Langsung ke konten utama

Buddha


“Demi penerangan sempurnalah aku dilahirkan, demi kebaikan bagi segala-sesuatu yang hidup. Inilah saat yang terakhir kalinya aku dilahirkan didalam dunia ini” ___Sidharta Gautama (Buddha)

Kebenaran tidak bisa diajarkan. Kebenaran adalah sesuatu yang lebih dari pada sekedar fakta intelektual yang dapat diingat. Kebenaran harus dialami.

Yang diajarkan ini bukanlah ajaran yang intelektual, melainkan kebenaran. Sebab kebenaran tersebut tak memerlukan kehadiran seorang Guru. Masing-masing orang harus menjadi Guru bagi dirinnya sendiri.

Jalan kearah pembebasan itu berlaku untuk siapa saja, tetapi hanya sedikit yang dapat melaksanakannya. Metode atau alur menuju pembebasan diri ini melibatkan komitmen dan upaya individual yang keras, tetapi niscaya akan mengakhiri penderitaan.

Meditasi yang teratur adalah hal yang penting. Tak ada satu pengertian intelekpun yang bisa menggantikan saat penerimaan wawasan yang terjadi ketika melakukan meditasi.

Semua ini menimbulkan perasaan sehingga juga menimbulkan kesedihan. Jadi, pahamilah dan ingatlah, kata sang Buddha, bahwa apapun bentuknya perasaan, persepsi, formasi mental atau kesadaran, dan apapun yang bersifat badaniah, baik yang kalian miliki sendiri maupun yang dimiliki makhluk hidup lain, besar atau kecil, yang ada sekarang, dimasa lampau atau dimasa mendatang, tinggi atau rendah, jauh atau dekat, keras atau lembut, tak ada diantara semua itu yang menjadi milikmu. Kalian semua tidak demikian dan inilah kebijaksanaan yang sebenarnya.

Kegembiraan dalam mengetahui berakhirnya hawa nafsu dan penderitaan.

Kita begitu terikat pada apa yang seharusnya terjadi terhadap sesuatu dan menderita ketika ternyata tidak demikian. Kita tak mau kehilangan sesuatu yang begitu kita cintai dan begitu bernafsu untuk mendapatkan atau memiliki sesuatu yang kita bayangkan akan membuat kita bahagia. Keterikatan kita yang paling besar adalah terhadap gagasan mengenai diri yang abadi dan kesalahan ini telah mengakibatkan timbulnya penderitaan yang tak terhindarkan. Tidak ada diri pada ciri yang manapun atau keseluruhannya. Segala-sesuatunya tidak kekal, dan segalanya tergantung pada penyebab yang sebelumnya. Tak ada yang abadi. Yang “kita” punyai hanyalah suatu arus kesadaran yang tidak berpribadi dan hal ini secara keliru menciptakan suatu “identitas” yang berasal dari kesan indra tubuh sehingga tampak terjadi pada “saya”.

Tidak adanya prinsip yang mengatur dibalik pengindraan dan indra tubuh.

Kematian psiko-fisik tak dapat menyentuh orang yang mencapai Nirwana. Sebab dia mati setiap saat. Orang itu bertindak tanpa minat, tanpa nafsu untuk mendapatkan hasil tertentu, dan tanpa mengidentifikasikan suatu diri dengan tindakan bersangkutan. Orang itu tahu mengenai tak adanya diri yang menjadi pelaku atau yang bisa mati. Percaya kepada suatu diri merupakan suatu bagian dari ilusi, meskipun merupakan bagian yang paling menggoda.

Secara kodrati, kita ingin mengenal dan dikenali oleh yang lain. Semua nafsu niscaya berakhir dengan kegagalan, karena berdiri diatas konsepsi yang salah tentang apa. Tak ada sesuatupun yang kekal didunia ini, yang paling tidak kekal diantara semua itu adalah yang kita anggap sebagai diri kita sendiri. Segala sesuatunya terus bergerak. Segala sesuatu terus berubah. Sungguh merupakan suatu ilusi kalau kita membayangkan tentang identitas.

Menyerahkan diri pada pengalaman Nirwana akan memberikan kedamaian dan lenyapnya kebencian, keserakahan, dan segala macam delusi tentang hakikat yang abadi. Pencerahan ini menghasilkan kesadaran bahwa perubahan adalah keadaan kodrati dari keseluruhan dunia ini. Oleh karena itu, sungguh tak masuk akal untuk terikat pada anggapan mengenai keberadaan yang kekal, karena sebenarnya keadaan itu tak ada dimanapun, atau didalam apapun, terutama dalam hidup kita. Kita membuat roda berputar dan mempertanyakan mengapa kita tidak bisa berhenti sambil terus mendorong putaran itu. Nirwana adalah satu-satunya harapan. Didalam kodrat segala sesuatunyalah kita menjadi bagian dari apa yang paling kita sayangi. Segala sesuatu yang berwujud pasti akan lenyap.

Kesan indra tubuh pada dirinya sendiri bukanlah penyebab penderitaan. Yang menjadi penyebab adalah cara kita menafsirkannya. Kita menjerumuskan diri sendiri untuk menderita dengan menginginkan yang tidak mungkin dan dengan mempertahankan sesuatu yang tak menyenangkan serta tak terhindarkan. Penderitaan adalah sesuatu yang tak memuaskan dan menimbulkan kesedihan. Kesedihan adalah sesuatu yang tak memuaskan dan menimbulkan penderitaan.

Tak ada makhluk yang memasuki tempat manapun di Nirwana. Penerangan sempurna dilukiskan sebagai keadaan ketika mencapai pengertian mengenai tak adanya diri atau roh, tak ada nafsu atau keterikatan yang tersisa. Karena sungguh tak masuk akal untuk membawanya kehadapan Kebenaran ini. Nirwana harus dipahami, bukan dilukiskan.

Bekerjalah (meditasi) dengan tekun untuk penyelamatanmu sendiri. Jadilah lampu bagi dirimu sendiri.

Hanya sedikit pencari kebenaran yang mampu untuk mengorbankan apa yang telah mereka kenal dan cintai. Untuk membuat seseorang membuang konsep tentang diri adalah sama halnya dengan meminta nakhoda kapal agar menyingkirkan bagian kapal yang menurutnya akan membuatnya tetap mengapung.

Kita lebih memilih realitas yang salah mengenai identitas kita. Dan dari kepercayaan salah itulah muncul harapan, rasa suka, tidak suka, dan cita-cita yang membuat kita terjebak.

“Tidak ada intervensi (campur tangan) dewa-dewa dalam mencapai Kebenaran. Setelah aku tiada janganlah membuat citra (patung) diriku, kebenaran ada didalam diri kamu semuanya”

Tulisan ini bersumber atau diringkas dari buku kecil :
SERI SIAPA DIA? – BUDDHA – Oleh: Gillian Stokes
Penerbit: Erlangga 2001Dicetak oleh: PT Gelora Aksara Pratama
***
# Kata Buddha berasal dari bahasa sansekerta, yang artinya; Orang yang sudah tersadarkan, Terjaga atau tercerahkan. Dari kata Sansekerta: “Budh”, untuk mengetahui – merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Kata Buddha bukan berarti Tuhan, Dewa, atau patung yang disalah artikan selama ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salah Satu Syair Rumi Tentang Reinkarnasi

Sebagai tahapan yang harus dilalui wujud lahir, tingkatan wujud berikutnya akan berproses sesuai dengan rancangan wujud sebelumnya. Dengan jalan seperti ini muncullah ribuan perubahan. Dan tiap perubahan selalu lebih baik dari sebelumnya. Sadarilah selalu wujudmu saat ini karena jika kau berpikir tentang wujudmu di masa lalu, maka kau akan memisahkan dirimu dari Diri Sejatimu. Inilah semua keadaan yang tetap yang kau saksikan dalam kematian. Lalu mengapa harus kau palingkan mukamu dari kematian? Ketika tahapan kedua lebih baik dari tahapan pertama, maka matilah dengan senyum suka cita. Dan arahkan pandanganmu ke depan untuk menempati wujud baru yang lebih baik dari wujud sebelumnya. Sadarilah, dan jangan tergesa-gesa. Kau harus mati terlebih dulu sebelum memperbaiki diri. Laksana sang surya, hanya jika kau tenggelam di Barat, maka di Timur, kau akan menyaksikan wajahmu yang cerlang gemilang.  ( Jalaluddin Rumi ) Tulisan Di Batu Nisan Jalaluddin...

Kata-Kata Indah Dari Osho

Kita telah hidup dalam pikiran selama begitu banyak kehidupan, dan kita telah menjadi selaras dengan kegelapannya, dengan keburukannya, kesia-siaannya. Ketika engkau bertindak tanpa pikiran, seluruh keberadaanmu bergetar. Engkau bergerak di jalur yang berbahaya. Pikiran berkata, “Waspada! Pikirkan dulu, baru kemudian bertindak.” Tetapi jika engkau berpikir dulu dan baru kemudian melakukan sesuatu, perbuatanmu akan selalu mati, basi. Ini akan keluar dari pikiran, ini tidak akan menjadi nyata dan otentik. Maka engkau tidak bisa mencintai, Maka engkau tidak bisa bermeditasi, Maka engkau tidak bisa benar-benar hidup dan engkau tidak bisa mati. Engkau menjadi hantu, keberadaan yang palsu. Cinta mengetuk hatimu dan engkau berkata, “Tunggu! Aku akan memikirkannya.” Kehidupan terus mengetuk pintumu dan engkau berkata, “Tunggu! Aku akan memikirkannya.” OSHO, A Bird on the wing, Chpt 9, Save the cat “Kuasai hanya satu hal: dirimu sen...

Osho, aku ingin berdoa kepada Tuhan. Tolong ajari aku caranya

“Prayer means gratefulness, prayer means no complaint. Prayer means ”I am thankful for all that has been given to me; more I could not have asked for.” In that very prayerfulness one becomes graceful”. ___Osho Doa berarti rasa syukur, doa berarti tidak ada keluhan. Doa berarti “Saya bersyukur untuk semua yang telah diberikan kepada saya; lebih saya tidak bisa meminta.” Dalam penuh rasa syukur itu orang menjadi graceful.. ------------------------------------------- “Osho, aku ingin berdoa kepada Tuhan. Tolong ajari aku caranya” Osho: “JANGAN MEREPOTKAN ALLAH, DIA PUNYA MASALAH SENDIRI. Tidakkah anda lihat apa pun yang Dia ciptakan adalah mati? Anda menyimpan masalah anda kepada diri sendiri. Mengapa orang harus ingin berdoa kepada Allah? ALLAH TIDAK MEMBUTUHKAN DOA-DOA ANDA. Anda mungkin memerlukan doa-doa itu — tapi mereka tidak akan sesuatu yang lebih dari suara keinginan anda, tuntutan anda, mengekspresikan keluhan anda. Itulah apa yang dilakukan orang atas nama d...