Semboyan yang indah sekali—kembangkan “rasa syukur”.
Salah satu pemberian Islam yang sangat universal dan dapat menunjang terjadinya
peningkatan kesadaran dalam diri anda adalah ucapan “Alhamdullilah”. Terima
kasih Allah, terimakasih Tuhan. Dan tidak hanya terhadap Allah, tetapi terhadap
siapa pun juga. Biasakan diri anda mengucapkan “Terima kasih” dan tiba-tiba
hidup anda akan berubah.
Ada yang menghujat anda, ada yang mencaci-maki anda, ada
yang mengatakan anda tidak benar—balas dia dengan ucapan “Terima kasih”.
Selesai sudah masalahnya. Jangan diperpanjang, jangan berdebat.
Lihatlah dari sudut pandang yang lain, yang berbeda.
Taruhlah anda “benar”. Kemudian tolok ukurnya apa? Harus ada yang “tidak
benar”, sehingga “kebenaran” anda bisa muncul! Yang “tidak benar” itu
sesungguhnya membantu memunculkan “kebenaran” anda. Sangat beralasan bagi anda
untuk mengucapkan terima kasih kepadanya. Lagi pula, setiap kali anda
mengucapkan terima kasih sesungguhnya anda melepaskan mind anda.
Mind tidak pernah berterima kasih. Mind selalu melakukan
perhitungan. “Terima kasih” yang diucapkan oleh mind sekedar basa-basi. Mind
hanya mengenal bahasa kalkulator. Mind, pikiran, selalu menghitung laba-rugi.
Mind tidak pernah bersyukur. “Bersyukur” adalah sebuah rasa. “Berterima kasih”
adalah sebuah rasa. Setiap kali anda sungguh-sungguh bersyukur dan mengucapkan
“terima kasih”, sebenarnya anda sudah melepaskan diri dari cengkeraman mind.
Anda sudah berhubungan dengan “rasa”.
Dari buku: Seni Meberdaya Diri 3
ATISHA Melampaui Meditasi Untuk Hidup Meditatif
Halaman: 66–67
Oleh: Anand Krishna
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2003
ATISHA Melampaui Meditasi Untuk Hidup Meditatif
Halaman: 66–67
Oleh: Anand Krishna
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2003
Komentar
Posting Komentar