Yesus berkata, “Tuhan adalah Cinta.” Aku berkata
kepadamu: Cinta adalah Tuhan. Tuhan dapat dilupakan, tapi jangan lupakan cinta
— karena pemurnian cinta yang akan membawa anda kepada Tuhan. Jika anda lupa
tentang Tuhan sepenuhnya, tidak ada yang hilang. Tapi jangan lupakan cinta, karena
cinta adalah jembatan. Cinta adalah proses alkimia perubahan dalam kesadaran
anda.
Kemampuan menyendiri adalah kemampuan untuk mencintai.
Ini bisa saja terlihat bertentangan, tetapi tidak. Ini adalah kebenaran sejati;
hanya mereka yang mampu menyendiri lah yang mampu untuk mencintai, untuk
berbagi, mampu untuk menyelami bagian terdalam dari orang lain- tanpa memiliki
orang tersebut, tanpa menjadi bergantung kepada mereka, tanpa menurunkan mereka
ke level benda (hanya benda yang dapat dimiliki), dan tanpa menjadi kecanduan
kepada orang tersebut. Ia mengizinkan kebebasan mutlak, karena ia tahu jika
mereka pergi, mereka akan sebahagia sekarang. Kebahagiaannya tidak dapat
diambil oleh orang lain, sebab kebahagiaannya tidak diberikan oleh orang lain.
Orang-orang yang tidak meditatif tidak memiliki energi
untuk cinta, untuk kasih sayang, untuk perayaan. Orang-orang yang tidak
meditatif tidak terhubung dengan sumber energi di dalam dirinya, ia tidak
terhubung dengan sang samudera.
Orang-orang yang meditatif mengetahui sesuatu yang tidak
terbatas, mereka terjembatani dengan sumber energi yang tidak pernah habis.
Mereka menyala terus, nyala mereka tidak pernah lenyap. Nyala itu tidak dapat
lenyap, karena nyala itu tidak pernah muncul atau berawal. Nyala itu tidak
pernah mati, karena nyala itu tidak pernah tercipta.
Jesus menyebut sifat alami itu sebagai kerajaan Tuhan. Ia
berkali-kali mengatakan “Kerajaan Tuhan ada di dalam dirimu. Pergilah ke
dalam.” Meditasi tidak lain adalah jembatan untuk melangkah ke dalam. Sekali
meditasi itu terjadi, satu-satunya hal yang tersisa untuk terjadi adalah kasih
sayang.
Buddha, asal mula guru di garis perguruan Atisha,
mengatakan, jika kasih sayang belum menjelma di dalam dirimu, jangan pernah
puas dengan meditasi saja. Engkau baru pergi setengah jalan, engkau masih harus
berjalan sedikit lebih jauh lagi. Jika meditasi yang engkau lakukan itu benar,
maka akan berlimpah dengan aliran kasih sayang. Seperti halnya ketika lampu
dinyalakan dan langsung memancarkan cahaya, cahaya lampu itu lansung
melenyapkan kegelapan, begitu lampu di dalam diri menyala, kasih sayang adalah
sinarnya.
Kasih sayang adalah satu-satunya bukti bahwa meditasi
telah menjelma, menjadi ada, telah terjadi. Cinta adalah harum yang membuktikan
bahwa teratai dengan seribu kelopak di dalam dirimu yang paling dalam telah
mekar, musim semi telah tiba, dan engkau bukan lagi orang yang sama dari
sebelumnya, personaliti telah lenyap dan individu telah lahir, dan engkau tidak
lagi tinggal di dalam gelap, engkau adalah cahaya.
Buddha mengatakan: Kasih sayang itu bagus hanya ketika ia
mengikuti kesadaran (awareness), jika tidak begitu kasih sayang itu tidak
bagus. Kasih sayang tanpa kesadaran itu berbahaya, dan kesadaran tanpa kasih
sayang itu adalah mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu Buddha berkata:
Seorang Buddha yang sempurna akan memiliki keduanya – kesadaran dan kasih
sayang.
Jika engkau menjadi sadar dan engkau melupakan orang lain
dan engkau berkata, “Kenapa aku harus perduli? Sekarang aku bahagia,” engkau
menutup matamu, engkau tidak membantu yang lain, engkau tidak membantu yang
lain untuk menjadi sadar, maka engkau adalah orang yang mementingkan diri
sendiri, artinya ego yang dalam masih ada.
Kesadaran membunuh setengah dari ego, dan setengah bagian
yang lainnya dibunuh oleh kasih sayang. Diantara dua ini (kesadaran dan kasih
sayang), ego benar-benar dihancurkan. Dan ketika seseorang telah menjadi tanpa
diri, tanpa “Aku” (no-self), ia telah menjadi Buddha…
____Osho
Komentar
Posting Komentar