Kita asyik nonton sinetron, padahal kita semua adalah
pemain serial sinetron bersambung tanpa ujung. Selama asyik bermain sinetron
kita akan berputar mengikuti Roda Sang Kala. Kita begitu menghayati peran yang
kita mainkan sampai lupa jati diri kita sebenarnya.
“Sebab itu, pengetahuan ini memang dimaksudkan bagi
segelintir orang – supaya roda Sang Kala berputar dan sinetron Jagad Raya
berjalan terus.………..
Sisanya memang mesti hidup dalam maya –delusi, ilusi,
kebingungan – persis seperti kebingungan, keinginan untuk mengetahui lanjutan
cerita dari episode sinetron yang sedang ditonton; “Berlanjut …. Minggu depan,
di channel yang sama waktu yang sama!”
Demikian penjelasan Bhagavad Gita 7: 13 dan kita menjadi
pemain sinetron bersambung dari satu episode ke episode berikutnya terus
menerus tanpa ujung. Demikianlah daya tarik dunia membuat kita selalu
melanjutkan kisah dari episode sebelumnya.
Berikut ini adalah penjelasan Bhagavad Gita 15:8 bahwa
sebenarnya Jiwa hanya sebagai kurir membawa pengalaman satu kehidupan untuk
dilanjutkan pada episode kehidupan selanjutnya…….
“Sebagaimana angin dapat membawa wangi atau aroma dari
satu tempat ke tempat lain, demikian pula Jiwa Individu yang telah menguasai
tubuh untuk beberapa lama; saat meninggalkannya, dapat membawa pikiran serta
perasaan dan indra persepsi ke tubuh lain yang hendak dikuasainya.” Bhagavad
Gita 15:8
Sesungguhnya angin tidak memiliki aroma, ia netral
adanya. Sebab itu pula, ia bisa kurir bagi aroma apa saja. Ia bisa menjadi
kurir bagi bau tidak sedap, dan bisa juga menjadi kurir aroma sedap, bagi wangi
harum.
SIFAT ANGIN YANG TAK BERSIFAT ITULAH membuatnya begitu
halus, luas, dan ekspansif. Jika ia berhubungan dengan keharuman bunga, maka
keharuman pula yang disebarkannya. Jika ia melewati tumpukan sampah, maka bau
tak sedap dari sampah itulah yang disebarkannya.
Demikianlah sifat Jiwa — persis seperti angin yang tak
bersifat. Saat ini Jiwa sedang menyinari kita, cerita kita. Saat episode
berakhir, maka Jiwa mengantar pikiran serta perasaan dan indra persepsi kita
(penglihatan, pendengaran, penciuman, pencecapan, dan peraba atau sentuhan) ke
episode berikutnya. Demikian, cerita kita berlanjut. Setiap episode berakhir
dengan catatan “dilanjutkan dalam episode berikutnya”.
JADI, BUKANLAH JIVATMA YANG LAHIR KEMBALI – Sesungguhnya
adalah gabungan gugusan pikiran dan perasaan (mind) serta indra-indra persepsi
yang “mengalami” kelahiran atau kejadian kembali. Gabungan dari
fakultas-fakultas inilah yang biasa disebut roh. Kita sengaja menghindari
pemakaian istilah roh supaya tidak disalahkaitkan dengan Jiwa Individu, Jivatma
atau Individual Soul.
Jivatma yang menonton, hanya berperan sebagai kurir.
Sehingga, cerita yang belum selesai, dapat dilanjutkan dalam episode
berikutnya.
Inilah yang terjadi selama ini. Jika cerita masa lalu
beraroma tidak sedap, maka aroma tidak sedap itu pula yang diantar kurir Jiwa
ke episode berikut. Jika aromanya sedap, maka kesedapan yang diantarnya.
NAMUN, ADA JUGA KEMUNGKINAN LAIN – Ketika Jiwa sudah
tidak mau menonton lagi — dan atas kehendaknya ia “berhenti” dan kembali
menjadi bagian dari asalnya. Proses inilah “kesadaran, pencerahan.” Ini bisa
terjadi kapan saja. Tidak perlu menunggu hingga cerita berakhir. Karena
sesungguhnya cerita tidak pernah berakhir.
Selama Jiwa masih menyinari dan asyik menonton, cerita
ini akan bersambung terus. Persis seperti serial teve, selama ratingnya masih
bagus, masih diminati, serial tersebut akan berlanjut terus. Namun, ketika
jumlah penonton berkurang, maka serial itu dihentikan – padahal ceritanya belum
selesai.
Bagi dunia, cerita yang berlanjut adalah tanda-sukses.
Bagi Jiwa, cerita yang berlanjut membuktikan bila ia belum bosan. Atau malah
karena ia terikat dan mengidentifikasikan dirinya dengan cerita tersebut. Jadi,
KESIMPULAN DUNIA ADALAH KEBALIKAN DARI KESADARAN JIWA. Rating yang menentukan
popularitas salah satu serial adalah kesimpulan dunia, kesimpulan alam benda.
Tujuannya adalah untuk menghentikan perjalanan Jiwa, untuk memakunya di sini.
Ketika kita meninggalkan segala pekerjaan untuk menonton
salah satu program teve — hal itu adalah keberhasilan bagi produsen acara
tersebut. Namun, kerugian bagi kita. Selama berjam-jam menonton acara tersebut,
dari minggu ke minggu, atau bahkan setiap hari — kita telah kehilangan sekian
banyak waktu yang sesungguhnya dapat digunakan untuk sesuatu yang Iebih
berguna, lebih kreatif.
Kendati demikian, putusan akhir adalah di tangan kita
sendiri. Tidak ada yang dapat melarang kita. Mau tetap menonton, terlibat dalam
tontonan, pindah channel; atau berhenti menonton dan melanjutkan penerbangan —
pilihan sepenuhnya di tangan kita.
(Dari buku: (Anand Krishna (2014). Bhagavad Gita.
Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)
Komentar
Posting Komentar