Pikiran sering terarahkan pada berbagai macam obyek, lalu
bergerak kesana-kemari kepada setiap hal. Ini masih merupakan tingkatan yang
rendah. Masih ada tingkatan yang lebih tinggi dari itu, yaitu ketika ia memilih
memusatkan diri pada sebuah obyek, mengenyampingkan yang lain, dan buahnya
adalah Samadhi.
Arus pikiran yang dikendalikan secara terus menerus
seperti itu akan menjadi teratur, bilamana dipraktekkan setiap hari, dan otak
kita pun memperoleh kemampuan konsentrasi yang tetap.
Bagaimanakah kita dapat mengetahui bahwa pikiran sudah
bisa melakukan pemusatan atau konsentrasi? Hal ini terjadi ketika kita tidak
lagi menyadari keberadaan waktu. Semakin banyak waktu yang terlewat tanpa kita
perhatikan, semakin berhasil kita dalam konsentrasi. Waktu akan mempunyai
kecenderungan untuk datang dan berdiam pada suatu saat. Itu sebabnya ada yang
pernah memberikan definisi, bahwa ketika yang lampau dan yang sekarang berdiam
menjadi satu, itu berarti pikiran telah memusat. Inilah yang membedakan antara
manusia dengan binatang-manusia mempunyai daya pemusatan pikiran yang lebih besar.
Perbedaan dalam kekuatan konsentrasi ini juga menjadi ukuran perbedaan antara
manusia yang satu dengan yang lainnya. Bedanya adalah dalam tingkat
konsentrasi. Inilah satu-satunya cara membedakannya.
Kita harus memusatkan pikiran pada benda-benda, dan bukannya
membiarkan pikiran kita terjerat kepadanya. Biasanya kita harus memaksa diri
untuk berkonsentrasi. Pikiran kita dipaksa untuk terus menerus tertuju pada
berbagai hal oleh karena daya tariknya yang tak kuasa kita tolak. Untuk
menguasai pikiran dan memusatkannya pada sesuatu yang kita kehendaki
membutuhkan latihan-latihan khusus. Tak bisa didapatkan dengan cara yang lain.
Makanya, dalam pelajaran agama, atau lebih tepatnya spiritualitas, pengontrolan
pikiran menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan. Dalam studi semacam ini, kita
harus mengembalikan pikiran pada dirinya.
Pemusatan kekuatan-kekuatan pikiran adalah satu-satunya
instrumen yang dapat membantu kita melihat Tuhan. Pikiran yang telah memusat
merupakan sebuah pelita yang dapat menunjukkan pada kita setiap sudut jiwa.
Ada yang bertanya: “Apa yang menyebabkan masih munculnya
keinginan, meskipun seseorang sudah bisa menjalankan konsentrasi batin?”
Hal demikian dapat terjadi karena, kesan-kesan pikiran serta kecenderungan yang telah berakar secara mendalam. Ia tak lain hanya merupakan refleksi dari kesan-kesan pikiran serta kecenderungan yang telah berakar dahulu yang ada dalam pikiran.
Hal demikian dapat terjadi karena, kesan-kesan pikiran serta kecenderungan yang telah berakar secara mendalam. Ia tak lain hanya merupakan refleksi dari kesan-kesan pikiran serta kecenderungan yang telah berakar dahulu yang ada dalam pikiran.
Konsentrasi adalah inti dari segala pengetahuan. Tak ada
yang dapat dilakukan tanpa pemusatan pikiran. Sayangnya, 99 persen dari
kekuatan pikiran disia-siakan begitu saja oleh orang-orang pada umumnya, mereka
terus saja melakukan kekeliruan fatal dalam hidupnya. Sebaliknya, seseorang
yang telah terlatih pikirannya takkan pernah membuat satupun kesalahan.
Pada saat pikiran telah terpusatkan dan kembali pada
dirinya, segala sesuatu yang berada dalam diri kita akan menjadi pelayan dan
bukannya majikan yang dapat memerintah kita. Melalui pengetahuan inilah, panca
indera, kemauan dan pikiran dapat dikontrol. Keuntungan besar dari mempelajari
ilmu ini adalah kita belajar “mengontrol” dan bukannya “dikontrol”.
Pikiran itu memiliki banyak sekali lapisan, dan tujuan sejati kita adalah melintasi segala lapisan penghalang yang ada dalam diri kita, sehingga dapat bertemu dengan Tuhan.
Pikiran itu memiliki banyak sekali lapisan, dan tujuan sejati kita adalah melintasi segala lapisan penghalang yang ada dalam diri kita, sehingga dapat bertemu dengan Tuhan.
Inilah inti yang hendak diajarkan. Tujuan dari semua
ajarannya adalah bagaimana melakukan pemusatan pikiran. Kemudian, bagaimana
menemukan segala ceruk terdalam dari pikiran kita. Selanjutnya, bagaimana
menyusun isinya secara umum dan mengambil kesimpulan kita sendiri dari semua
itu. Itu sebabnya, tidaklah penting untuk bertanya tentang apa agamamu, apa
agamaku atau apakah kita percaya Tuhan atau tidak. Islam, Kristen, Yahudi,
beragama maupun tidak beragama, kita semua adalah umat manusia. Itu saja sudah
cukup.
Setiap manusia, sesungguhnya memiliki hak yang sama dan
kekuatan untuk menemukan inti agamanya. Setiap manusia memiliki hak untuk
bertanya,”mengapa”,dan membiarkan pertanyaan ini terjawab dengan sendirinya,
seandainya dia memiliki tekad yang kuat untuk mengatasi berbagai rintangan yang
akan dihadapinya.
MEDITASI
Pikiran mencoba memikirkan sebuah obyek, berdiam diri
pada titik tertentu seperti kepala, hati dan sebagainya. Dan bila pikiran itu
berhasil menerima sensasi-sensasi melalui bagian itu saja dari tubuh, dan tidak
melalui bagian lainnya, maka itulah konsentrasi. Dan bila pikiran bisa menjaga
dirinya dalam keadaan demikian selama beberapa lama, itulah yang disebut dengan
meditasi.
Meditasi itu adalah keadaan yang tertinggi. Apabila
pikiran meragukan bahwa itu merupakan keadaan yang tinggi, keadaan tertinggi
itulah meditasi. Ia melihat dan mengetahui segala-sesuatu, dan tidak
mengidentikkan dirinya dengan segala sesuatu.
Selama aku merasa sakit, aku telah mengidentikkan diriku dengan badan. Ketika aku merasa senang ataupun gembira, akupun menganggap diriku sebagai badan. Namun, dalam keadaan yang tinggi, rasa sakit maupun gembira adalah sama. Setiap meditasi sebuah pengalaman langsung dari kesadaran yang tinggi. Dalam keadaan pemusatan pikiran secara sempurna jiwa menjadi terbebas dari segala macam ikatan badan kasar dan menyadari dirinya sebagaimana adanya. Meditasi adalah memusatkan pikiran pada obyek-obyek tertentu. Bila pikiran dapat berkonsentrasi pada sebuah obyek, maka ia dapat pula dikonsentrasikan pada obyek-obyek lain manapun.
Selama aku merasa sakit, aku telah mengidentikkan diriku dengan badan. Ketika aku merasa senang ataupun gembira, akupun menganggap diriku sebagai badan. Namun, dalam keadaan yang tinggi, rasa sakit maupun gembira adalah sama. Setiap meditasi sebuah pengalaman langsung dari kesadaran yang tinggi. Dalam keadaan pemusatan pikiran secara sempurna jiwa menjadi terbebas dari segala macam ikatan badan kasar dan menyadari dirinya sebagaimana adanya. Meditasi adalah memusatkan pikiran pada obyek-obyek tertentu. Bila pikiran dapat berkonsentrasi pada sebuah obyek, maka ia dapat pula dikonsentrasikan pada obyek-obyek lain manapun.
Pertama-tama, praktek bermeditasi haruslah dilakukan
melalui obyek-obyek tertentu oleh pikiran. Aku dulu sering memusatkan pikiran
pada beberapa titik hitam. Pada akhirnya, dimasa-masa itu, aku tak dapat lagi
melihat titik-titik tersebut, pun tidak menyadari adanya titik-titik itu
dihadapanku. Pikiran menjadi tidak ada lagi. Tidak ada gelombang fungsi pikiran
yang terlihat, seolah-olah laut tanpa hembusan angin.
Dalam keadaan seperti itu biasanya aku mengalami
percikan-percikan kebenaran yang melampaui rasa. Sebab itu, aku berpikir bahwa
praktek meditasi sekalipun dilakukan dengan sebuah obyek luar yang tidak
berarti, dapat mengantar kita pada konsentrasi mental.
Sesungguhnya, pikiran sangat mudah mencapai ketenangan
ketika seseorang mempraktekkan meditasi dengan apapun yang paling disukai oleh
pikirannya. Faktanya, bagaimanapun, adalah bahwa obyek-obyek meditasi tidak
mungkin disamakan atau cocok untuk setiap orang. Obyek-obyek itu hanyalah alat
bantu untuk mencapai ketenangan batin yang sempurna. Tujuan yang sebenarnya
adalah untuk membuat pikiran menjadi tidak berfungsi. Namun hal ini tidak
pernah dapat dicapai, kecuali kita sepenuhnya terserap dalam obyek-obyek
tertentu.
Didalam diri, terdapat seekor singa (Diri Sejati) –
kemurnian yang abadi, jiwa yang selalu bebas dan bersinar terang, dan ketika Ia
disadari melalui meditasi dan pemusatan pikiran, dunia yang maya ini pun
lenyaplah.
Pikiranmu haruslah tetap tertuju pada sebuah obyek secara
terus menerus, seperti arus minyak yang mengalir tanpa henti. Pikiran
orang-orang biasa terpencar keberbagai obyek, dan dalam waktu bermeditasipun,
pada awalnya pikiran akan berkelana kemana-mana. Namun, apapun keinginan yang
muncul dalam pikiran, kau harus tetap duduk dengan tenang dan mengamati segala
macam ide yang bermunculan. Dengan melanjutkan pengamatan dengan cara demikian,
pikiran akan menjadi lebih tenang, sehingga tidak ada gelombang pikiran
didalamnya.
Gelombang-gelombang pikiran ini mewakili aktifitas
pikiran dan mind. Hal-hal yang dulu pernah kau pikirkan secara mendalam, telah
mengubah dirinya menjadi arus alam bawah sadar, dan oleh sebab itu mereka
muncul dalam pikiran ketika sedang bermeditasi. Munculnya gelombang-gelombang
semacam ini, atau pikiran-pikiran, selama bermeditasi, adalah bukti bahwa
pikiranmu sedang mengarah pada konsentrasi.
Adakalanya pikiran kita dikonsentrasikan pada sekelompok
gagasan – ini yang disebut dengan meditasi dengan pembuyaran. Namun, ketika
pikiran menjadi hampir terbebas dari berbagai macam kegiatan, ia melebur dalam
Diri Sejati yang merupakan inti dari Pengetahuan, Kesatuan, serta Ia yang bebas
dari segala topangan.
Penolong terbesar dalam kehidupan spiritual adalah
meditasi. Dalam meditasi kita melepaskan diri dari pengkondisian materi dan
merasakan sifat keilahian dalam diri. Kita sungguh tidak bergantung pada
pertolongan dari luar ketika sedang bermeditasi.
Hal terbesar adalah meditasi. Itulah jalan tercepat untuk
memasuki kehidupan spiritual – pikiran yang meditatif. Itulah saat dalam hidup
kita sehari-hari ketika kita tidak menjadi sekedar materialistik atau jasmaniah
– ketika Jiwa memikirkan keberadaannya sendiri, bebas dari segala macam hal.
Inilah sentuhan Jiwa yang menakjubkan.
Pikirkan dan bermeditasilah bahwa kau adalah Jiwa Sejati
yang Maha Hadir. “Aku bukanlah badan, bukan pikiran, bukan buddhi (fakultas
yang membeda-bedakan), juga bukan badan kasar dan badan halus.” Melalui proses
eliminasi seperti ini, benamkan pikiranmu dalam pengetahuan transendental, yang
merupakan keberadaanmu yang sejati. Matikan pikiranmu dengan menceburkan dirimu
secara berulang-ulang dalam keadaan ini. Hanya setelah itulah kau dapat
menyadari Esensi dari Pengetahuan Sejati, atau mendapatkan tempatmu dalam
kehidupan yang sesungguhnya. Yang mengetahui dan diketahui, meditator dan obyek
meditasinya, kemudian akan menjadi satu, dan penghentian dari segala fenomena
yang tak nyata akan terjadi dengan sendirinya…..
Dalam keadaan ini, tidak ada pengetahuan yang relatif dan
bersyarat. Ketika Jiwa Sejati menjadi satu-satunya yang mengetahui, dengan cara
apakah kau dapat mengetahuinya?
Jiwa Sejati itulah pengetahuan, Jiwa Sejati itulah Intelejensia, Jiwa Sejati itulah Keberadaan, Pengetahuan dan Kebahagiaan Sejati..
(Dikutip dari buku: Vivekananda, pemikir besar bangsa India 1863 – 1902)
Jiwa Sejati itulah pengetahuan, Jiwa Sejati itulah Intelejensia, Jiwa Sejati itulah Keberadaan, Pengetahuan dan Kebahagiaan Sejati..
(Dikutip dari buku: Vivekananda, pemikir besar bangsa India 1863 – 1902)
Komentar
Posting Komentar