Langsung ke konten utama

Tilopa Dan Naropa

Bila pikiran memperhatikan pikiran, maka jalan pikiran akan berhenti. Dan engkau memperoleh pencerahan. Seperti kabut pagi yang menyatu dengan udara, tidak kemana-mana, tetapi berhenti berada. Begitu pula dengan mind, konsep-konsep buatannya akan “berhenti berada”, bila sifat hakiki mind itu sendiri disadari.

Ruang kosong tidak memiliki warna ataupun bentuk. Dan ruang itu, kekosongan itu, langit itu tidak berwarna, juga tidak berbentuk. Dan ruang ini tidak pernah tercemar. Warna putih maupun hitam tak pernah mempengaruhi dia. Begitu pula inti mind kita – begitu pula mind kita sebenarnya. Melampaui warna dan bentuk. Apapun yang kita lakukan, bagaimanapun tindakan kita – baik atau buruk, bijak atau tidak – sesungguhnya tidak mempengaruhi mind. Tidak mencemarinya, tidak menodainya.

Kegelapan ribuan abad pun tidak mampu mengurangi cahaya matahari. Walau demikian, pengulangan yang tak berkesudahan ini pun tidak mampu menutupi cahaya jernih yang berasal dari kesadaran murni – inti mind.

Langit ini, ruang ini disebut kosong. Padahal, sesungguhnya sebutan itu pun tidak tepat. Karena langit, ruang, atau apa pun sebutannya – tak terjelaskan.

Seperti langit, seperti ruang – hakikat pikiran pun tak terjelaskan. Setiap penjelasan hanyalah permainan kata – fiksi. Disebut “kesadaran murni” atau “cahaya jernih” juga tidak tepat. Pada hakikat nya mind seperti ruang (kosong). Seperti langit. Dia meliputi, merangkul segala sesuatu dalam alam ini.Tenangkan dirimu, rileks, santai, duduk diam dan biarkan suara itu menggema. Perhatikan bagaimana “dunia pikiran” berakhir dengan sendiri. Sang Mursyid, Sang Guru Tilopa mulai memberi pelajaran kepada Naropa:

1) Peduli terhadap penderitaan orang lain
2) Tidak boleh membedakan hewan dari manusia. Kasih terhadap sesama makhluk hidup harus sama dan sebanding.
3) Jangan menganggap remeh siapapun juga
4) Pekerjaan adalah pekerjaan. Jangan menganggap yang satu lebih baik dari pada yang lain.
5) Seorang siswa harus dicuci bersih dulu, baru diberi pelajaran baru
6) Pengendalian diri
7) “Hutan diri” harus dibersihkan dari sifat-sifat hewani. Dari kebuasan dan keliaran.
8) Jangan membedakan derajat. Ini rendah, itu tinggi. Semuanya ilusif. Saat ini ada, saat berikutnya tidak ada.
9) Pola pikir lama, pola hidup lama, kebiasaan-kebiasaan lama – semuanya harus mati. Harus ditinggalkan, dilepaskan. Demi kelahiran Yang Baru
10) Seorang siswa harus percaya penuh pada Guru nya. Hendaknya tidak bimbang, tidak ragu-ragu
11) Tidak selalu mempercayai mata
12) Ada ”sesuatu” yang tak terungkapkan lewat kata-kata. Mata tak dapat melihatnya. Telinga tak bisa mendengarnya. “Sesuatu” itu harus dialami, dirasakan. Setelah “itu” seseorang terbebaskan dari keterikatan. Batin bebas. Jiwa ringan. Dan hidup pun menjadi perayaan.

“Badan ini sesungguhnya kosong, tak berisi. Seperti bagian dalam bambu”

Setiap “wujud” sesungguhnya semua kosong. Tak berisi. Dari yang takbersubstansi, lahirlah segala sesuatu yang bersubstansi. Dari Yang Tak Berwujud, lahirlah segala wujud. Dari Ketiadaan, muncullah Keberadaan.

Karena kekosongan itu, karena ketiadaan itu, ada Keberadaan. Kemanusiaan diri kita sangat tergantung pada kekosongan di dalam diri. Bila diri kita penuh, tidak ada ruang kosong, kita tidak bisa berpikir jernih. Tindakan kita kacau, pandangan kita keliru. Ucapan kita salah melulu. Dalam keadaan terlalu penuh, manusia kehilangan kemanusiaannya.

Bila alam bawah sadar atau sub-conscious masih memenuhi diri kita, kita belum cukup manusia. Masih tanggung. Ada yang 10% manusia, ada yang 15%. Kita belum 100% manusia. Berkurangnya beban alam bawah sadar, sampah sub-conscious, menciptakan kekosongan dalam diri. Kemudian kita menjadi bambu, kosong. Menjadi seruling bambu.

Dalam tradisi Sufi, khususnya Tarekat Moulvi, bunyi seruling bambu digunakan untuk mengantar kita kealam keadaan supra.
Dalam tradisi Hindu, Krishna yang dianggap sebagai perwujudan Ilahi, sebagai Avatar, tidak pernah berpisah dari seruling. Bila ingin menjadi serulingNya, kita harus kosong. Harus mengosongkan diri dari alam bawah sadar. Membersihkan diri dari sampah subconscious.
Bambu padat tidak bisa menjadi seruling. Selama kita masih berisik, selama masih banyak kata-kata di dalam diri, Suara Tuhan, Firman Allah tak akan terdengar. Dia sedang bicara, tetapi SuaraNya tak terdengar. Begitu kita menjadi seruling bambu, kosong, Suara Dia akan terdengar jelas.

“Kesadaran atau mind yang sudah terjaga, bagaikan ruang kosong, bagaikan langit. Ia melampaui alam pikir”

Mind masih merupakan energi. Masih bersubstansi. Dan energi tidak pernah mati. Ia hanya berubah, mengalami perubahan. Kita bisa melepaskan diri dari mind. Kita bisa mengubahnya menjadi created mind, mind yang terjaga. Mind baru. Tetapi kita tidak bisa membunuhnya.

“Kesadaran atau mind yang sudah terjaga, bagaikan ruang kosong, bagaikan langit. Ia melampaui alam pikir”

Dan karena melampaui alam pikir, maka tak terjelaskan.

“Santai, berdiamlah dalam sifat hakikimu. Dimana tidak ada keinginan untuk menguasai, juga untuk melepaskan”

Jangan menguasai, jangan melepaskan….. karena “keinginan” untuk menguasai dan melepaskan itu menunjukkan bahwa mind masih aktif. Kita masih belum melampauinya. Mind menimbulkan friksi. Tanpa friksi baik-buruk, maind tak akan ada. Lalu, mind yang berfriksi ini harus diapakan? dilepas juga jangan. Dipertahankan juga jangan. Dilewati saja. Sebagaimana kita melewati jalan menuju rumah. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan, “Wah, jalan menuju rumahku bagus sekali lho!” Tidak perlu menyesali, “Jalan menuju rumahku kok begitu kotor ya!” Bila terasa kotor, ya ambil sapu. Sambil jalan, sekalian menyapu. Tidak perlu menyombongkan diri atau dibesar-besarkan, “Aku punya sapu lho, lihat aku sedang membersihkan jalan.” Biasa-biasa saja.

Mind tanpa sasaran, tanpa tujuan adalah Mahamudra 

Mahamudra berarti keadaan tertentu. Mudra berarti “keadaan” dan Maha – “Yang Tertinggi”.
Keadaan Tertinggi yang bisa dicapai oleh mind adalah “berkarya tanpa pambrih”. Tidak ada sasaran, tidak ada tujuan, tidak ada target yang harus dicapai. Kita tidak membutuhkan kursi presiden, tetapi tetap mengabdi kepada rakyat. Kita tidak mengharapkan surga, tetapi tetap mencintai Allah.Jika kita melakukan sesuatu dengan tujuan. Selalu was-was, khawatir; “Jangan-jangan tujuanku tak tercapai.” Energi kita terkuras habis. Kita tidak bisa menikmati pekerjaan itu. Sebaliknya, bila kita bekerja “baik”, seefisien mungkin, tetapi tanpa target, tanpa tujuan, kita malah akan menikmati pekerjaan itu. Setiap hari menjadi hari raya. Hidup ini menjadi sebuah perayaan. Kita akan menari dan menyanyi bebas. Lega, lepas, tanpa ikatan.

“Dan bila “keadaan” ini dipraktekkan, maka akan menghasilkan pencerahan”

Duduk diam selama beberapa jam setiap hari, memperhatikan keluar-masuk napas tidak akan menghasilkan pencerahan. Tetapi, bila ketenangan dan ketentraman yang kita peroleh dari latihan-latihan itu diterapkan dalam hidup sehari-hari, tercerahkanlah kita!Pencerahanpun tidak bisa dijadikan tujuan. Bila dijadikan tujuan, pencerahan dan kursi presiden sama saja, tak berbeda sama sekali. Biarlah pencerahan itu terjadi sendiri. Jangan memberi dateline. Santai….. tidak berhenti berkarya. Berkarya terus, tetapi dengan santai.

“Cahaya jernih Mahamudra tak terungkapkan oleh kitab-kita suci dan tulisan-tulisan metafisik. Cahaya jernih itu justru tertutup oleh konsep dan pendapat”

Nyanyikan Mahamudra (Keadaan “Yang Tertinggi“) jangan membahasnya. Ketika kita mendengar suara azan pagi di gurun sahara, dipadang pasir, setiap kata yang “dinyanyikan” oleh muazin mampu menembus otak. Mampu melelehkan hati kita. Kita tidak perlu memahami arti kata-kata itu. Mendengarnya saja sudah cukup untuk mengantar kita pada keadaan yang dimaksud.Konsep dan pendapat bagaikan jamur yang melekat diatas mind. Mind yang berjamur itu justru menutupi kesadaran kita.

Aturan-aturan kaku justru merusak samaya (“keseimbangan” / “pertemuan”)

Aturan-aturan kaku justru menjadi penghalang. Kreatifitas diri justru mati. Yang membutuhkan peraturan adalah hewan. Yang perlu diatur adalah kesadaran hewani didalam diri manusia. Bukan berarti menolak peraturan, tapi menolak ekstremitas, menolak fanatisme.

Aturan Sejati,
yang menggerakkan anda dan saya;
yang menggerakkan bulan dan bintang;
yang karenanya sungai mengalir dan pepohonan tumbuh lebat, adalah Kasih! Ya, Kasih – itulah Peraturan Sejati.

“Dengan terhentinya kegiatan-kegiatan pikiran, pandangan-pandangan kaku pun lenyap”

Yang membuat kita keras, kaku, adalah pikiran. Itulah sebab saat meditasi – para pemula harus memejamkan mata. Mereka harus menghentikan aliran informasi dari luar. Kesadaran sepenuhnya dialihkan pada diri sendiri. Lama-lama mind akan lelah. Dan mind akan berhenti. Berhenti bekerja. Lalu apa yang terjadi sat itu ? Kita harus mengalaminya. Itulah keadaan Mahamudra. Keadaan yang tak terjelaskan lewat kata-kata. Walau tak terjelaskan mungkin dapat lewat bahasa simbol: Seperti laut tak bergelombang. Atau gelombang laut yang sudah bersatu dengan kedalaman laut.

“Saat itu pikiran sudah tidak liar lagi. Dia tidak lagi mencari kepastian dan kebenaran yang terkonsepkan”

Pikiran liar adalah pikiran yang mengejar kebenaran-kebenaran rendahan. Kebenaran-kebenaran yang terkonsepkan. Kebenaran tidak bisa dikonsepkan. Kebenaran adalah Tuhan. Kebenaran harus dialami. Kemandegan berpikir menciptakan mind. Apa bila pikiran atau thoughts mengalir terus, tidak mandeg, tidak berhenti, maka mind tak akan tercipta. Saat itu, yang ada hanyalah Kesadaran Murni. Aliran Kesadaran Murni…..

Saat meditasi, bila kita melakukan perlawanan terhadap aliran pikiran, kita mandeg, karena untuk melakukan perlawanan, kita harus berhenti. Dan baru berhenti sesaat saja, terciptalah mind. Bila tidak ingin menciptakan mind, jangan melawan pikiran. Mengalirlah bersama pikiran. Mind tidak satu. Mind hidup berkelompok, bergugus. Dan pengelompokan itulah kekuatan mind.Ironisnya, tanpa kita sadari setiap saat kita sedang menciptakan mind baru. Kemudian anak-anak mind itu bergabung dengan gugus yang sudah ada, kelompok yang sudah ada. Dan pemerintahan mind didalam diri semakin kuat. Ya, ada pemerintahan liar didalam diri kita. Negara didalam negara. Coba berusahalah untuk tidak memikirkan sesuatu. Dan pikiran itu justru muncul terus.

“Samaya adalah pelita yang mampu menerangi kegelapan jiwa kita”

Terjemahan Samaya sebagai “Keseimbangan”, maka keseimbangan diri itulah pelita yang menerangi kegelapan jiwa kita. Terjemahan Samaya sebagai “Pertemuan”, maka pertemuan dengan diri itulah pelita yang membawa pencerahan. Terjemahan Samaya sebagai “Aturan Sejati”, sebagai “Kasih”, maka cahaya kasih itu pula yang menerangi hidup manusia. Pelita Samaya harus menyala terus. Mahamudra harus dipraktekkan setiap saat. Seperti kita bernapas….

“Kebenaran setiap ajaran, setiap kitab suci akan terungkapkan, bila seseorang sudah terbebaskan dari kesombongan intelektual dan melepaskan pendapat-pendapat kaku”

“Berada dalam Mahamudra, engkau terbebaskan dari samsara”

Berada dalam keadaan yang satu itu, kita terbebaskan dari kelahiran dan kematian yang tak berkesudahan. Karena kelahiran dan kematian sepenuhnya melibatkan mind, bila mind sudah terlampaui, maka kelahiran dan kematian pun terlampaui.

“Berada dalam keadaan yang seimbang itu, rasa bersalah dan segala macam negativitas pun hilang”

Pikiran negatif, prasangka dan praduga, kekhawatiran dan kecemasan – semua terbakar habis. Mahamudra dan keseimbangan jiwa yang engkau peroleh dari keadaan itu akan membebaskanmu dari segala macam gejolak.
Saat ini, cara kita menyelesaikan masalah sungguh kolot. Kita menyelesaikannya satu persatu. Selesai satu, muncul sepuluh! Sekaligus saja dibakar habis….Dan untuk itu, hanya ada satu cara – Mahamudra. Tingkatkan kesadaranmu dan masalah-masalahmu akan terselesaikan sekarang. Saat ini Juga! Karena masalah-masalah kita berkaitan dengan badan, pikiran, dengan rasa. Bila kesadaran badaniah, mental dan emosional terlampaui, maka masalah-masalah pun akan ikut terlampaui.

“Setelah mencapai Mahamudra, keadaan tertinggi itu, engkau menjadi cahaya bagi ajaran ini”

Sebelum mencapai keadaan tertinggi, kita tidak bisa membagi cahaya. Mau membagi apa ? Kita sendiri belum memilikinya. Kata-kata bukanlah ajaran. Untuk menjadi ajaran, kata-kata haruslah diterangi oleh pencerahan si penyampainya. Pencerahan seorang Master, seorang Mursyid bagaikan nyawa. Kata-kata plus nyawa sama dengan ajaran.

Bila anda berwawasan luas, tidak fanatik terhadap suatu ajaran, dan masih bisa berpikir dengan kepala dingin, anda akan melihat persamaan dalam setiap ajaran. Setiap Master, setiap Guru, setiap Mursyid sedang menyampaikan hal yang sama. Cara menyampaikan mereka bisa berbeda. Tekanan mereka pada hal-hal tertentu bisa berbeda. Tetapi inti ajaran mereka sama. Dan memang harus sama, karena berasal dari sumber yang sama.

“Mereka yang bodoh menganggap remeh Mahamudra. Karena ketidak-tahuan itu, mereka sibuk melawan “banjir samsara”. Kasihanilah mereka. Mereka gelisah dan patut dikasihani!”

Kasihanilah mereka yang tidak memahami Mahamudra. Kasihanilah mereka yang bodoh, yang tidak tahu, karena mereka sungguh menderita. Matahari Pencerahan sudah terbit. Dimana-mana terang benderang. Mereka masih bersembunyi dibawah kolong. Mereka masih hidup dalam kegelapan.

“Bila engkau sudah merasa cukup menderita, sudah ingin bebas dari penderitaan, maka beradalah bersama seorang Master”

Kita sudah terbiasa menderita. Penderitaan dan penyakit sudah menjadi bagian hidup kita. Aneh, tetapi banyak diantara kita yang tidak ingin bebas dari penderitaan dan penyakit. Bila sudah capek menderita dan ingin bebas dari penderitaan, maka; “Beradalah bersama” seorang Master. Reseptivitas kita bertambah terus. Kemampuan untuk menerima, daya tampungnya bertambah terus. Sky is the limit….. Bersama Sang Mursyid, kita terbang tinggi. Sangat tinggi. Kita mencapai ketinggian yang tak terbayangkan.Tidak menghitung untung rugi. Tidak memikirkan masa lalu. Tidak pula mengkhawatirkan masa depan. Tetapi, menikmati kekinian.

“Bila berkah dia menyentuh jiwamu, hatimu, maka pikiran akan terbebaskan. Engkau akan terbebaskan dari pikiran”

Ingat, kata-kata hanya menyentuh pikiran. Kata-kata tidak bisa menyentuh hati.

“Dengarkan dengan suka-cita”

Para Guru, para Master, para Mursyid berkata; “Untuk apa serius? Santai saja!” Lihatlah bunga-bunga ditaman. Seriuskah mereka? Pepohonan dan rerumputan – seriuskah mereka? Mereka pasrah pada Allah. Mereka menerima pemberianNya tanpa mengeluh. Binatang didarat dan burung-burung dilangit – lihat, Naropa…. Lihatlah mereka – Adakah yang serius? Belajarlah dari mereka, lepaskan keseriusanmu. Menari dan menyanyilah bersama mereka….

“Dengarkan dengan suka-cita! Investasimu didalam dunia ini tidak akan membawa hasil. Malah menyebabkan kegelisahan”

“Keterlibatanmu dengan dunia sungguh tak bermakna. Carilah kebenaran dibaliknya”

Kita tidak bisa hidup tanpa “keterlibatan”. Silahkan “terlibat”, dan melibatkan diri sepenuhnya. Seorang dokter menjalani profesi kedokterannya. Seorang pengacara tetap membela kliennya. Seorang pengusaha menjalankan usahanya. Tetapi sadarlah bahwa keterlibatanmu tidak bermakna. Tidak menentukan hasil akhir. Yang menentukan, tetaplah Dia! Yakinilah Kebijakkan-Nya. Percayailah Keputusan-Nya. Dia lah Kebenaran Hakiki dibalik segala sesuatu. Bertemanlah, bersahabatlah dengan Dia. Sapa Dia dibalik panggung. Salami Dia. Ciumlah tangan-Nya.

Tidak perlu meninggalkan panggung dunia. Nikmatilah Pagelaran Hidup. Silahkan memilih….
Mau jadi penonton atau pemain. Asal menyadari keterlibatan diri. Asal bisa membatasi keterlibatan diri. Asal ingat betul bahwa kita sedang bermain sandiwara. Ada adegan dimana kita harus menangis – silahkan. Ada adegan dimana kita harus tertawa. Tapi jangan lupa – permainan adalah permainan. Jangan serius…

“Dengan melampaui dualitas yang disebabkan oleh mind, penglihatanmu menjadi jernih”

Engkau memperoleh Supreme Vision – Penglihatan Tertinggi. Engkau melihat “Sesuatu” yang tak terlihat oleh mata kasat.
Kalau penglihatan menjadi jernih, perang tidak akan terjadi. Perang dan pertumpahan darah terjadi karena penglihatan kita tidak jernih.

“In a still and silent mind is Supreme Meditation”

Meditasi itu apa? Bagaimana mencapai keadaan meditatif? Sulit dijawab, karena mind sudah terlampaui. Dan bersama mind, terlampaui pula dualitas. Lalu bagaimana menjelaskan meditasi? Bagaimana menjelaskan keadaan meditatif?
Penjelasan menciptakan pertentangan. Penjelasanpun sesungguhnya bukanlah penjelasan.

“Dalam keadaan hening, ketika mind berhenti terjadilah Meditasi”

Mind tidak bisa berhenti. Tetapi kita bisa memisahkan diri dari mind. Perpisahan itu yang menghasilkan keheningan. Dan Keheningan Agung itulah Meditasi.
Dan biasanya setiap tindakan diatur oleh mind. Lalu apa yang terjadi, bila mind sudah terlampaui? Kita tetap bekerja, tetap berkarya. Tetapi pekerjaan kita, karya kita tidak lagi diatur oleh mind, tidak lagi diatur oleh naluri atau insting, tetapi diatur oleh ilham, oleh intuisi.

“Bertindak secara spontan – itulah tindakan yang tepat’

Sering setiap ingin merencanakan sesuatu, pasti ada halangan. Masalah-masalah kecil pun bisa menjadi besar. Spontanitas berarti membiarkan alam bekerja, tidak menghalanginya. Spontanitas berarti keselarasan dengan alam. Tidak memaksa kehendak. Terjadilah apa yang harus terjadi.

“Ketika harapan dan rasa khawatir sirna, tujuan pun tercapai (dengan mudah)”

Mengkhawatirkan hasil akhir. Dan kita tidak bisa bebas dari kekhawatiran, bila tidak berhenti berharap. Harapan dan rasa khawatir menguras energi manusia. Memperlamban langkahnya, membebani jiwa nya.

“Beyond all mental images the mind is naturally clear”

Sesungguhnya mind kita clear, bersih, jernih. Bagaikan layar bioskop. Gambar-gambar yang diproyeksikan memberi kesan seolah layar tersebut “bergambar”. Tak terpengaruh oleh bayang-bayang pikiran, sesungguhnya (layar) mind bersih, jernih. Layar putih, bersih ini saya sebut Kesadaran. Gambar-gambar yang ditayangkan adalah thoughts – satuan pikiran, individual picture-frames. Ada gambar, ada warna, tetapi tidak ada gerakan.

Individual picture-frames atau satuan pikiran, thoughts, membutuhkan proyektor panca indera. Dan bila proyektor panca indera memproyeksikannya diatas layar kesadaran, terciptalah mind. Kendati demikian, sesungguhnya Layar Kesadaran tidak pernah terpengaruh oleh gambar-gambar yang diproyeksikan. Adegan banjir tidak membasahinya. Gambar api tidak membakarnya.
Tilopa mengajak kita untuk mengalihkan perhatian. Dari gambar kelayar. Silahkan nonton film. Silahkan menikmati pertunjukkan. Tetapi jangan lupa bahwa semua itu hanyalah bayang-bayang. Permainan belaka.
Kita lupa. Selalu lupa bahwa kita sedang menonton film. Sedang menyaksikan pertunjukkan. Itu sebab para Tilopa tidak bosan-bosannya mengingatkan kita: “Jangan terlalu serius!”

BERSAMBUNG 

Dikutip dari beberapa bagian dari buku Tantra Yoga – Anand Krishna
NB: Tidak ada yang diedit. Hanya mengambil yang penting-penting nya saja yang berkenaan dengan ucapan Sang Guru – Tilopa. (pada huruf yang dicetak tebal). Jelas banyak sekali kekurangannya. Dan diharapkan, pembaca dapat membaca/memiliki bukunya secara langsung. Buku yang indah dan sangat berharga menurut pemahaman saya..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salah Satu Syair Rumi Tentang Reinkarnasi

Sebagai tahapan yang harus dilalui wujud lahir, tingkatan wujud berikutnya akan berproses sesuai dengan rancangan wujud sebelumnya. Dengan jalan seperti ini muncullah ribuan perubahan. Dan tiap perubahan selalu lebih baik dari sebelumnya. Sadarilah selalu wujudmu saat ini karena jika kau berpikir tentang wujudmu di masa lalu, maka kau akan memisahkan dirimu dari Diri Sejatimu. Inilah semua keadaan yang tetap yang kau saksikan dalam kematian. Lalu mengapa harus kau palingkan mukamu dari kematian? Ketika tahapan kedua lebih baik dari tahapan pertama, maka matilah dengan senyum suka cita. Dan arahkan pandanganmu ke depan untuk menempati wujud baru yang lebih baik dari wujud sebelumnya. Sadarilah, dan jangan tergesa-gesa. Kau harus mati terlebih dulu sebelum memperbaiki diri. Laksana sang surya, hanya jika kau tenggelam di Barat, maka di Timur, kau akan menyaksikan wajahmu yang cerlang gemilang.  ( Jalaluddin Rumi ) Tulisan Di Batu Nisan Jalaluddin...

Kata-Kata Indah Dari Osho

Kita telah hidup dalam pikiran selama begitu banyak kehidupan, dan kita telah menjadi selaras dengan kegelapannya, dengan keburukannya, kesia-siaannya. Ketika engkau bertindak tanpa pikiran, seluruh keberadaanmu bergetar. Engkau bergerak di jalur yang berbahaya. Pikiran berkata, “Waspada! Pikirkan dulu, baru kemudian bertindak.” Tetapi jika engkau berpikir dulu dan baru kemudian melakukan sesuatu, perbuatanmu akan selalu mati, basi. Ini akan keluar dari pikiran, ini tidak akan menjadi nyata dan otentik. Maka engkau tidak bisa mencintai, Maka engkau tidak bisa bermeditasi, Maka engkau tidak bisa benar-benar hidup dan engkau tidak bisa mati. Engkau menjadi hantu, keberadaan yang palsu. Cinta mengetuk hatimu dan engkau berkata, “Tunggu! Aku akan memikirkannya.” Kehidupan terus mengetuk pintumu dan engkau berkata, “Tunggu! Aku akan memikirkannya.” OSHO, A Bird on the wing, Chpt 9, Save the cat “Kuasai hanya satu hal: dirimu sen...

Osho, aku ingin berdoa kepada Tuhan. Tolong ajari aku caranya

“Prayer means gratefulness, prayer means no complaint. Prayer means ”I am thankful for all that has been given to me; more I could not have asked for.” In that very prayerfulness one becomes graceful”. ___Osho Doa berarti rasa syukur, doa berarti tidak ada keluhan. Doa berarti “Saya bersyukur untuk semua yang telah diberikan kepada saya; lebih saya tidak bisa meminta.” Dalam penuh rasa syukur itu orang menjadi graceful.. ------------------------------------------- “Osho, aku ingin berdoa kepada Tuhan. Tolong ajari aku caranya” Osho: “JANGAN MEREPOTKAN ALLAH, DIA PUNYA MASALAH SENDIRI. Tidakkah anda lihat apa pun yang Dia ciptakan adalah mati? Anda menyimpan masalah anda kepada diri sendiri. Mengapa orang harus ingin berdoa kepada Allah? ALLAH TIDAK MEMBUTUHKAN DOA-DOA ANDA. Anda mungkin memerlukan doa-doa itu — tapi mereka tidak akan sesuatu yang lebih dari suara keinginan anda, tuntutan anda, mengekspresikan keluhan anda. Itulah apa yang dilakukan orang atas nama d...