesir )
Oleh: Anand Krishna
( Berdasarkan Lontar-Lontar Kuno di Tibet, India, dan Mesir )
Oleh: Anand Krishna
Komentar
Posting Komentar